ESSAI 10 - UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN
BAYU PRASETYA RESTU AJI
23310410087
Permasalahan sampah ini sepertinya menemukan beberapa kendala dan perlu penanganan ekstra untuk mengatasinya. Banyak hal yang mendasari terjadinya penumpukan sampah ini. Perilaku masyarakat yang memang harus disorot demi keberlangsungan lingkungan hidup yang lebih baik. Tetapi, selain perilaku masyarakat, perilaku dari pemerintah pun juga harus seimbang. Profesor Enri Damanhuri, pakar pengelolaan sampah dan limbah dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menjelaskan kenaikan volume sampah yang harus ditangani belum diimbangi dengan peningkatan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengelola sampah (Fathiyah Wardah,2021).
Perilaku itu tidak terlepas dari proses persepsi yang mendasarinya. Begitu juga dengan perilaku yang terjadi pada pejabat publik. Menurut Paul A. Bell dan kawan-kawan, persepsi adalah proses pengolahan informasi yang melibatkan seleksi, pengorganisasian, dan interpretasi untuk membentuk pemahaman atau sikap tertentu. Persepsi ini memengaruhi bagaimana individu bertindak terhadap sebuah situasi yang terjadi. Hal yang sedang terjadi saat ini dimana kita sedang menyoroti perilaku dari Menteri Lingkungan Hidup, bapak Hanif Faisol Nurofiq saat melakukan inspeksi mendadak di Yogyakarta. Inspeksi yang dilakukan mencerminkan proses persepsi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu.
1. Skema Persepsi menurut Paul A. Bell, meliputi tiga tahap, yaitu :
- Proses seleksi
Proses ini merupakan proses awal dimana individu menerima informasi melalui panca indra. Dalam hal ini, menteri menerima informasi langsung terkait kondisi pengelolaan sampah di Yogyakarta, termasuk ketidakoptimalan Pemda DIY dan perilaku masyarakat yang tidak memilah sampah. Faktor yang mempengaruhi yaitu, Menteri fokus pada volume sampah yang besar, manajemen TPA Piyungan yang tidak optimal, dan perilaku masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Harapannya Sebagai Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq mungkin memiliki ekspektasi bahwa Pemda DIY harus menjalankan pengelolaan sampah sesuai dengan UU RI No. 18/2008.
- Proses Pengorganisasian
Proses ini terjadi untuk memberikan makna pada situasi yang sedang terjadi untuk diamati.Informasi yang diterima diorganisasikan dalam bentuk kesenjangan antara peraturan yang ada dan implementasi serta pengaplikasian di lapangan. Maka bisa disimpulkan bahwa pemerintah daerah dianggap tidak optimal dalam mengatasi masalah sampah. Masyarakat dinilai masih rendah kesadarannya dalam memilah sampah, tetapi menteri terlihat lebih menyoroti peran pemerintah dalam pengelolaan sampah.
- Proses Interpretasi
Tahap ini terjadi dimana seseorang memberikan suatu makna terhadap situasi yang sedang diamati. Menteri mmenginterpretasikan bahwa kondisi persampahan di Yogyakarta merupakan akibat dari kegagalan pemerintah daerah dalam mengelola sampah secara optimal, sehingga mengarah pada respons emosional berupa kemarahan. Dalam hal ini, Menteri tidak menekankan perubahan perilaku dari masyarakat, melainkan lebih pada kritik terhadap pemerintah daerah untuk memperbaiki kinerjanya.
2. Perilaku Mentri Yang Terbentuk
Berdasarkan proses persepsi di atas, perilaku Menteri Lingkungan Hidup berupa kemarahan besar dan kritik terhadap Pemda DIY dapat dijelaskan sebagai berikut, Stimulus utama yang diperhatikan adalah kondisi sampah di TPA Piyungan dan kinerja pemerintah daerah, bukan perilaku masyarakat. Respons emosional yaitu kemarahan mencerminkan frustrasi terhadap ketidakcocokan antara peraturan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Menteri menyampaikan kritik secara langsung dalam forum publik tanpa strategi komunikasi persuasif. Hal ini cenderung terlihat seperti kurang adanya kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
3. Implikasi Psikologi Lingkungan.
Berdasarkan proses persepsi di atas, perilaku Menteri Lingkungan Hidup yaitu berupa kemarahan besar dan kritik keras terhadap Pemda DIY. Hal ini dapat dijelaskan bahwa stimulus utama yang diperhatikan adalah kondisi sampah di TPA Piyungan dan kinerja pemerintah daerah yang disorot dan bukanlah perilaku masyarakat. Respons emosional atau kemarahan ini mencerminkan frustrasi terhadap ketidakcocokan antara harapan pada peraturan dengan kenyataan di lapangan. Menteri menyampaikan kritik secara langsung dalam forum publik tanpa strategi komunikasi persuasif. Proses persepsi memainkan peran penting dalam membentuk perilaku, termasuk perilaku yang ditunjukkan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Yogyakarta. Dalam konteks pengelolaan sampah, persepsi seorang pemimpin seperti Menteri Hanif tidak hanya mencakup pemahaman tentang kondisi lapangan, tetapi juga bagaimana tantangan tersebut memengaruhi masyarakat secara keseluruhan. persepsi yang lebih menyeluruh diperlukan agar solusi yang diterapkan tidak hanya menekankan tanggung jawab pemerintah, tetapi juga mendorong partisipasi masyarakat secara aktif. Upaya kolaboratif yang melibatkan semua pihak dapat menjadi langkah yang efektif untuk mencapai pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Metode lain yang bisa digunakan adalah pendekatan persuasif antara pemerintah dan masyarakat. Dengan pendekatan ini maka akan lebih efektif dalam berpartisipasi aktif menjaga lingkungan.
Daftar Pustaka :
· Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental Psychology. Harcourt College Publishers.
· Patimah, S., dkk. (2024). Psikologi Lingkungan dan Interaksi Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya.
· UU RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
. Kompas.com. (2024). Sri Sultan HB X Merespons Kritik Menteri Lingkungan Hidup.
· Official News. (2024, November 18). Inspeksi Mendadak Menteri LH di Yogyakarta.
. Voaindonesia.com . (2021). Pakar pemerintah kewalahan tangani persoalan sampah.
0 komentar:
Posting Komentar