Tugas Esai 10 : Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA
Amelia Natasya Rivani (23310410086)
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Perilaku Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam menanggapi masalah pengelolaan sampah di Yogyakarta pada 18 November 2024 dapat dianalisis menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell dan rekan-rekannya. Pendekatan ini membantu kita memahami bagaimana persepsi membentuk respons emosional dan perilaku, terutama dalam konteks isu lingkungan yang kompleks seperti pengelolaan sampah.
Persepsi Situasional
Pengamatan terhadap Kondisi Lingkungan
Menteri Hanif melakukan inspeksi mendadak di Yogyakarta dan merasakan kemarahan yang mendalam saat melihat kondisi persampahan yang tidak terkelola dengan baik. Persepsinya terhadap situasi ini dipengaruhi oleh harapan akan kinerja optimal dari pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan yang ada, seperti UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam konteks ini, menteri melihat adanya kegagalan dalam pelaksanaan tugas yang seharusnya dilakukan oleh pemda DIY. Penelitian menunjukkan bahwa persepsi individu terhadap lingkungan dapat mempengaruhi tindakan mereka dalam konteks keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya (Bell et al., 1978).
Emosi sebagai Pemicu Tindakan
Kemarahan Menteri bukan hanya sekadar reaksi emosional; ia mencerminkan keinginan untuk mendorong perubahan. Emosi ini berfungsi sebagai pendorong tindakan, untuk mendorong pemerintah daerah agar lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Namun, reaksi ini juga menunjukkan bahwa Menteri tidak menganggap penting keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah, meskipun UU mengatur tanggung jawab individu dalam hal tersebut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa emosi dapat mempengaruhi keputusan dan perilaku individu dalam konteks lingkungan (Schultz et al., 2016).
Kontradiksi antara Peraturan dan Perilaku
Peraturan vs. Perilaku Masyarakat
Meskipun terdapat regulasi yang mengatur tanggung jawab individu dalam pengelolaan sampah, perilaku masyarakat masih menunjukkan ketidakpatuhan. Dalam hal ini, Menteri tampaknya mengabaikan aspek penting mengenai perlunya perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Ini menciptakan kesan bahwa tanggung jawab sepenuhnya terletak pada pemerintah, sementara seharusnya ada kesadaran kolektif dari masyarakat untuk bertanggung jawab atas limbah yang mereka hasilkan. Penelitian menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab lingkungan sangat penting untuk efektivitas kebijakan lingkungan (Gifford, 2011).
Dampak Emosional pada Hubungan Interpersonal
Kunjungan Menteri yang penuh emosi juga berdampak pada hubungan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut. Ini menunjukkan bahwa persepsi dan emosi Menteri tidak hanya mempengaruhi tindakan pemerintah tetapi juga dinamika hubungan antar pemimpin. Ketidaknyamanan ini dapat menghambat kolaborasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah persampahan secara efektif.
Perilaku sebagai Hasil Persepsi
Berdasarkan skema persepsi Bell, perilaku Menteri dapat dilihat sebagai respons terhadap persepsinya tentang situasi lingkungan yang buruk. Kemarahan dan frustrasi tersebut mencerminkan harapan akan perubahan nyata dalam pengelolaan sampah. Namun, tanpa adanya dorongan untuk melibatkan masyarakat dalam proses tersebut, tindakan Menteri mungkin tidak akan menghasilkan perubahan jangka panjang.
Pentingnya Keterlibatan Masyarakat
Perilaku Menteri menunjukkan perlunya pendekatan holistik dalam pengelolaan sampah. Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan pengelolaan limbah yang berkelanjutan. Dengan tidak menyinggung perlunya perubahan perilaku masyarakat, Menteri melewatkan kesempatan untuk mendorong kesadaran dan tanggung jawab kolektif dalam pengelolaan sampah.
Kesimpulannya, analisis perilaku Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq melalui skema persepsi Paul A. Bell menunjukkan bahwa persepsi situasional sangat mempengaruhi emosi dan tindakan individu. Meskipun kemarahan Menteri mencerminkan keprihatinan terhadap masalah lingkungan, terdapat kebutuhan mendesak untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengelolaan sampah agar kebijakan dapat diterapkan secara efektif. Dengan demikian, perubahan perilaku masyarakat menjadi kunci untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Bell, P.A., Fisher, J.D., & Loomis, R.J. (1978). Environmental Psychology. New York: Wiley.
Gifford, R. (2011). The Dragons of Inaction: Psychological Barriers That Limit Climate Change Mitigation and Adaptation. American Psychologist, 66(4), 290-302.
Schultz, P.W., Gouveia, V.V., Cameron, L.D., Tankha, G., & Schmuck, P. (2016). Values and Pro-environmental Behavior: A Five-country Survey. Journal of Cross-Cultural Psychology, 37(2), 157-175.
0 komentar:
Posting Komentar