29.12.24

Esai 10 (Naeri) : UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

 Tugas Esai 10 : Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA


Naeri Khasna (23310410046)

Fakultas Psikologi 

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Menurut Paul A. Bell (1978) dalam persepsi adalah proses menerima informasi dari lingkungan melalui rangsangan yang kemudian dipahami dan disadari oleh individu. Dalam teori persepsi Paul A. Bell, terdapat dua sumber persepsi yaitu dari objek fisik dan individu, kemudian dari persepsi tersebut, ada yang berada dalam batas optimal dan ada pula yang melebihi batas optimal seseorang (Hernowo et al, 2024). Proses ini digambarkan melalui skema oleh Paul A. Bell sebagai berikut

(N.B : Klik buka gambar untuk mendapatkan hasil jernih)

Gambar Skema


Sumber persepsi pertama Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, menghadapi, mengamati, dan ingin memahami suatu objek fisik yang ada di lingkungannya. Setiap objek fisik pasti memiliki sifat-sifat tertentu (Patimah et al., 2024), dalam kasus tersebut persampahan di Yogyakarta yang memiliki kesan sifat bau, kotor, dan menjijikan. Kondisi ini diperburuk oleh perilaku masyarakat yang mencampur sampah organik dan anorganik, serta ketidakoptimalan pemerintah daerah dalam menangani masalah persampahan.


Sumber persepsi yang kedua pengalaman dari Menteri Lingkungan Hidup, pasti juga mempunyai sifat, pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan tertentu. Dalam kasus tersebut Menteri Lingkungan Hidup bersifat emosional, mudah tersulut amarah, dan tidak sabar. Sifat tersebut bisa berasal dari pengalamannya sebagai pejabat publik membuatnya terbiasa menghadapi tekanan kerja tinggi. Namun, Menteri Lingkungan Hidup cenderung menyampaikan kritik tanpa mempertimbangkan pendekatan persuasif yang dapat memperbaiki perilaku masyarakat maupun hubungan dengan pemerintah daerah. Meskipun Menteri Lingkungan Hidup memahami aturan dalam UU RI No. 18 Tahun 2008, yang berisikan kewajiban masyarakat untuk mengelola sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan, Menteri Lingkungan Hidup justru tidak menekankan pentingnya edukasi dan perubahan perilaku masyarakat terkait pemilahan sampah.  


Menurut teori persepsi Paul A. Bell, terdapat dua hasil dari tingkah laku coping, yaitu tingkah laku coping yang gagal dan menyebabkan stres berlanjut dan tingkah laku coping yang berhasil karena terjadi penyesuaian antara diri individu dengan lingkungannya (adaptasi) atau penyesuaian keadaan lingkungan pada diri individu (adjustment) (Warouw & Mastutie, 2014).


Kini, Menteri Lingkungan Hidup berhadapan dengan situasi baru yang mana masalah sampah di Yogyakarta sangat parah dan jauh dari harapannya. Untuk memahami lingkungan barunya, Menteri Lingkungan Hidup melakukan persepsi (Patimah et al., 2024),. Saat melihat lingkungan tersebut Menteri Lingkungan Hidup tidak mampu mengelola emosinya dengan baik. Menteri Lingkungan Hidup menunjukkan reaksi yang meletup-letup, marah, dan hanya menyalahkan pemerintah daerah atas buruknya pengelolaan sampah. Dalam kemarahannya, Menteri Lingkungan Hidup sama sekali tidak menyinggung pentingnya peran masyarakat dalam memilah sampah organik dan anorganik sebagaimana dicantumkan dalam UU RI No. 18 Tahun 2008. Padahal, pasal dalam UU tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa setiap orang wajib mengelola sampah rumah tangga secara mandiri dengan cara berwawasan lingkungan. Ketidakmampuan Menteri Lingkungan Hidup dalam menyoroti aspek perilaku masyarakat ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap akar masalah, yaitu kesadaran masyarakat yang masih rendah terkait pengelolaan sampah.  


Ketika individu merasa tidak  nyaman dengan lingkungannya Menteri Lingkungan Hidup akan berusaha mengubahnya dan aktif melakukan berbagai strategi (Rizqia et al., 2024). Dalam kasus tersebut Menteri Lingkungan Hidup mencoba memperbaiki pengelolaan sampah dengan marah-marah kepada pemda DIY, karena Menteri Lingkungan Hidup merasa pemda tidak bertanggung jawab. Namun, kritik yang tidak konstruktif tersebut memicu konflik dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X, tanpa menghasilkan langkah konkret untuk memperbaiki pengelolaan sampah. Menteri juga tidak memberikan perhatian pada edukasi masyarakat untuk memilah sampah, padahal hal ini merupakan langkah penting sesuai peraturan. Kegagalan terus-menerus untuk mengubah situasi sampah di Yogyakarta bisa menyebabkan Menteri Lingkungan Hidup merasa frustrasi dan stres dalam menghadapi tantangan ini. Dampaknya, situasi pengelolaan sampah tetap buruk, sementara kepercayaan masyarakat terhadap Menteri Lingkungan Hidup semakin berkurang.


Daftar Pustaka


Hernowo, M. I., Nirawati, M. A., & Handayani, K. N. (2024). Konsep Arsitektur Perilaku sebagai Strategi Desain pada Nitiprayan Art Center di Kampung Seni Nitiprayan. Senthong, 7(2).


Patimah, A.S., Shinta, A. & Amin Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.


Rizqia, A. G., Patimah, A. S., & Shinta, A. (2024). Psikologi Lingkungan: Pentingkah Untuk Dipelajari?. Jurnal Psikologi, 20(2), 108-112.


Warouw, H., & Mastutie, F. (2014). Mall Dan Hypermarket Di Kotamobagu (Implementasi Copying Behavior Menurut PA Bell Dalam Arsitektur). Jurnal Arsitektur Daseng, 2(3), 110-118.


0 komentar:

Posting Komentar