(Semester Genap 2019/2020)
Andi Purnawan (19310410002)
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Karyawan milenial adalah pekerja atau
anggota suatu organisasi yang hidup di era generasi milenial. Generasi tersebut
merupakan generasi yang mayoritas memiliki usia produktif hingga saat ini.
Organisasi biasa mendefinisikan karyawan milenial yaitu mereka sebagai karyawan
yang lahir pada tahun 1981 dan setelahnya (Novendri, A & Lukito, H, 2020). Melihat tahun kelahirannya,
milenial merupakan generasi terbaru yang memasuki dunia kerja atau bergabung
dalam sektor-sektor industri dan organisasi. Di usia 30-an tahun, generasi
inilah yang menggerakkan dunia kerja, dunia kreativitas, dunia inovasi dan
memengaruhi pasar dan industri global yang ada sekarang dan sedang menggelinding
di lapangan kompetisi organisasi atau dunia kerja, dunia kreativitas dan
inovasi. Itulah yang menjadi penyebab generasi tersebut dijuluki generasi
milenial dan penggerak organisasi disebut karyawan milenial.
Kebanyakan dari generasi milenial
cenderung ketergantungan teknologi. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa
sebagian besar generasi milenial telah mengenal media sosial dan
menggunakannya. Karyawan dari generasi milenial bisa disebut sebagai inovator
karena mereka berusaha, belajar, dan bekerja di lingkungan yang tengah
melakukan inovasi yang mengandalkan teknologi dalam menciptakan perubahan di
berbagai lini kehidupan (Witro, Putri, & Oviensy, 2019). Dengan kata lain,
media sosial dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan
karyawan milenial di perusahaan atau organisasinya. Media sosial memberikan
dampak serta pengaruh yang sangat banyak terhadap kehidupan karyawan milenial
diantaranya adalah mempermudah diri dalam menyelesaikan suatu pekerjaan di
dalam organisasi dan serba cepat tidak bertele-tele.
(Sumber Gambar: Nalar.ID)
Karyawan milenial merupakan karyawan
yang pola pikir dalam bekerjanya cepat dan tidak bisa sekedar patuh dan menelan
mentah-mentah dalam menerima pekerjaan yang diberikan atasan. Persoalannya,
organisasi terkadang menginginkan karyawan yang benar-benar bisa sepemikiran
dan memiliki gerak yang sama dalam mencapai tujuan. Organisasi masa kini cenderung
masih memakai cara lama yang terkesan kaku dalam mengelola sumber daya
manusianya. Kurangnya kesempatan yang diberikan karyawan dalam memberikan
kontribusi pada organisasi dan membatasi gerak kebebasan merupakan kurangnya
kesiapan manajemen organisasi dalam menghadapi perubahan era industri modern.
Individu yang tidak tidak dapat melepaskan pola-pola perilaku lama dan mengenal
perbedaan-perbedaan cenderung akan gagal (De Meuse, Dai, & Hallenbeck,
2010). Karyawan milenial sebagai angkatan kerja produktif terbesar ini turut
andil dalam menghadapi era modern atau VUCA (Jatmika & Puspitasari, 2019).
Untuk itu peran organisasi khususnya bagian personalia sangat berpengaruh dalam
hal ini adalah bagian HRD terutama yang berlatar belakang Psikologi. Hal ini
dikarenakan HRD atau bagian personalia lainnya memegang kendali dalam
menghadapi karakter karyawan milenial yang beragam agar organisasi dengan SDM
yang dimilikinya tetap bisa satu tujuan.
Menuju era revolusi industri yang
menengok kemajuan zaman semakin pesat, tentu mengharuskan organisasi dan
industri saling kompetisi. Memperbaiki tatanan SDM yang dalam hal ini
didominasi oleh karyawan-karyawan milenial tentu menjadi suatu hal yang vital. Lalu bagaimana peran Psikologi Industri dan
Organisasi dalam menghadapi karyawan milenial agar dapat menunjang produktivitasnya
dalam suatu organisasi? Hal tersebut sangat penting mengingat karakter
karyawan milenial sangat beragam dan memiliki pola pikir yang lebih modern dari
pada generasi-generasi sebelumnya. Secara umum, terdapat beberapa karakter
karyawan milenial. Pertama, kemampuan mereka mengakses teknologi informasi yang
lebih baik dari generasi sebelumnya. Apapun kebutuhan informasi yang mereka
perlukan, sebagian besar mereka peroleh dari internet dan media sosial. Kedua,
generasi milenial lebih memiliki keberanian dalam berinovasi. Mereka lebih
termotivasi menciptakan start up atau
merintis usaha dan bisnis baru (Peramesti & Kusmana, 2018). Ketiga,
milenials lebih terbuka dalam
membicarakan gaji dibanding generasi sebelumnya yang tabu membicarakan upah. Keempat,
pekerja milenial lebih menyukai pekerjaan yang bersifat instan. Hal ini
dikarenakan generasi milenial lebih menyukai sesuatu yang praktis dan simple.
Peran Psikologi Industri dan Organisasi dalam menghadapi karyawan milenial.
Psikologi Industri dan Organisasi
menduduki peran yang penting guna menunjang kemajuan suatu organisasi yang
sumber daya manusia atau karyawannya berasal dari generasi milenial. Jika
berbicara soal Psikologi di organisasi, tidak lepas peran divisi yang berkutik
di bidang personalia yaitu HRD.
1. Dari segi behavior, generasi cenderung menghindari
batasan antara atasan dan bawahan. Mereka menginginkan sosok pemimpin yang bisa
mengispirasi, mudah diajak diskusi, dan bisa memotivasi mereka bukan pemimpin
yang bersifat kaku dan minim komunikasi. Melibatkan mereka dan berikan akses
informasi secara terbuka, karena generasi milenial cenderung memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi terhadap situasi dan strategi demi kemajuan organisasi.
2. Digitalisasi sangat
penting. Mengingat karakter milenial yang melek teknologi dan serba instan,
oleh karena itu mempertimbangkan mereka untuk lebih terkoneksi dalam teknologi dalam segala hal seperti
absensi, penggajian, bahkan sistem kerja tentu menjadi sesuatu yang diminati.
3. Pengadaan training untuk karyawan. Untuk
mendapatkan atau memperkuat kepemimpinan pada para karyawan adalah melalui pelatihan
atau training (Yudhawati & Shinta, 2012). Namun, dalam hal ini para trainer
harus mengingat bahwa sasarannya adalah karyawan milenial. Salah satu karakter
milenial adalah kebebasan dan keterlibatan. Mereka tidak menyukai pelatihan yang terkesan mendikte dan
menggurui. Memberikan pelatihan yang bersifat friendly dan sama-sama menyampaikan gerak pikir dalam memecahkan
masalah bahkan keterbukaan soal gaji akan menjadikan pelatihan yang lebih
demokratif.
4. Milenials menyukai lingkungan kerja yang santai dan menyenangkan.
Dengan mengetahui perilaku adaptasi mereka, organisasi bisa menyajikan
lingkungan yang mendukung agar mereka bisa mengembangkan keterampilannya dengan
baik serta tidak seperti kutu loncat.
Pengibaratkan seperti rumah,
organisasi adalah bangunan rumahnya dan karyawan adalah penghuni rumah
tersebut. Kuat tidaknya rumah, rapi dan bersih tidaknya keadaan rumah
tergantung bagaimana penghuninya merawat dan mengelola. Begitu pula organisasi.
Karakter karyawan sangat menentukan maju tidaknya suatu organisasi. Organisasi
yang baik ialah organisasi yang dapat berkembang sesuai tuntutan dan keadaan
zaman. Jika organisasi masih memakai sistem lama seperti karyawan yang harus
tunduk dengan satu cara yang ditentukan, yang terjadi organisasi mengalami
berbagai permasalahan seperti turnover.
Untuk itu memahami perkembangan karakter karyawan yang sangat beragam tentu
menjadi PR yang berat. Termasuk pula
karyawan milenial. Peran Psikologi sangat berpengaruh dalam menghadapi berbagai
karakter karyawan milenial di suatu organisasi. Memberdayakan karyawan yang
lebih humanistik yang dipadukan dengan kemajuan teknologi merupakan strategi
dan termasuk trend Psikologi Industri dan Organisasi masa kini.
Referensi:
De Meuse, K. P., Dai,
G., & Hallenbeck, G. S. (2010). Learning Agility: A Construct Whose Time
Has Come. Consulting Psychology Journal.
2 (2): 119-130.
Jatmika, D. &
Puspitasari, K. (2019). Learning Agility
pada Karyawan Generasi Milenial di Jakarta. Jurnal
Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 3 (1): 187-199.
Novendri, A &
Lukito, H. (2020). Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Milenial
PT Semen Padang dengan Variabel Demografis sebagai Moderator. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen. 5
(1): 167-186.
Peramesti, N. P. D. Y.
& Kusmana, D. (2018). Kepemimpinan Ideal pada Era Generasi Milenial. Jurnal Manajemen Pemerintahan. 10 (1):
73-84.
Witro, D., Putri, L.
A., & Oviensy, V. (2019). Kontribusi Media Sosial terhadap Produktivitas
Karyawan Generasi Milenial PT Perkebunan Nusantara VI Kayu Aro. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 18 (2):
119-125.
Yudhawati, D. &
Shinta, A. (2012). Basic Leadership
Training bagi Mahasiswa dengan Pendekatan Social Learning Theory. Jurnal
Maksipreneur. 2 (1): 59-68.
Sumber
Gambar:
Bachtiar, C. F. (2019).
Punya Karyawan Milenial? Ini Kiat Mereka
Betah Kerja. Nalar. ID. Retrivied on June, 14 2020 from:
https://nalar.id/punya-karyawan-milenial-ini-kiat-mereka-betah-kerja/
Semangat kak andi 😊
BalasHapusSiap mbak
HapusGood luck andi
BalasHapusTerima kasih
HapusGood luck andi
BalasHapusTerima kasih
HapusThanks Andi, sangat bermanfaat😊
BalasHapusSama-sama. Terima kasih kembali
HapusSemangat kak andi
BalasHapusTerima kasih
HapusMantap mass!
BalasHapusWaahhh .terimakasih atas ilmunya kak andi
BalasHapus