Psikologi Humanistik
I R W A N T O
NIM. 163104101125
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Psikologi humanistik dimulai di Amerika
Serikat dan Eropa pada tahun 1950-an, dan terus menerus tumbuh dalam jumlah
pengikut maupun dalam lingkup pengaruhnya.
Psikologi humanistik lahir dari
ketidakpuasan terhadapa jalan yang ditempuh oleh psikologi pada awal abad
ke-20. Ketidakpuasan itu terutama tertuju pada gambaran manusia yang dibentuk
oleh psikologi modern, suatu gambaran yang partial, tidak lengkap dan satu
sisi. Para tokohnya merasa bahwa psikologi, terutama psikologi behavioristik,
menjadi “mendehumanisasi” yakni, meskipun menunjukkan keberhasilan yang
spetakuler dalam area-area tertentu, gagal memberikan sumbangan yang besar
kepada pemahaman manusia dan kondisi eksistensialnya (Misiak dan Sexton, 2005)
Psikologi humanistik memperoleh
dukungan dari tokoh-tokoh psikologi amerika serikat lainnya. William James dan
G. Stanley Hall mencita-citakan psikologi ilmiah yang mengangkat dan memelihara
manusia sebagai keseluruhan dan mereka percaya bahwa psikologi perlu
menyelidiki kehidupan afektif manusia yang mendasari intelek dalam rangka
memahami kemanusiaan yang esensial dari manusia.baik James dan Hall memandang
dengan prihatin pada model manusia yang mekanomorfik yang ditonjolkan oleh
psikologi ilmiah pada zaman mereka (Misiak dan Sexton, 2005)
Dalam (Duane P. Schultz dan S. E,
Schultz) bahwa Pemikiran psikologi humanistik juga didukung atau didasari dalam psikonalisis.
Adler, Horney dan para teori kepribadian lainnya sangat tidak setuju dengan
pemikiran freud bahwa hidup kita ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang tak
sadar. Para penentang psikonalisis ini yakin bahwa kita adalah makhluk sadar
yang memiliki spontanitas dan kehemdak bebas serta dipengaruhi oleh masa kini,
masa depan, dan juga masa lalu. Para teoris ini mengaitkan kepribadian dengan
kekuatan yang kreatif yang membentuk dirinya sendiri
Bagi para psikolog humanistik ,
psikolog behavioral adalah sebuah pendekatan steril yang sempit dan artificial
terhadap hakikat manusia. mereka yakin bahwa menfokuskan pada sesuatu yang
kasat mata dapat melenyapkan sifat kemanusian. Ia mereduksi manusia ke status
yang hanya sekedar organisme dan mesin. Mereka memperdebatkan pandangan bahwa
untuk merespon kejadian-kejadian stimulus dalam hidup, maka kita berfungsi
dengan cara yang sudah ditentukan sebelumnya. Lebih jauh, para psikolog humanistik
berpendapat bahwa manusia itu lebih
kompleks daripada tikus-tikus atau robot-robot laboratarium dan tidak dapat
diobyekkan, dikuantifikasi, ataupun direduksi menjadi unit-unit stimulus-respon
(Duane P. Schultz dan S. E, Schultz).
Ditengah ketidakpuasan terhadap
psikologi behavioristik, selama tahun 1950-an muncul buku-buku dan
makalah-makalah yang menekankan person, nilai, orientasi fenomenologis
eksistensial. Diantaranya adalah makalah Maslow tentang individu yang
mengaktualisasikan diri (1950) dan bukunya yang berjudul Motivation And
Personality(1954), buku Allport yang berjudung Becoming(1955), buku Moustakas
yang berjudul The Self(1956), dan buku Gardner Murphy yang berjudul Human
Potentialities(1958). Penekanan yang sama juga terdapat dari ahli psikologi
Inggris, yang ditunjukkan ooleh penerbitan buku John Cohen yang berjudul Humanistik Psychology (1958). Pada tahun 1954, ahli
psikologi dan filsuf ilmu pengetahuan kelahiran Budapest, Egon Brunswik
(1903-1955), bekas murid Karl Buhler yang kemudian menjadi guru besar psikologi
di universitas California di Berkeley, mendesak psikologi agar membebaskan diri
dari ilmu pengetahuan alam yang nometik-reduksionis (Misiak dan Sexton, 2005)
1.
Tokoh
Psikologi Humanistik
a.
Abraham
Maslow
Abraham Harold Maslow adalah seorang psikolog amerika serikat yang oleh banyak dijuluki
sebagai bapak psikologi humanistik . Ketenarannya bisa dilihat dari pengaruhnya
terhdapa ilmu humaniora, seperti geografi dan demografi. Namanya menjadi
terkenal setelah merumuskan teori hierarki kebutuhan, yakni sebuah konsep
kesehatan psikologi yang didasarkan pada pemenuhan kebutuhan bawaan sehingga
manusia dapat mengaktualisasikan diri (Misiak dan Sexton, 2005)
Maslow mengajar di Brooklyn College,
New York (1937-1951), sebelum menjadi staf Universitas Brandeis. Di Universitas
Brandeis ia menjadi guru besar psikologi, dan dari tahun 1951 sampai dengan
tahun 1961 menjadi ketua departemen psikologi. Pada tahun 1969, Maslow menjadi
pengajar pada yayasan William Price Lauglin di Menlo Park, California, tempat
ia meninggal pada tahun 1970. Maslow adalah editor pendiri Journal Of Humanistik
Psychology Dan Journal Of Transpersonal
Psychology, selain menjadi anggota dewan editor 14 jurnal lainnya. Ia
menulis sejumlah buku, beberapa diantaranya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
italia, jepang, polandia dan spanyol. Buku-bukunya yang paling dikenal dan luas
dibaca adalah Toward A Psychology Of Being (1962, edisi kedua pada tahun
1968) dan juga buku Motivation Dan Personality pada tahun yang sama (Misiak
dan Sexton, 2005).
b.
Carl
Roger
Carl Rogers lahir pada tanggal 8
januarri 1902 di Oak Park, Illinois, sebuah pinggiran Chicago, sebagai anak keempat
dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insiyur teknik sipil yang sukses.Sedangkan
ibunya adalah seorang ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Dia langsung
masuk sd karena sudah bisa membaca sebelum . Saat Carl berusia 12 tahun,
keluarganya pindah ke sebuah daerah pertanian 30 mil sebelah timur Chicago, dan
ditempat inilah ia menghabiskan masa remajanya. Dengan pendidikan yang keras
dan kegiatan yang padat, kepribadian carl agak terisolasi, independen dan
disiplin (calvin s. hall dan gardner lindzey, 2015)
Dia masukUniversity of Wisconsin dan
mengambil bidang pertanian. Kemudian dia beralih mempelajari agama dan
bercita-cita menjadi penndeta. Saat itu dia juga terpilih sebagai salah seorang
dari 10 mahasiswa yang akan menghadiri “konferensi mahasiswa Kristen sedunia di
Beijing selama enam bulan. Dia menceritakan bagaimana pengalaman baru ini
memperluas pemikirannya dan dia mulai meragukan beberapa pandangan yang menjadi
dasar agama.Kehilangan tentang keagamaan merupakan persoalan psikologis, oleh karena
itu, Rogers pun kemudian masuk keprogram psikologi klinis di Columbia
university dan menerima gelar Ph. D tahun 1931. Dia mulai melakukan praktik di
Rochester society for the presention of cruelty to children, di klinik ini ia
memperlajari teori orto rank dan teknik-teknik terapi yang kemudian menjadi
langkah awal bagi pengembangan pendekatan ia sendiri.
Dia menjabat professor penuh di Negara
bagian Ohio pada tahun 1940. Tahun 1942, dia menulis buku pertamanya, Counseling
And Psychotherapy. Kemudian, tahun 1945 dia diundang untuk mendirikan pusat
konseling di university of Chicago. Saat bekerja di sinilah bukunya yang sangat
terkenal client centered therapy diluncurkan, yang memuat garis besar teorinya.
Carl Rogers seorang ahli terapi yang di didik secara psikodinamika dan peneliti
psikologi yang dididik secara teori perilaku, tetapi dia tidak sepenuhnya
merasa nyaman dengan aliran tersebut (Thorne, 1992 Dalam Matt Jarvis, 2006)
2.
Pemikirannya
Tentang Manusia
a.
Konsep
Manusia Menurut Maslow
Psikologihumanistik menganggap setiap orang memiliki keinginan
yang kuat untuk mewujudkan potensinya secara penuh guna mencapai tingkat
angkualisasi diri.Maslow menggambarkan kebutuhan manusia dalam sebuah
hierarki.Manusia harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan mendesak sebelum
memberikan perhatian kepada kebutuhan yang lebih tinggi. Model hierarki
kebutuhan manusia menunjukkan bahwa manusian hanya akan terpenuhi satu tingkat
pada suatu waktu. Maslow menerbitkan teori tentang hierarki kebutuhan manusia
pada tahun 1943 (Eka Nova Irawan, 2015).
Menurut Maslow, ketika manusia telah
memenuhi kebutuhannya dalam hierarki paling puncak, pada akhirnya ia dapat
mencapai akrualisasi diri. Oleh karena itu, aktualisasi bukanlah hasil yang
diperoleh secara otomatis, melainkan pemenuhan kebutuhan secara bertahap.Hierarki
kebutuhan manusia yang diidentifikasi oleh Maslow biasanya digambarkan dalam
sebuah piramida. Dalam (Eka Nova Irawan, 2015), hierarki kebutuhan menutut Maslow
dijekaskan sebagai berikut:
·
Bagian
piramida paling bawah (tingkat pertama) adalah kebutuhan dasar atau fisiologis
yang meliputi makan, minum, tidur dan seks.
·
Tingkat
berikutnya (kedua) adalah kebutuhan akan keselamatan, keamanan, ketertiban
serta stabilitas.
·
Tingkat
ketiga adalah kebutuhan akan cinta dan rasa berada diranah psikologis
·
Berikutnya
adalah tingkat kebutuhan terhadap penghargaan.
·
Tingkat
kelima adalah kebutuhan kognitif
·
Tingkat
keenam adalah kebutuhan estetik
·
Bagian
puncak piramida (tingkat ketujuh) adalah kebutuhan aktualisasi diri.
Dalam (Misiak Dan Sexton, 2005), Maslow
menguraikan lima kebutuhan bertingkat; kebutuhan-kebutuhan fisiologis,
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan
akan rasa harga diri dan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Jika kebutuhan
yang satu telah terpuaskan, maka kebutuhan lain yang lebih tinggi akan muncul
menuntut pemuasan, demikian seterusnya.
Kebutuhan aktualisasi diri tidak
memerlukan penyeimbangan atau homcostatis, dia akan terus dirasakan. Kebutuhan
ini memang akan meningkat kalau kita “menebarnya”. Kebutuhan-kebutuhan ini
mencakup hasrat untuk terus-menerus mewududkan potensi-potensi diri, keinginan
untuk “menjadi apa yang anda bisa”.Kebutuhan ini lebih merupakan persoalan
menjadi yang sempurna, menjadi “anda” yang sebenarnya.Oleh karena itu,
kebutuhan ini disebut aktualisasi diri (George boore, 2016).
Dalam sebuah jurnal yang meneliti
tentang mahasiswa afrika di amerika serikat bahwa para mahasiswa afrika yang
belajar di amerika serikat justru sangat sulit untuk bisa mengaktualisasikan
diri atau meningkatkan potensi bahkan mereka sangat sulit untuk memperoleh
hasil bimbingan konseling secara sempurna dikarenakan tujuan para konseling
humanistik lebih kepada tujuan konselor bukan tujuan untuk kliennya (jonhson
dalam jurnal Lacretia Dye, LaShonda B. Fuller, Monica G. Burke dan Aaron W.
Hughey, 2017). Dan dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa, untuk
memperoleh kebutuhan tingkat paling atas yaitu mengaktualisasikan diri tidak
mudah dicapai oleh sembarangan orang.
b.
Konsep
Manusia Menurut Rogerl
Carl Rogers adalah seorang ahli terapi
yang didik secara psikodimamika dan peneliti psikologi yang dididik secara
teori perilaku, tetapi dia tidak sepenuhnya merasa nyaman dengan dua aliran
tersebut (Thorne, 1992 dalam Matt Jarvis). sepertiFreud dan winnicott,
teori-teori Rogers diperoleh secara klinis (Clinically Derived), yaitu
berdasarkan pada apa yang dikatakan pasien dalam terapi. Meskipun begitu,
pendekatan Rogers terhadap perkataan pasien itu sangat berbeda. Banyak yang
menyakini pendepat-pendapat Rogers diilhami oleh seorang pasien di Rochester
society for the prevention of cruelty to children-perkumpulan Rochester untuk
pencegahan kekejaman terhadap anak ( Matt Jarvis, 2006).
Adapun teori manusia menurut pandangan Rogers
adalah sebagai beriku:
a)
Real
self dan ideal self
Secara teoritis Rogers mengatakan bahwa
setiap individu memiliki dua diri (self), yaitu diri yang nyata (real
self) dan diri yang ideal (ideal self). Real self adalah diri
yang dialami, dirasakanm dan dipersepsikan, adapun ideal self adalah
diri yang diidealkan (dicita-citakan) (Eka Nova Irawan, 2015).Rogers mengatakan
bahwa individu yang sehat ditandai dengan potensi-potensinya yang berfungsi
penuh, yaitu telah mencapai keselarasan antara diri self dan ideal self. Jika
seseorang dapat menggabungkan keduanya maka ia akan mampu menerima keadaan dan
hidup sebagai diri sendiri tanpa konflik.
Di amerika utara, dalam sebuah
penelitian terhadap orang tua (ayah dan ibu) yang mempunyai anak tuna rungu
atau gangguan pendengaran, mereka mengatakan bahwa dengan mereka memiliki
anak-anak yang cacat pendengaran justru membuat kepribadian mereka, dikarenakan
mereka selalu berada didekat dengan anak mereka (Dalam Jurnal Amy Szarkowski Dan
Pattric J. Brice, 2016). Penelitian ini menjadi kasus yang actual terhadap
teori rogers, bahwa ibu dan ayah menjadi (real self) dan anak mereka
yang cacat pendengaran menjadi (ideal self) dikarenakan menjadi suatu
acuan bagi orang tuanya untuk meningkatkan keprinadian.
b)
Conditional
positif regard
dan unconditional positive regard
Setelah melakukan penelitian tentang
dua model diri, Rogers mendapatkan hasil bahwa manusia dalah korban dari conditional positif regard (cinta,
persetujuan, persahabatan, dan dukungan yang diberikan oleh orang lain.
Seseorang tidak akan mendapatkan Conditional positif regard kecuali bila
ia mematuhi norma social dan aturan. Selanjutnya Rogers mengatakan bahwa jika
seseorang memiliki citra diri atau perilaku buruk, ia memerlukan unconditional
positif regard dari orang lain. Unconditional positif regard
(memberikan dukungan dan apresiasi terhadap individu tanpa menghiraukan
perilakunya yang tak pantai secara social) dibutuhkan seseorang bukan karena ia
pantas mendapatkannya, tetapi lebih karena kedudukannya sebagai manusia dan
berharga dan mulia (Eka Nova Irawan, 2015).
a.
Aktualisasi
diri
Rogers percaya manusia memiliki satu
motif dasar, yaitu kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri. Kecenderungan
ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang dimiliki dan mencapai tahap “human
beingness” yang setinggi tingginya. Seperti bunga yang tumbuh sepenuh
potensnya jika kondisinya tepat, tetapi masih dikendalikan oleh lingkungan,
manusia juga akan tumbuh dan mencapai potensinya jika lingkungan cukup bagus.
Namun tidak seperti bunga, potensi yang dimiliki manusia sebagai individu
bersifat unik, kita ditakdirkan untuk berkembang dengan cara-cara yang berbeda
sesuai dengan kepribadian kita (Matt Jarvis, 2006)
KESIMPULAN
Psikolog humanistic sebagai reaski
terhadap psikolog behavioralistik. psikolog behavioral adalah sebuah pendekatan
steril yang sempit dan artificial terhadap hakikat manusia. mereka yakin bahwa
menfokuskan pada sesuatu yang kasat mata dapat melenyapkan sifat kemanusian. Ia
mereduksi manusia ke status yang hanya sekedar organisme dan mesin. Mereka
memperdebatkan pandangan bahwa untuk merespon kejadian-kejadian stimulus dalam
hidup, maka kita berfungsi dengan cara yang sudah ditentukan sebelumnya. Lebih
jauh, para psikolog humanistik
berpendapat bahwa manusia itu lebih kompleks daripada tikus-tikus atau
robot-robot laboratarium dan tidak dapat diobyekkan, dikuantifikasi, ataupun
direduksi menjadi unit-unit stimulus-respon.
Daftar Pustaka
Boeree,
C. George. (2016). Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama
Psikolog Dunia. Jogyakarta: prismasophie.
Dye, Lacretia, dkk (2017).Beyond
Social Justice For The African American Learner: A Contextual Humanistic
Perspecktive For School Counselors,Journal of ISAAC, Volume 6, Issue 1.
Eka Farida, Yushinta (2015). Humanism
Dalam Pendidikan Islam, Jurnal
Tarbawi Vol 12, No. 1
Hall,
Calvin S dan Lindzey, Gardner. (2015). Psikologi kepribadian: Teori-Teori
Holistik. Yogyakarta: KANISIUS.
Irawan,
Eka Nova. (2015). Buku Pintar Pemikiran Tokoh-Tokoh Psikologi Dari Klasik
Sampai Modern. Yogyakarta: IRCiSoD.
Jarvis,
Matt. (2015). Teori-teori Psikologi: Pendekatan Modern Untuk Memahami
Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Misiak,
Henryk Dan Staudt Sexton, Virginia. (2005). Psikologi Fenomenologi,
Eksistensial Dan Humanistik: Suatu Survey Historis. Bandung: Refika
Aditama.
Mujid,
Abdullah Dan Mudzakir, Yusuf. (2002). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
P.Schultz,
Duane Dan Ellen Schulyz, Sydney.(2013). Sejarah Psikologi Modern. Bandung:
Nusa Media
Santrock,
John W. (2015). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sumanto.(2014).
Psikologi Umum.Yogyakarta.CAPS.
Wilcox,
Lynn. (2013). Psikologi Kepribadian: Analisis Seluk Beluk Kepribadian
Manusia. Jogyakarta: IRCiSoD.
0 komentar:
Posting Komentar