Trias Sabila Rahmah
19310410036
Mata Kuliah :
Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Dr.
Arundati Shinta, MA
Topik bullying tidak pernah habis
dari masa kemasa. Setiap tahun selalu ada kasus-kasus baru tentang perilaku
peserta didik yang diketegorikan sebagai perilaku menyimpang, dilakukan secara
sengaja dengan niat untuk melemahkan korban, mempermalukan, dan dilakukan
berulang-ulang (Sari dan Azwar, 2017).
Bullying adalah bentuk-bentuk
perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik
terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau
sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa
juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power
(kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan
dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancan oleh
bully. (Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita,
2005 ; 8, dalam Ariesto 2009).
Menurut Carroll (dalam Zakiyah,
dkk 2017), terdapat empat faktor yang mempengaruhi remaja melakukan tindakan
beresiko. Faktor tersebut adalah faktor individu, keluarga, peer group, dan
faktor komunitas. Pelaku bullying, bila dikaitkan dengan teori tersebut, bisa
dipengaruhi oleh lemahnya keterampilan sosial bully karena rasa simpati dan
empati yang rendah dan memiliki tabiat yang menindas. Keluarga juga dapat
menjadi faktor seorang remaja menjadi bully. Misalnya, buruknya hubungan anak
dengan orang tua. Remaja bisa jadi kehilangan perhatian di rumah sehingga dia
mencari perhatian di sekolah dengan menunjukkan kekuasaannya terhadap seseorang
yang dianggap lebih lemah dari pada dirinya. Selain itu, kekerasan yang
dilakukan di rumah terhadap anak bisa jadi salah satu alasan mengapa seseorang
menjadi bully. Pelaku bullying melakukan penindasan sebagai pelarian di
lingkungan rumah yang selalu menindasnya dan membuat dia tidak berdaya
(Zakiyah, dkk 2017).
Bullying dapat berpengaruh buruk
terhadap kesehatan fisik maupun mental. Hal ini terjadi pada korban bullying.
Kondisi psikologis korban bullying akan mengalami trauma, rasa trauma tersebut
mengakibatkan si anak tidak ingin bertemu dengan temannya yang telah
membully-dirinya. Jika dilihat dari dampak sosial yang dialami oleh korban
bullying sudah terlihat jelas bahwa korban menjadi tidak percaya diri dan
menutup diri dari lingkungan sosialnya dan menghindari untuk bertemu dengan
pelaku yang mem-bully nya (Novalia, 2016).
Ketika tindakan bullying terjadi
pada mereka baik verbal, fisik, maupun psikologis/mental, korban akan mengalami
sejumlah gangguan psikologis. Korban bullying tercatat mengalami gejala
depresi, kecemasan, serta pemikiran bunuh diri. Korban bullying cenderung
mengalami emotionally withdrawn, sensitif, rasa marah yang meluap-luap,
penurunan prestasi akademik, cenderung menghindari interaksi sosial, bahkan
mengalami penarikan sosial sehingga ia tidak mampu berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Selain dampak-dampak psikologis tersebut, dampak fisik
juga tidak jarang terjadi pada korban bullying. Beberapa diantaranya terkait
psikosomatis seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, palpitasi,
nyeri kronis, gelisah karena bermasalah dengan tidur, serta rasa tidak aman
ketika berada pada lingkungan yang berpotensi besar terjadi bullying.
Tindakan bullying merupakan
tindakan yang merugikan. Tidak hanya merugikan korban, tindakan bullying juga
merugikan bagi si pelaku. Pelaku bullying di usia remaja rentan terhadap
masalah-masalah psikologi jangka panjang dan akan terbawa hingga dewasa jika
tidak ditangani dengan tepat. Pelaku berisiko tumbuh menjadi seorang dewasa
yang tidak bahagia. Ditambah lagi, pelaku bullying rentan mengalami
masalah-masalah psikologis seperti masalah pengendalian emosi sehingga ia akan
kesulitan membangun relasi/hubungan sosial maupun hubungan romantis.
Sebagai pelaku Pendidikan dan
masyarakat umum, sudah sepatutnya kita mulai memberi perhatian lebih terhadap
adanya faktor-faktor yang beresiko terjadi tindakan bullying. Dalam lingkup
keluarga dan sekolah, orang tua dan guru perlu menanamkan konsep diri yang
matang, kepercayaan diri yang kuat, keterampilan sosial yang baik, banyak
mendengarkan pendapat anak, komunikasi yang berkualitas, budaya sekolah yang
berorientasi pada pembelajaran, kelompok belajar yang positif. Bagi masyarakat
tentu bisa berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman, suportif dan
mengarah ke hal-hal yang positif. Orang tua, guru dan masyarakat hendaknya
bersama-sama berperan dalam kehidupan sekolah anak-anak untuk menghindari
terjadinya tindakan bullying yang merugikan.
Daftar Pustaka :
Ariesto, A. (2009). Pelaksanaan Program Antibullying Teacher
Empowerment. Retrieved Juni 15, 2019, from http://lib.ui.ac.id/
Sari, Y, P; Azwar, W. 2017. FENOMENA BULLYING SISWA: STUDI
TENTANG MOTIF PERILAKU BULLYING SISWA DI SMP NEGERI 01 PAINAN, SUMATERA BARAT.
Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 10 (2).
Zakiyah, E; Humaedi, S; Meilanny, B. 2017. FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI REMAJA DALAM MELAKUKAN BULLYING. Jurnal Penelitian & PPM Vol
4, No: 2.
0 komentar:
Posting Komentar