29.12.24

ESSAY 10-UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Perilaku Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq terhadap sampah, dengan menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan.


Arina Millataka, Mahasiswi Psikologi SP UP45 Yogyakarta

Perilaku Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq pada 18 November 2024 terhadap situasi pengelolaan sampah di Yogyakarta jika dianalisa menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan:

1.     Stimulus Lingkungan

   a. Kondisi pengelolaan sampah di Yogyakarta yang dianggap tidak optimal, terlihat dari buruknya manajemen sampah di TPA Piyungan.

b.     Laporan dan observasi langsung yang menunjukkan ketidakmampuan Pemda DIY dalam menangani sampah dengan efektif, seperti keterbatasan alat, dana, dan perilaku masyarakat yang tidak memilah sampah.

c.     Adanya UU RI No. 18/2008 yang mengatur pengelolaan sampah, namun implementasinya belum berjalan dengan baik.

2.     Proses Psikologis

a.     Menteri memfokuskan perhatian pada ketidakberesan sistem pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah, bukan perilaku masyarakat.

b.     Menteri menafsirkan masalah ini sebagai bentuk kelalaian atau kegagalan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban melayani masyarakat, tanpa mempertimbangkan aspek kompleks seperti keterbatasan sumber daya dan peran masyarakat.

c.     Emosi marah muncul karena harapan terhadap pengelolaan sampah yang baik tidak sesuai dengan kenyataan. Perasaan tanggung jawab besar sebagai pejabat publik memperkuat intensitas emosinya.

3.     Respons Perilaku

a.     Menteri mengungkapkan kritik secara langsung dan tegas kepada pemerintah daerah, bahkan terkesan emosional di depan publik.

b.     Ekspresi murka dapat terlihat dari intonasi suara, gestur tubuh, dan cara menyampaikan kritik.

c.     Menteri melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk menunjukkan ketidakpuasan secara langsung terhadap situasi yang ada.

Dari analisa tersebut menunjukkan jika persepsi Menteri LH terhadap kondisi pengelolaan sampah di Yogyakarta dipengaruhi oleh informasi yang ia terima, fokus perhatian pada tanggung jawab pemerintah daerah, dan emosinya terhadap kondisi yang tidak ideal. Sebagai pejabat publik, Menteri berada di bawah tekanan untuk menunjukkan hasil nyata dalam pengelolaan sampah. Situasi pengelolaan sampah di Yogyakarta yang buruk, seperti tumpukan sampah di TPA Piyungan dan pengelolaan yang dianggap tidak efisien. Sebagai Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq merasa bertanggung jawab untuk memastikan pengelolaan sampah sesuai dengan UU No. 18/2008, yang menuntut peran pemerintah dalam melayani masyarakat. Ketidaksesuaian antara harapan (idealnya pengelolaan sampah berjalan lancar) dan realita (sistem yang dianggap gagal) memicu respons emosional berupa kemarahan. Dalam kasus ini, Menteri memusatkan persepsinya pada kegagalan Pemda DIY tanpa mempertimbangkan akar masalah yang lebih luas, seperti perilaku masyarakat yang tidak memilah sampah dan keterbatasan infrastruktur.

Menurut Bell dan kawan-kawan, persepsi tidak hanya dipengaruhi oleh stimulus lingkungan, tetapi juga oleh pengalaman pribadi, harapan, dan bias. Dalam hal ini, Menteri tampaknya memiliki bias terhadap peran pemerintah daerah sebagai aktor utama dalam menyelesaikan masalah, sementara peran masyarakat diabaikan. Menteri cenderung menempatkan tanggung jawab pada pihak eksternal (Pemda DIY), tanpa mempertimbangkan faktor-faktor internal, seperti keterbatasan sumber daya.

Kasus ini mencerminkan perlunya pendekatan kolaboratif dalam pengelolaan sampah. Persepsi Menteri LH yang terlalu fokus pada kegagalan pemerintah daerah menunjukkan pentingnya komunikasi yang lebih baik antara semua pihak.

0 komentar:

Posting Komentar