Ujuan Akhir Semester Genap 2019/2020
Nama : Maily Qisti Rofiq
NIM : 19310410095
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A
Berbicara di depan publik adalah
kegiatan yang selalu menyertai seseorang, tak
terkecuali mahasiswa. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa
memiliki kompetensi berbicara di depan
publik, agar dapat mendukung kelancaraan tugasnya dan memudahkan ketika akan mencari kerja nantinya. Berbicara dengan satu dua orang hal
yang mudah, tetapi berbicara di depan puluhan orang perlu kiat-kiat khusus
untuk melakukannya. Ketika berbicara di depan banyak orang, maka materi yang
disampaikan harus tersusun dengan baik dan sistematis. Sebab hal ini dapat
mempengaruhi pikiran seseorang, dan pikiran yang jermih, mood (suasana
hati) yang baik, dan kepiawaian merangkai kalimat merupakan modal utama
seseorang dapat berbicara lancar dan berhasil di depan audien. Selain itu juga
diperlukan kecerdasan berpikir dan kecekatan menalar agar dapat memberikan
argumen-argumen jitu dan meyakinkan kepada audien.
Kepercayaan diri suatu bagian dari
kehidupan yang unik dan berharga karena dengan kepercayaan diri seseorang akan
lebih berani dalam menyampaikan pendapat didepan orang banyak dan lebih percaya
dengan kemampuan yang dimilikinya. Tapi pada kenyataannya masih banyak yang belum
bisa menerapkan percaya diri terlihat ketika kesulitan dalam mengkomunikasikan
pendapat kepada orang lain, dan menghindari berbicara didepan umum karena takut
orang lain akan menyalahkannya. Orang yang memiliki kepercayaan diri
mempunyai ciri-ciri: toleransi, tidak memerlukan dukungan orang lain dalam
setiap mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis dan
dinamis, serta memiliki dorongan prestasi yang kuat.
Kurangnya kepercayaan diri ini juga dipengaruhi oleh
kecerdasan mengelola emosi yang masih belum matang. Atkinson mengungkapkan bahwa kecemasan
adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah seperti
”kekhawatiran”, ”keprihatinan”, dan ”rasa takut”, yang kadang dialami dalam
tingkat yang berbeda-beda. Begitu pula menurut Kartono, bahwa
kecemasan adalah semacam kegelisahan kekhawatiran dan ”ketakutan” terhadap
sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau di baur, dan mempunyai ciri mengazab
pada seseorang.
terdapat pengaruh signifikan dari
pengaruh kepercayaan diri dan kecerdasan emosi. semakin tinggi kepercayaan diri
dan kecerdasan emosi maka semakin tinggi hasil belajar mahasiswa. Sebaliknya
apabila semakin rendah kepercayaan diri dan kecerdasan emosi rendah pula hasil
belajar mahasiswa rendah. Padahal Komunikator (pembicara) memiliki
banyak kesempatan untuk mempengaruhi audiensnya antara lain dengan storytelling
(bercerita), body language (bahasa tubuh), tone of voice (nada suara), pauses
(jeda), visual cues atau menggunakan isyarat visual (Nikitina, 2011).
Namun, permasalahan yang dihadapi bukan hanya itu, tak jarang
seorang mahasiswa juga merasakan kecemasan berbicara di depan umum. Kecemasan tersebut memiliki
pengaruh negatif pada diri seorang mahasiswa baik ketika masih duduk di bangku
kuliah maupun ketika sudah lulus kelak. Hal tersebut dapat dipahami karena
dalam proses belajar mengajar, salah satu metode yang sering digunakan dosen
adalah diskusi, sehingga kemampuan berbicara di depan umum sangat dibutuhkan.
Seseorang dengan kecemasan berbicara di depan umum, kendati sudah lulus dan
memiliki ijazah, dimungkinkan akan mengalami kendala dalam melamar pekerjaan
tertentu, terlebih pekerjaan yang menekankan pada kemampuan atau keahlian berbicara
di depan orang banyak.
Kecemasan berkomunikasi merupakan
kecenderungan untuk mengalami kecemasan dalam waktu yang relatif lama dan
berbagai situasi yang berbeda. Kecemasan berkomunikasi merupakan bagian dari
konsep yang lebih besar dalam konsep psikologi, seperti penghindaran sosial
(social avoidence), kecemasan sosial (social anxiety), kecemasan interaksi
(interaction anxiety), dan sifat malu (shyness) yang secara umum disebut dengan
kecemasan sosial dan komunikasi (social and communication anxiety).
kecemasan sosial dan komunikasi sebagian
besar berkenaan dengan bagaimana cara kita berfikir mengenai diri kita terkait
dengan situasi komunikasi yang dihadapi. Terkait dengan pemikiran negatif,
Patterson dan Ritts mengemukakan: ”negative thinking can lead to anxious
self-preoccupation that keeps a person from considering all of the information
and cues in the environment” (Littlehohn dan Foss: 2005, 66). Hal ini menyebabkan proses pengolahan informasi yang normal terganggu,
yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungannya.
Beberapa faktor yang menyebabkan
kecemasan dalam berbicara di depan umum, cenderung menyebabkan individu yang
bersangkutan merekam di pikiran bawah sadarnya baik secara visual, auditori,
kinestetik, maupun hal-hal yang berdampak terhadap kepercayaan dirinya saat
berbicara di depan umum. Menurut
Rahmat (2009) Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai
communication apprehension. Individu yang aprehensif dalam komunikasi, akan
menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin untuk berkomunikasi, dan
hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Bila kemudian ia terpaksa
berkomunikasi, pembicaraannya seringkali tidak relevan, sebab berbicara yang
relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain, dan ia akan dituntut berbicara
lagi. Semiun Y (2006) menyebutkan ada empat
aspek yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum yaitu :
a.
Aspek suasana hati. Aspek-aspek suasana hati dalam gangguan
kecemasan adalah kecemasan, tegang, panik dan kekhawatiran, individu yang
mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman atau bencana yang
akan mengancam dari sumber tententu yang tidak diketahui. Aspek-aspek suasana
hati yang lainnya adalah depresi dan sifat mudah marah.
b.
Aspek kognitif. Aspek-aspek kognitif dalam gangguan kecemasan
menujukan kekhawatiran dan keprihatianan mengenai bencana yang diantisipasi
oleh individu misalnya seseorang individu yang takut berada ditengah khayak
ramai (agorapho) menghabiskan banyak waktu untuk khawatir mengenai hal-hal yang
tidak menyenangkan (mengerikan) yang mungkin terjadi dan kemudian dia
merencanakan bagaimana dia harus menghindari hal-hal tersebut.
c.
Aspek somatik. Aspek-aspek somatik dari kecemasan dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu pertama adalah Aspek-aspek langsung yang
terdiri dari keringat, mulut kering, bernapas pendek, denyut nadi cepat,
tekanan darah meningkat, kepala terasa berdenyut-denyut, dan otot terasa
tegang. Kedua apabila kecemasan berkepanjangan, Aspek-aspek tambah seperti
tekanan darah meningkat secara kronis, sakit kepala, dan gangguan usus
(kesulitan dalam pencernaan, dan rasa nyeri pada perut) dapat terjadi.
d.
Aspek motor. Orang-orang yang cemas sering merasa tidak
tenang, gugup, kegiatan motorik menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya
jari-jari kaki mengetuk-mengetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi
secara tiba-tiba. Aspek-aspek motor ini merupakan gambaran rancangan kognitif
dan somatik yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi diri
dari apa saja yang dirasanya mengancam
Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu,
1996) memberi pengertian relaksasi (otot) sebagai usaha mengajari seseorang
untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan
tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama, seperti
tangan, muka, leher, dada, bahu, punggung dan perut, dan kaki. Dengan melakukan
relaksasi, maka reaksi-reaksi fisiologis yang dirasakan individu akan semakin
berkurang, sehingga ia akan merasakan rileks. Sedangkan reaksi-reaksi
psikologis dilakukan dengan menghilangkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan
negatif ketika berbicara di depan umum.
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli
di Amerika menunjukkan bahaa Terapi Perilaku Kognitif efektif untuk mengurangi
depresi (Dobson, 1989) dan meningkatkan harga diri dan kompetensi sosial pada
anak-anak yang agresif (Lochman. 1992). Penelitian yang dilakukan oleh Utami
(1991 ) yang membedakan antara Terapi Kognitif dan Relaksasi pada mahasiswa
yang rnengalarni kecemasan berbicara di muka umum, menunjukkan bahwa kedua
terapi tersebut sama-sama efektif dalarn menurunkan kecernasan mereka
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuni, s. (2014). Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan kecemasan Berbicara di Depan
Umum pada Mahasiswa Psikologi.
eJournal Psikologi, 2(1), 2014: 50-64.
Bukhori, B. (2016). Kecemasan Berbicara di Depan Umum di Tinjau dari Kepercayaan Diri dan Keaktifan dalam Organisasi Kemahasiswaan. Jurnal Komunikasi Islam, 06(01), Juni 2016, 2088-6314.
Indriawati, P. (2018). Pengaruh Kepercayaan Diri dan Kecerdasan
Emosional Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa FKIP Universitas Balikpapan. Dimensi,
7(1), Maret 2018, 2085-9996.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss. (2005). Theories Of Human Communication. Thomson Wadsworth.
Setianingrum, A. A., Yusmansyah, & Shinta, M. (2013). Upaya Mengurangi Kecemasan Berbicara di Depan Umum Menggunakan teknik Relaksasi. Jurnal Bimbingan Konseling.
Oktavianti, R. & Farid, R. Belajar Public Speaking Sebagai Komunikasi yang Efektif. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 2(1), Mei 2019, Hal. 117-122, 2620-7710.
Utami, D. D., Yuni, S. & Amestia, P. P. (2017). Kapsul Motivasi Meningkatkan Kepercayaan Diri Mahasiswa. Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di Era Revolusi Informasi, ISBN: 978-602-361-068-6.
Utami, M. S. (1991). Efektivitas Relaksasi dan Terapi Kognitif untuk Mengurangi Kecemasan Berbicara Di Muka Umum. Berkala Penelitian Pasca Surjana UGM, 4 (2A), 3 11-32 1.
Purnamaningsih, E. H. & Muhana, S. U. (1998). Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif Unutk Mengurangi Kecemasan Berbicara di Muka Umum. Jurnal Psikologi, No. 1, 1998, 1,65-76.
0 komentar:
Posting Komentar