29.12.24

Esai 10 (Siti) : UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

 Tugas Esai 10 : Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA


Siti Rafida (23310410088)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Pengelolaan Sampah di Indonesia: Studi Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta

Pengelolaan sampah di Indonesia, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), masih menghadapi tantangan besar meskipun telah diatur dalam berbagai peraturan, seperti UU RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Masalah utama yang mengemuka adalah tingginya volume sampah yang tidak terkelola dengan baik akibat perilaku masyarakat yang cenderung abai terhadap pemilahan sampah. Menurut Ma’arif (2023), implementasi kebijakan pengelolaan sampah di DIY sering kali terkendala kolaborasi yang lemah antara pemerintah daerah dan masyarakat.


Selain itu, keterbatasan fasilitas pengelolaan sampah, seperti tempat pembuangan akhir (TPA) dan teknologi yang memadai, semakin memperburuk situasi. TPA Piyungan di DIY, misalnya, sering mendapat sorotan karena kelebihan kapasitas yang menyebabkan sampah meluap dan mencemari lingkungan sekitar. Di sisi lain, kurangnya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah berbasis pemilahan turut memperparah kondisi ini (Ma’arif, 2023). Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih terintegrasi, mencakup penguatan regulasi, peningkatan kesadaran sosial, serta adopsi teknologi dalam menangani persoalan persampahan.


Salah satu solusi yang telah terbukti efektif adalah program bank sampah. Masruroh (2021) mengungkapkan bahwa bank sampah seperti yang diterapkan di Bank Sampah Puri Pamulang mampu mengurangi volume sampah rumah tangga secara signifikan. Bank sampah berperan sebagai medium yang tidak hanya mendidik masyarakat untuk memilah sampah, tetapi juga memberikan insentif ekonomi melalui sistem tabungan berbasis sampah. Penerapan sistem ini dapat menjadi model yang relevan untuk DIY, mengingat banyaknya sampah rumah tangga yang tidak terkelola dengan baik.


Persepsi merupakan elemen mendasar yang membentuk perilaku individu terhadap lingkungannya (Patimah et al., 2024). Dalam konteks pengelolaan sampah, persepsi lingkungan mencerminkan sejauh mana individu memahami, menilai, dan merespons kondisi lingkungannya. Insiden yang melibatkan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, yang menunjukkan kemarahan saat inspeksi mendadak di Yogyakarta, dapat dianalisis melalui skema persepsi lingkungan dari Paul A. Bell.


1. Proses Persepsi


Berdasarkan skema persepsi, perilaku Menteri diawali oleh tahap penginderaan terhadap kondisi lingkungan, yaitu melihat tumpukan sampah yang menggunung di depo sampah. Informasi ini kemudian diolah melalui interpretasi, di mana Menteri memahami situasi tersebut sebagai kegagalan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah. Hal ini diperkuat oleh kondisi visual dan laporan yang menunjukkan ketidaksesuaian dengan UU RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.


2. Kognisi dan Emosi


Ketidakcocokan antara harapan Menteri terhadap pengelolaan sampah yang ideal dan kenyataan di lapangan memicu respons emosional berupa kemarahan. Emosi ini disertai penilaian kognitif bahwa pemerintah daerah gagal mengatasi masalah. Patimah et al. (2024) mencatat bahwa persepsi negatif terhadap lingkungan sering kali melibatkan emosi kuat yang memotivasi tindakan langsung.


3. Dampak Perilaku


Kritik tajam Menteri kepada Pemda DIY mencerminkan tahap akhir skema persepsi, yaitu perilaku. Namun, tindakan ini mengindikasikan keterbatasan dalam persepsi yang hanya berfokus pada kelembagaan, tanpa mempertimbangkan aspek perilaku masyarakat. Padahal, UU RI No. 18 Tahun 2008 Pasal 12 Ayat 1 menggarisbawahi bahwa setiap individu bertanggung jawab dalam mengelola sampah secara berwawasan lingkungan.


4. Pentingnya Persepsi Komprehensif


Penyelesaian masalah sampah memerlukan persepsi yang lebih komprehensif, mencakup regulasi, kelembagaan, teknologi, pendanaan, serta sosial budaya (Hendra, 2016). Persepsi yang terlalu fokus pada aspek kelembagaan tanpa menyentuh akar masalah perilaku masyarakat sulit menghasilkan solusi efektif. Oleh karena itu, transformasi perilaku melalui edukasi dan kampanye kesadaran lingkungan menjadi prioritas yang tak terelakkan. Di sisi lain, pemerintah perlu memperbaiki sistem pengelolaan sampah, termasuk memperluas akses fasilitas pengolahan sampah modern.


Program bank sampah seperti yang diuraikan Masruroh (2021) dapat menjadi salah satu strategi untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan mengintegrasikan edukasi dan insentif ekonomi, program ini dapat membantu mengubah perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Model seperti ini, jika diterapkan secara konsisten di DIY, berpotensi memberikan dampak signifikan dalam mengurangi volume sampah sekaligus meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat.


Dengan pendekatan yang komprehensif, tantangan dalam pengelolaan sampah di Indonesia, termasuk DIY, dapat diatasi secara berkepanjangan.


Daftar Pustaka


Habibah, E., Novianti, F., & Saputra, H. (2020). Analisis terhadap faktor yang berpengaruh terhadap penerapan kebijakan pengelolaan sampah di Yogyakarta menggunakan pemodelan sistem dinamis. Jurnal Analisa Sosiologi, 9.


Ma’arif, K. (2023). Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Sampah Di Daerah Istimewa Yogyakarta. awig awig, 3(1).


Masruroh, M. (2021). Bank sampah solusi Mengurangi Sampah Rumah Tangga (Studi Kasus bank Sampah Puri Pamulang). Masyarakat Madani: Jurnal Kajian Islam dan Pengembangan Masyarakat, 6(2), 48-69.


Patimah, A. S., Shinta, A., & Al Adib, A. (2024). PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN. Jurnal Psikologi, 20(1), 23-29.

0 komentar:

Posting Komentar