TEORI BEHAVIORISTIK
I R W A N T O
NIM. 163104101125
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Behaviorisme adalah salah satu cabang
dari ilmu psikologi yang membahas tentang perilaku melalui stuimulus respon,
yang menyatakan semua perilaku yang ada pada diri manusia berdasarkan sebab.
Aliran behaviorisme tidak mempercayai dengan adanya alam bawah sadar dan
analisis jiwa manusia berdasarkan subjektif. Aliran ini lahir menentang inropeksionisme dan
psikoanalis. Behaviorisme lebih beorientasi kepada hal-hal yang nampak dari
pada unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata. Bahkan aliran behaviorisme
melangkah lebih jauh dari fisionalisme yang masih mengakui adanya jiwa.
Dalam pembahasan makalah ini akan dibahas bagaimana sejarah
munculnya perkembangan behavioristik yang muncul untuk menentang aliran
psikologi analis dan intropeksionisme,
kemudian tokoh-tokoh yang terdapat dalam behaviorisme, jurnal aktual mengenai
behavioristik, konsep manusia menurut pandangan behavioristik, dan pandangan
islam terhadap behavioristik. Behavioristik sendiri memiliki teori yang
berbeda-beda dari tokoh-tokoh behavioristik, yaitu pengkondisian klasikal dan
teori perilaku awal, pengkondisian
operan dan teori perilaku selanjutnya,
dan teori belajar sosial.
Dalam penelitian psikologi
tokoh-tokoh behavioristik menggunakan hewan sebagai eksperimen, seperti hewan
tikus, anjing, burung, dst. Dari hasil tersebut merekajuga mengamati perilaku
manusia berdasarkan stimulus-respon yang mereka uji terhadap hewan. Beranjak
dari eksperimen
juga tokoh-tokoh behavioristik menyatakan bahwa perilaku dapat dikontrol
melalui stimulus-respon.
Walaupun
ilmu psikologi telah dikemukakan sejak masa hidup Aristoteles, namun ilmu ini
tidak memiliki cabang formal hingga abad ke-18. Adalah Wilhelm Wundt, seorang
ahli biologi Jerman, yang membangun sebuah laboratorium psikologi di Leipzig
pada tahun 1879 (Lahey, 2007).
Terdapat banyak tokoh yang menggagas psikologi sebelum Wundt, namun pembangunan
laboratorium Wundt tidak hanya menjadi pusat penelitian psikologi namun
berhasil memancing ketertarikan para ilmuwan terhadap topik tersebut.
Dalam
laboratorium psikologinya, Wundt
banyak melakukan penelitian tentang respon manusia terhadap obyek-obyek
audiovisual. Wundt percaya bahwa metode paling mendasar dari psikologi adalah
dengan mempelajari diri (Wilcox, 2012).
Penelitian tersebut, yang mana hanya mempelajari respon fisik manusia terhadap
satu variabel, dikembangkan oleh para psikolog behavioris sebagai metode
penelitian mereka.
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme ingin menganalisis hanya
perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia rasional atau emosional,
behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku dikendalikan oleh faktor
lingkungan (Sumanto, 2014).
Pada
tahun 1900an, Max Wertheimer, seorang professor psikologi dari universitas
Frankfurt, mengemukakan teori Gestalt atau keseluruhan. Wertheimer dan
sekumpulan psikolog mazhab gestalt berpendapat bahwa manusia tidak bisa
diteliti hanya melalui satu atau dua jenis elemen saja, namun harus dilihat
dari keseluruhan variabel stimulus. Para psikolog Gestalt menjelaskan teorinya
ini dengan efek cahaya. Dikatakan bahwa apabila seseorang menerima dua macam
respon cahaya yang sangat cepat maka alih-alih orang tersebut melihat dua macam
cahaya, penglihatannya hanya mampu menangkap satu jenis cahaya yang bergerak (Lahey, 2007).
Sebelum
istilah behaviorisme dipopulerkan oleh John Watson di Amerika, Ivan Pavlov
telah melaksanakan penelitiannya terhadap perilaku hewan yang dikenal sebagai classical conditioning. Pavlov memulai
penelitian karena terganggu dengan kebiasaan anjingnya yang selalu meneteskan
liur tiap kali dia pulang. Gangguan itu membuat Pavlov merasa perlu untuk
mengubah kebiasaan anjingnya yang mengganggu tersebut, dan melatihnya untuk
hanya mengeluarkan liur ketika mendengar suara lonceng yang menandakan waktu
makan (Lahey, 2007). Metode
pengkondisian klasikal (classical
conditioning) ini ialah memaksakan suatu kondisi baru untuk mengubah
kebiasaan yang tidak dikehendaki obyek dan menggantinya dengan kebiasaan alternatif.
Walaupun
penelitian terhadap perilaku dan respon telah banyak dilakukan sebelumnya baik
oleh Wundt maupun Pavlov, namun mazhab
behaviorisme sendiri baru dimunculkan oleh John Watson di tahun 1913 (Jarvis, 2010). Sangat
terpengaruhi oleh penelitian classical
conditioning. Watson mengemukakan bahwa segala perilaku manusia baik itu
emosi maupun kegiatan fisik sebenarnya hanyalah ilusi dari stimulus dan respon
terhadapnya (Jarvis, 2010). Pernyataan
itu bisa diartikan sebagai bentuk penolakan Watson untuk mengakui keberadaan
jiwa dan kesadaran manusia.
Berbeda
dengan Watson, B. F. Skinner sama sekali tidak membahas tentang pikiran ketika
mengemukakan teorinya yang disebut operant
conditioning. Skinner berpendapat bahwa kegiatan mental pikiran manusia,
yang pasti ada, merupakan ranah privasi yang tidak seharusnya digunakan sebagai
obyek penelitian publik. Agak mirip namun berbeda dengan teori Pavlov, Skinner
mengatakan bahwa pembelajaran adalah konsekuensi dari perilaku (Jarvis, 2010). Bahwa
perilaku mendatangkan akibat,
entah itu baik atau buruk, yang membuat manusia dan hewan belajar
langkah-langkah apa yang dapat mendatangkan konsekuensi yang disebut penguat
atau penghukum (Jarvis, 2010). Yang
dimaksud penguat di sini ialah konsekuensi positif menurut sudut pandang obyek,
sedangkan penghukum adalah konsekuensi yang merugikan menurut sudut pandang
obyek.
Teori psikologi behaviorisme terakhir adalah
teori psikologi sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori ini
menyatakan bahwa proses perilaku dapat dipengaruhi oleh lingkungan sebagai
konsekuensi dari kegiatan meniru. Bandura menyatakan bahwa yang paling
berpengaruh bagi seseorang
ialah contoh yang didapat dari pembelajaran sosial, baik dari komunitas maupun
budaya sosial (Lahey, 2007).
Sayangnya ada banyak ilmuwan yang berpendapat bahwa teori psikologi sosial ini
bukan bagian dari mazhab behaviorisme karena Bandura memasukkan aspek pikiran
ke dalam penelitiannya (Jarvis, 2010).
Tokoh-Tokoh yang Berpengaruh dalam Psikologi
Behaviorisme
Ada
banyak sekali tokoh yang meneliti perilaku manusia berdasarkan metodologi
penelitian perilaku. Metode behaviorisme sendiri, seperti yang diceritakan pada
bab sebelumnya, adalah metode pertama yang dilakukan oleh para peneliti
psikologi saat pertama kali cabang ilmu ini memisahkan diri dari filsafat.
Kemudian hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun telah muncul banyak tokoh yang
mengemukakan penelitiannya tentang perilaku manusia. Di antara sekian tokoh
tersebut yang paling berpengaruh dalam penelitian perilaku adalah sebagai
berikut:
1. Wilhelm Maximillian Wundt (1832-1920)
a. Biografi
Lahir
pada 16 Agustus 1832 di Neckarau, Baden, sebuah kota yang tidak terlalu
terkenal di Jerman. Saat Wilhelm muda menginjak usia 19 tahun, dia menempuh
studi kedokteran di Universitas Heidelberg dan memulai karir akademisnya pada
tahun 1865 dengan menulis buku tentang fisiologi manusia (Irawan, 2015).
Wundt
mendapatkan gelarnya sebagai ‘Bapak Psikologi’ akibat usahanya untuk memisahkan
Psikologi menjadi cabang sains sendiri yang terpisah sepenuhnya dari filsafat.
Untuk itu dia kemudian membangun laboratorium psikologi di universitas Leipzig.
Tentu saja, proses pemisahan psikologi ini tidak terjadi dengan lancar tanpa
hambatan. Seperti banyak penemuan fenomenal lainnya, Wundt juga mendapat
tantangan dari banyak pihak. Namun tentu saja, usahanya tidak hanya berhasil
memisahkan Psikologi dari filsafat, tapi juga menjadi akar pertama berbagai
cabang psikologi lainnya seperti behaviorisme.
b. Psikologi Strukturalisme
Psikologi
strukturalisme yang dikemukakan oleh wundt terfokus pada rasa, atau reaksi,
yang diterima oleh indera manusia terhadap stimulus yang diberikan.
Ketertarikan Wundt dan para muridnya terhadap elemen dasar kesadaran manusia,
dan bagaimana elemen-elemen itu bereaksi inilah yang membuat psikologi Wundt dinamakan
strukturalisme (Lahey, 2007). Di
masa depan, penelitian ini akan mendapatkan kritik dari psikolog mazhab gestalt.
2. Mark Wertheimer (1880-1943)
a. Biografi
Lahir di
kota Praha, Austria, pada 15 April 1880 (sekarang menjadi ibukota Czech
Republik) di tengah-tengah keluarga yang disegani (Irawan, 2015). Beliau
adalah seorang professor di universitas Frankfurt. Pada awal abad ke 19,
bersama dengan Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler, bersama-sama mendirikan mazhab
gestalt.
b. Psikologi Gestalt
Makna
dari gestalt disini adalah keseluruhan, yang mana bisa ditafsirkan bahwa
kesadaran manusia tidak dapat dijelaskan dalam elemen mentah yang terpisah. (Lahey, 2007)maksudnya
adalah reaksi manusia tidak dapat dinilai hanya dari pengaruh stimulus terhadap
indera.
3. John B. Watson (1878-1958)
a. Biografi
Pendiri
mazhab behaviorisme. Lahir di Carolina selatan pada 9 januari 1878, Watson
menempuh perguruan tingginya di usia 16 dan meraih gelar master di usia 21 tahun di Furman University
Greenvile (Irawan, 2015).
Melalui Watsonlah teori-teori Ivan Pavlov terkenal di dunia barat sebagai
bagian dari behaviorisme.
b. Behaviorisme
Teori
psikologi Watson sangat terpengaruh oleh penelitian-penelitian classical conditioning Ivan Pavlov.
Seperti Pavlov, Watson setuju bahwa hikmah dari penelitian classical conditioning jauh lebih dalam dari sekedar membuat seekor
anjing meneteskan liur melainkan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku
manusia (Lahey, 2007).
4. Ivan Pavlov (1849-1936)
a. Biografi
Nama
lengkapnya adalah Ivan Petrovich Pavlov. Lahir di Ryazan, Rusia, pada 26
September 1849 dari sebuah keluarga pendeta miskin. Mempelajari fisiologi hewan
di Universitas St. Petersburg, Leningrad, sekaligus mempelajari medis di
akademi medis militer Rusia (Irawan, 2015).
b.
Classical Conditioning system
Metode classical conditioning Pavlov
mendapatkan pujian sebagai dasar utama teori behaviorisme yang di kemudian hari
akan dikemukakan oleh Watson di benua seberang. Penelitian Pavlov dilakukan
terhadap perilaku anjing yang meneteskan liurnya ketika menginginkan sesuatu.
Pavlov menyadari bahwa anjingnya sendiri kerap meneteskan liur ketika
melihatnya datang, atau membawa mangkuk makanan (Lahey, 2007).
Fenomena tersebut kemudian menjelaskan fenomena sederhana dari fenomena
pembelajaran, bahwa pembelajaran dapat dikondisikan dan bahwa melalui
pengalaman sebuah kebiasaan baru bisa terbentuk.
5. B. F. Skinner (1904-1990)
a. Biografi
Lahir di
Pennsylvania pada 20 Maret 1904, Burrhus Frederic Skinner adalah professor
psikologi di Havard University. Teorinya, operant
conditioning, mengantarkannya untuk menjadi seorang pelopor teori
behaviorisme radikal terbesar sepanjang masa (Irawan, 2015).
b. Behaviorisme Radikal
Berbeda
dengan teori classical conditioning Pavlov yang mengembangkan fenomena terpengaruh
stimulus, operant conditioning lebih mirip pembelajaran berdasarkan pengalaman
atau ingatan. Skinner secara khusus membedakan perilaku menjadi dua, yakni
perilaku yang dituntut (respondet behaviour) yang bersifat refleks dan perilaku
operan (operant behaviour) yang muncul sebagai konsekuensi kegiatan belajar (Jarvis, 2010).
6. Albert Bandura (1925-)
a. Biografi
Lahir di
Alberta, Kanada, Bandura adalah seorang professor ilmu psikologi social di
Stanford University. Beliau terpilih menjadi president of American
Psychological Association (APA) dan telah menerima banyak penghargaan dan
kehormatan hingga sekarang (Irawan, 2015).
b. Teori
Belajar Sosial
Menurut (Kleinman, 2012) terdapat tiga konsep dasar dari teori
belajar sosial Albert Bandura:
a)
A person can learn behavior through observation.
b)
The mental state is an important aspect to learning.
c)
Learning does not mean that a behavior will necessarily
change.
Konsep
Manusia dalam Pandangan Behaviorisme
Faktor
utama dalam konsep behaviorisme adalah perilaku yang terlihat dan penyebab luar
yang menstimulasinya. Skinner menekankan pentingnya kontrol terhadap perilaku.
Menurutnya, “Jika ilmu pengetahuan dapat menyediakna cara untuk mengontrol
perilaku, kita dapat memastikan dan mengidentifikasikan penyebabnya”. Sifat dan
faktor penentu internal lain yang mempredeksi dan menjelaskan perilaku bukanlah
mengontrol. (Hidayat, 2011).
Behaviorisme
memandang manusia sangat mekanistik, karena menganalogikan manusia seperti
mesin. Konsep mengenai stimulus-respons seolah-seolah menyatakan bahwa manusia
akan bergerak atau melakukan sesuatu apabila
ada stimulasi. (Hidayat, 2011)
Pandangan
behaviorisme dalam psikologi paling baik dipahami melalui cara analogi.
Perhatikan bagaimana kita memikirkan tentang anatomi dan fisiologi manusia.
Masuk akal untuk memandang tubuh sebagai suatu mesin. Seperti mesin-msein yang
kompleks, tubuh merupakan sekumpulan , mekanisme
(hati, paru-paru kelenjar keringat, dan sebagainya) (Pervin, 2012).
Para
ahli behaviorisme memandang manusia mirip dengan mesin. Bagi B. F. Skinner,
tokoh terbesar dan paling berpengaruh dalam behaviorisme, hal menarik tentang
mesin adalah bahwa manusia telah menciptakan mesin dalam gambaran diri mereka
sendiri. Ketika berupaya membangun suatu ilmu tentang manusia, para ahli
behaviorisme berasumsi bahwa manusia dapat dipandang sebagai kumpulan mekanisme
seperti mesin. Para ahli behaviorisme mengeksplorasi bagaimana
mekanisme-mekanisme ini dipelajari, yaitu bagaimana mereka berubah sebagai
reaksi dari input lingkungan. (Pervin, 2012)
Penjelasan
B.F Skinner “Penyebab” Populer Perilaku yaitu setiap peristiwa mencolok yang
bertepatan dengan perilaku manusia kemungkinan ditangkap sebagai suatu sebab.
Perilaku dalam istilah strukutur individu. Proporsi tubuh, bentuk kepala, warna
mata, kulitatau rambut, tanda-tanda di telapak tangan, dan fitur-fitur wajah dikatakan
menjadi penentu apa yang akan dilakukan seseorang. Secara keseluruhan
didekatkan dalam bahasa kita memengaruhi kita praktik kita dalam berhubungan
dengan perilaku manusia. Suatu tindakan spesefik tidak mungkin tidak pernah
diprediksi dari bentuk fisiknya, meski tipe kepribadian yang berbeda-beda
menyatakan secara tidak langsung kecenderungan untuk berperilaku dalam
cara-cara yang berbeda-beda, sehingga tindakan spesifik diduga terpengaruh.
Korelasi antara perilaku struktur tubuh didemonstrasikan, tidak selalu jelas,
mana yag menyebabkan yang mana. Orang-orang gemuk dalam beberapa hal berada
dalam keberadaan yang kurang beruntung, dan mereka mungkin mengembabangkan
perilaku periang sebagai teknik khusus untuk berkompetesi. Orang-orang periang
mungkin tumbuh gemuk karena mereka bebas dari gangguan emosional yang mendorong
orang lain terlalu banyak bekerja atau mengabaikan diet atau kesehatan mereka.
Orang-orang gemuk mungkin periang karena mereka sukses dalam memuaskan
keperluan-keperluan mereka melalui makan yang berlebihan. Ketika ciri-ciri
fisik dapat diubah, kita harus bertanya manakah yang lebih dahulu muncul,
perilaku atau ciri fisik.(Skinner, 2013)
Skinner
secara konsisten menyatakan bahwa tingkah
laku
paling baik dapat diteliti dengan menyelidiki bagaimanakah tingkah laku itu
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa anteseden. Argumen ini dapat diterima
oleh banyak psikolog. Skinner juga mengemukakan bahwa dalam analisis fungsional
tingkah laku tidak perlu berbicara mengenai mekanisme-mekanisme yang beroperasi
didalam diri organisme. Ia yakin bahwa tingkah laku dapat diterangkan dan dikontrol
semata-mata dengan memanipulasi lingkungan di mana organisme yang bertingkah
laku itu berada, dan bahwa tidak perlu memisahkan organisme dari lingkungan
atau menarik kesimpulan-kesimpulan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam diri oragnisme. (Lindzey, 2013).
Skinner menghindari konsep-konsep
struktural, ia hanya memperlihatkan sedikit perasaan tidak suka pada
konsep-konsep dinamik atau konsep-konsep motivasi. Ia mengaku bahwa seseorang
tidak selalu memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan kadar yang sama
walaupun berada dalam suatu situasi yang tetap, dan ia yakin bahwa pengakuan
umum tentang hal ini merupakan alasan pokok bagi perkembangannya konsep kita
tentang motivasi. (Lindzey, 2013).
Asumsi bahwa seluruh tingkah laku
berjalan menurut hukum jelas mengandung implikasi tentang kemungkinan
mengontrol tingkah laku yang dibutuhkan adalah memanipulasi kondisisi-kondisi
yang mempengaruhi atau yang mengakibatkan perubahan tingkah laku dapat terjadi
perbedaan pendapat mengenai soal apakah control memiiki implikasi pemahaman
atau penjelasan, tetapi pada tataran yang semata-mata praktis, Skinner lebih
suka menggunakan istilah kontrol karena artinya jelas. Skinner yakin bahwa
suatu analisis fungsional adalah cara yang paling tepat. Analisis
fungsional menurut Skinner tidak lain adalah analisis tentang tingkah laku
berdasarkan hubungan sebab akibat, di mana sebab-sebab itu sendiri bersifat
dapat dikontrol, yakni stimulus-stimulus deprivasi-deprivasi, dan seterusnya (Lindzey, 2013).
Beberapa penjelasan kausal
tingkah laku yang biasa digunakan dan yang bersandar pada peristiwa-peristiwa
internal sebagai anteseden dalam suatu hubungan sebab-akibat. Bayangkan seorang
laki-laki memasuki restaurant, dengan cepat ia memanggil pelayan, dan memesan
roti bakar. Ketika roti bakar itu disajikan ia memakannya dengan lahap, tanpa
berhenti untuk menjawab sapaan yang ditujukan kepadanya. Kita bertanya mengapa
orang itu makan? Salah satu penjelasan umum tentang tingkah lakunya ialah bahwa
ia lapar. Tetapi bagaimana kita tahu bahwa orang itu lapar? Kita hanya tahu bahwa
orang itu melakukan sejumlah aktivitas yang cenderung saling dihubungkan dan
yang cenderung terjadi mengikuti jenis-jenis kondisi lingkungan yang sama.
Namun dengan menggunakan penjelasan ini kita tidak mengenali peristiwa lapar
yang merupakan anteseden terhadap makan; melainkan, tindakan makan yang
dilakukan tergesa-gesa itu merupakan bagian dari apa yang kita sebut lapar.
Istilah “lapar” mungkin sekedar menggambarkan kumpulan akitivitas yang
berhubungan dengan suatu variabel bebas yang diketahui (menghabiskan makanan),
sama seperti istilah “bermain baseball” adalah istilah yang dipakai untuk mencakup atkivitas-ktivitas melempar, memukul
bola dan sebagainya (Lindzey, 2013).
KESIMPULAN
Behaviorisme lahir sebagai
reaksi terhadap introspeksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme hanya
melihat perilaku yang tampak dan dapat diukur saja. Mazhab ini dimunculkan oleh
John Watson di tahun 1913 yang akar teorinya sudah didahului oleh Wundt dan
Pavlov.
Beberapa tokoh dari
psikologi behavioristik adalah: Pertama,
Wilhelm
Maximillian Wundt (1832-1920) dengan strukturalismenyayang terfokus pada rasa, atau reaksi, yang diterima
oleh indera manusia terhadap stimulus yang diberikan. Kedua, Mark Wertheimer
(1880-1943) yang mengatakan bahwa reaksi
manusia tidak dapat dinilai hanya dari pengaruh stimulus terhadap indera. Ketiga, John B.
Watson (1878-1958). Keempat, Ivan Pavlov (1849-1936) dengan teori classical conditioningnya. Kelima,
B. F.
Skinner (1904-1990) dengan operant conditioningnya. Kelima, Albert
Bandura dengan teori belajar sosialnya (modelling).
Manusia dalam pandangan behaviorsime sangat mekanistik
dan seperti mesin. Konsep mengenai stimulus-respons seolah-seolah menyatakan
bahwa manusia akan bergerak atau melakukan sesuatu apabila ada stimulasi.Sementara itu, dalam psikologi Islami lebih kompleks
dalam melihat manusia. Jika ditinjau dari psikologi Islam, maka konsep manusia dalam behaviorisme merupakan
sebagian kecil dari keseluruhan sistem struktur psikis manusia, yaitu jism.
Behaviorisme tidak masuk dalam aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Badri, M. B. (1989). Dilema Psikolog Muslim.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Baharuddin. (2007). Paradigma Psikologi Islami Studi
tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Boeree, G. (2016). Personality Theories. Jogjakarta:
PRISMASOPHIE.
Hidayat, D. R. (2011). Psikologi Kepribadian Dalam
Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Irawan, E. N. (2015). Buku Pintar Pemikiran Tokoh-Tokoh
Psikologi dari Klasik sampai Modern. Bantul: IRCiSoD.
Jarvis, M. (2010). Teori-Teori Psikologi : Pendekatan
Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Bandung:
Penerbit Nusa Media.
Jarvis, M. (2015). Teori-Teori Psikologi Pendekatan
Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia. Bandung:
Nusa Media.
Jerry Chih-Yuan Sun, C.-Y. K.-T.-L. (2017). Exploring
Learners' Sequential Behavioral Patterns, Flow Experience, and Learning
Performance in an Anti-Phishing Educational Game. Journal of Educational
Technology Society, Vol. 20. No. 1, 45-60.
Kate A. Levin, J. K. (2012). Adolescent Risk Behaviours and
Mealtime Routines: Does Family Meal Frequency Alter the Association between Family
Structure and Risk Behaviour. Health Education Research, 23-45.
Kleinman, P. (2012). PSYCH 101 Psychology Facts, Basics,
Statistics, Tests, and More! United States of America: Adams Media.
Lahey, B. B. (2007). Psychology : an Introduction, 9th
edition. New York: McGrawl-Hill.
Lindzey, C. S. (2013). Psikologi Kepribadian 3
Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: PT Kanisius.
Mohd Nurdin Rumaizah, R. T. (2012). Transparansi
Initiatives (TI) In Construction: The Social Psychology Of Human Behaviours. Procedia
Social And Behavioral Sciences, 350-360.
Nur, M. A. (2009). Islam & Pembelajaran Sosial.
Malang : UIN-Malang Press.
Pervin, D. C. (2012). Kepribadian Teori dan Penelitian .
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Skinner, B. F. (2013). Ilmu Pengetahuan dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Sumanto. (2014). Psikologi Umum. Yogyakarta: CAPS
(Center of Academic Publishing Service).
Susan P. Harvey, K. L. (2017). The Effects of Physical
Activity on Learning Behaviors in Elementary School Children: a Randomized
Controlled Trial. Contemporary School Psychology, 1-10.
Vranceanu, S. J. (2017). Experimental Evidence on Gender
Differences in Lying Behaviour. Reveu Economque, 859-873.
Wilcox, L. (2012). Psikologi Kepribadian : Analisis
Seluk-Beluk Kepribadian Manusia. Yogyakarta: IRCiSoD.
0 komentar:
Posting Komentar