ALIRAN KETIGA PSIKOLOGI
Ana Istiqomah
16.310.410.1126
Fakultas Psikologi
Psikologi Humanistik lahir sebagai
alternatif dari dua aliran kuat, yakni Freudianisme dan Behaviorisme. Teori ini
tercipta akibat pemberontakan Maslow akan psikologi yang objektivistik dan Freudianisme
yang ortodoks. Psikologi humanistik lebih memusatkan perhatiannya pada “humanisasi”
psikologi, yang menekankan pada keunikan manusia.
Teori Maslow bukanlah suatu bentuk
penolakan sepenuhnya akan teori behavioral maupun Freudian. Akan tetapi, lebih
merupakan suatu usaha menelaah segi-segi yang bermanfaat, bermakna, dan dapat
diterapkan bagi kemanusiaan pada kedua aliran psikologi tersebut.
Mengenai Freudianisme, Maslow keberatan atas
sikap Freud yang memusatkan konsentrasinya pada penyelidikan-penyelidikan
tentang orang-orang yang mengalami gangguan mental, tanpa diimbangi dengan
penyelidikan tentang orang-orang yang sehat mental. Maslow sendiri memiliki
keyakinan bahwa orang tidak akan memahami penyakit mental sebelum orang itu
paham akan kesehatan mental. Sedangkan berbagai sifat positif dalam tingkah
laku manusia telah diabaikan oleh para ilmuwan yang sibuk berkutat pada hal-hal
negatif yang menjadi objek penelitiannya.
Dikutip dari buku Mazhab Ketiga, Maslow
menyatakan bahwa apabila kita terlampau asyik dengan orang-orang yang tidak
waras, para psikopat, para penjahat, anak-anak delinkuen, para penderita lemah
mental, maka harapan kita terhadap kemanusiaan kian lama akan kian sederhana,
kian ‘realistik’, kian merosot; makin sedikit melulu yang kita dapatkan dari
manusia. Menjadi makin jelas kiranya bahwa studi tentang sekelompok kecil orang
yang lumpuh, orang yang terhambat perkembangannya, orang yang tidak masak dan
orang-orang yang tidak sehat hanya akan melahirkan sebuah psikologi yang buntung
dan sebuah filsafat yang juga buntung. Studi tentang orang-orang yang
mengaktualisasikan dirinya mutlak menjadi fundasi bagi sebuah ilmu psikologi
yang lebih semesta. (hlm. 34) Maslow berkeyakinan bahwa manusia haruslah
diselidiki sebagai suatu totalitas, sebagai suatu sistem. Karena manusia adalah
makhluk yang kreatif, bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran, melainkan
oleh nilai-nilai dan pilihannya sendiri.
Sedangkan
di sisi kaum Behavioris, mereka cenderung menyelidiki rata-rata orang pada
umumnya, dengan mengagungkan metode-metode statistik. Kaum Behavioris lebih
suka menyelidiki apa yang ‘ada’ ketimbang ‘apa yang seharusnya ada’ ataupun ‘apa
yang mungkin ada’. Studi yang serba rata-rata ini menghasilkan konsep ‘pribadi yang
berpenyesuaian baik’, melainkan ‘kepribadian yang berkembang baik’. Kesimpulan Maslow,
dari bermacam-macam behavioris, menghasilkan suatu gambaran mengenai manusia
bahwa manusia hanyalah makhluk pasif tanpa daya yang tak kuasa berbicara
mengenai nasibnya sendiri. Dikutip dari ucapan Maslow pada suatu wawancara, “...saya
ingin menegaskan bahwa seseorang yang mempunyai anak tidak mungkin menjadi
seorang Behavioris.” Hal ini sekaligus menyatakan betapa kompleksnya manusia
dan betapa piciknya behavioris bila hanya menjadikan manusia sebagai objek yang
tanpa daya dan hanya dipengaruhi oleh lingkungan tanpa dapat menentukan
nasibnya sendiri.
Maslow berpendapat bahwa psikologi
haruslah lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada
masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi juga harus mempelajari kedalaman
sifat-sifat manusia, selain mempelajari perilaku yang tampak, juga mempelajari perilaku
yang tidak tampak; mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran;
instrospeksi sebagai suatu metode penelitian yang sudah disingkirkan, harus
dikembalikan sebagai metode penelitian psikologi. Psikologi harus mempelajari
manusia bukan hanya sebagai makhluk yang pasif, yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan
dari luar. Akan tetapi, manusia adalah makhluk yang aktif yang dapat menentukan
geraknya sendiri, ada kekuatan dari dalam untuk mendorong perilakunya.
Dari uraian di atas, menurut saya teori
Maslow merupakan teori yang paling rasional diantara kedua teori lainnya. Mempelajari
manusia tidak dapat dilakukan hanya sebagian-sebagian saja, karena pada
dasarnya manusia adalah suatu kesatuan yang kompleks. Manusia tidak dapat
disamakan dengan binatang, meskipun sebagain perilaku binatang memiliki
persamaan dengan perilaku manusia. Namun jangan lupakan bahwa manusia memiliki
nilai-nilai yang tidak dimiliki oleh binatang.
Referensi
Goble, Frank G. (2002). Mazhab Ketiga “Psikologi Humanistik Abraham Maslow”. Yogyakarta:
Kanisius.
0 komentar:
Posting Komentar