Profesor Termuda Yang Luar Biasa
IRWANTO
NIM.163104101125
PSIKOLOGI UMUM
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Profesor
adalah seorang guru senior, dosen dan/atau peneliti yang biasanya dipekerjakan
oleh lembaga-lembaga/institusi pendidikan perguruan tinggi ataupun universitas.
Sebagai pakar, profesor umumnya memiliki empat kewajiban tambahan memberi
kuliah dan memimpin seminar dalam bidang ilmu yang mereka kuasai baik dalam
bidang ilmu murni, sastra, ataupun bidang-bidang yang diterapkan langsung
seperti seni rancang (desain), musik, pengobatan, hukum, ataupun bisn. Profesor
juga harus melakukan penelitian dalam bidang ilmunya. Selain itu profesor
berkewajuban melakukan pengabdian pada masyarakat, termasuk konsultatif (baik
dalam bidang pemerintahan ataupun bidang-bidang lainnya secara non-profit).
Terakhir profesor melatih para akademisi muda/mahasiswa agar mampu membantu
menjadi asisten atau bahkan menggantikannya kelak.
Keseimbangan
dari empat fungsi ini sangat bergantung pada institusi, tempat (negara), dan
waktu. Sebagai contoh, profesor yang mendedikasikan dirinya secara penuh pada
penelitian dan ilmu pengetahuandi universitas-universitas di Amerika Serikat
(dan universitas-universitas di negara Eropa) dipromosikan untuk mendapat
penghargaan utamanya pada bidang ilmu dari subyek penelitiannya.
“Profesor”
dapat pula digunakan (utamanya oleh para pelajar di Amerika) sebagai istilah
yang lebih sopan untuk seseorang yang memegang gelar kesarjanaan PhD (S3) dari
perguruan tinggi, tanpa memperhatikan tingkatan/rating dari perguruan tinggi
tersebut.
Nelson
Tansu, Profesor Termuda di Amerika
Nelson
Tansu meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di Amerika
sebelum berusia 30 tahun. Karena last name-nya mirip nama Jepang, banyak
petinggi Jepang yang mengajaknya “pulang ke Jepang” untuk membangun Jepang.
Tapi Prof. Tansu mengatakan kalau dia adalah warganegara Indonesia.
Prof
Nelson Tansu PhD ketika baru berusia 25 tahun, dia diangkat
menjadi guru besar (profesor) di Lehigh University, Bethlehem, Pennsylvania
18015, USA. Usia yang tergolong sangat belia dengan statusnya tersebut. Ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai profesor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri Paman Sam, itu. Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral.
menjadi guru besar (profesor) di Lehigh University, Bethlehem, Pennsylvania
18015, USA. Usia yang tergolong sangat belia dengan statusnya tersebut. Ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai profesor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri Paman Sam, itu. Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral.
Prestasi
dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi AS. Puluhan
hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional. Dia sering
diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai seminar.
Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan
intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia
sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan, dia sering pergi ke
mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.
Yang
mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di AS,
yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices
dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan
riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan. buku
tersebut merupakan buku teks bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.
Nelson
Tansu lahir di Medan, 20 October 1977. Lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 Medan.
Pernah menjadi finalis team Indonesia di Olimpiade Fisika. Meraih gelar Sarjana
dari Wisconsin University pada bidang Applied Mathematics, Electrical
Engineering and Physics (AMEP) yang ditempuhnya hanya dalam 2 tahun 9
bulan, dan dengan predikat Summa Cum Laude. Kemudian meraih gelar Master
pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang Electrical
Engineering pada usia 26 tahun. Ia mengaku orang tuanya hanya membiayai-nya
hingga sarjana saja. Selebihnya, ia dapat dari beasiswa hingga meraih gelar
Doktorat. Dia juga merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi Profesor di
Lehigh University tempatnya bekerja sekarang.
Thesis
Doktorat-nya mendapat award sebagai “The 2003 Harold A. Peterson Best ECE
Research Paper Award” mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Secara
total, ia sudah menerima 11 scientific award di tingkat internasional, sudah
mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai journal internasional dan saat ini
adalah visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi riset. Ia
juga aktif diundang sebagai pembicara di berbagai even internasional di
Amerika, Kanada, Eropa dan Asia.
Karena
namanya mirip dengan bekas Perdana Menteri Turki, Tansu Ciller, dan juga mirip
nama Jepang, Tansu, maka pihak Turki dan Jepang banyak yang mencoba membajaknya
untuk “pulang”. Tapi dia selalu menjelaskan kalau dia adalah orang Indonesia.
Hingga kini ia tetap memegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila dan tidak
menjadi warga negara Amerika Serikat. Ia cinta Indonesia katanya. Tetapi,
melihat atmosfir riset yang sangat mendukung di Amerika, ia menyatakan belum
mau pulang dan bekerja di Indonesia. Bukan apa-apa, harus kita akui bahwa
Indonesia terlalu kecil untuk ilmuwan sekaliber Prof. Nelson Tansu.
Ia
juga menyatakan bahwa di Amerika, ilmuwan dan dosen adalah profesi yang sangat
dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di Indonesia. Ia
menyatatakan bahwa penghargaan bagi ilmuwan dan dosen di Indonesia adalah
rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus. Tidak cukup untuk
membiayai keluarga si peneliti/dosen. Akibatnya, seorang dosen harus mengambil
pekerjaan lain, sebagai konsultan di sektor swasta, mengajar di banyak
perguruan tinggi, dan sebagianya. Dengan demikian, seorang dosen tidak punya
waktu lagi untuk melakkukan riset dan membuat publikasi ilmiah.
Prof.
Tansu juga menjelaskan kalau di US atau Singapore, gaji seorang profesor adalah
18-30 kali lipat lebih dari gaji professor di Indonesia. Sementara, biaya hidup
di Indonesia cuma lebih murah 3 kali saja. Maka itu, ia mengatakan adalah
sangat wajar jika seorang profesor lebih memilih untuk tidak bekerja di
Indonesia. Panggilan seorang profesor atau dosen adalah untuk meneliti dan
membuat publikasi ilmiah, tapi bagaimana mungkin bisa ia lakukan jika ia
sendiri sibuk “cari makan”.
Profesor
Termuda di Dunia
Alia
Sabur masih muda, masih 19 tahun. Namun namanya menghentak kalangan akademisi
setelah dinobatkan sebagai profesor termuda oleh Guinness World Record.Dia
sekarang menjadi profesor di Konkuk University Korea Selatan. Lahir pada 22
Februari 1989, Alia menjalani masa studinya dengan waktu amat singkat. Dari
kelas IV SD, gadis ini langsung melompat ke universitas, dan lulus BA dengan
predikat sum cum laude dari Universitas Stony Brook di New York ketika usianya
baru 14 tahun.
Ia
melanjutkan pendidikan di Universitas Drexel. Di universitas itu dia
mendapatkan gelar master of science dan PhD. Tiga hari menjelang ulang tahun
ke-19 Februari lalu, dia resmi menjadi dosen di Universitas Konkuk, Seoul,
Korea Selatan. Buku Rekor Dunia Guinness menobatkannya sebagai guru besar
termuda dalam sejarah. Dia menumbangkan rekor sebelumnya yang dicatat oleh
Colin MacLaurin, mahasiswa Isaac Newton, pada tahun 1717.
Masa
depan cemerlang terbentang luas di hadapan remaja Northport, New York itu. Tapi
dia memilih mengajar. “Saya sangat senang mengajar. Karena di bidang itulah
kita bisa membuat perbedaan. Dengan mengajar, kita tidak cuma menunjukkan yang
bisa kita lakukan, tapi juga memampukan orang lain untuk membuat perbedaan,”
katanya
Alia
tidak cuma cemerlang di bidang akademis. Ia sudah tampil memainkan klarinet
bersama Rockland Symphony Orchestra pada usia 11. Di bidang musik ini ia sudah
mendapat berbagai penghargaan. Seni bela diri juga dikuasainya dengan
menyandang sabuk hitam Tae Kwon Do.
Profesor
microsoft Termuda
Lavinashree,
seorang gadis dari desa Tamil Nadu telah menjadi perempuan termuda yang telah
lolos ujian kualifikasi sertifikasi professional dari Microsoft. Ujian
Microsoft tersebut biasanya dilakukan untuk tes prosek kerja ke depan yang
lebih baik, dan sekaligus untuk mengukur skill problem solving dari
masing-masing testee. Dari semua tes, Lavinashree (9) telah melaluinya dengan
angka yang sangat bagus. Dengan dinobatkannya Lavinashree sebagai professional
muda, maka ia telah membuat rekor baru, dan mematahkan rekor yang pernah diraih
Arfa Karim, seorang gadis berusia sepuluh tahun asal Pakistan.
Dr.
Kalam adalah scientist yang sangat besar, dan saya ingin menjadi seperti dia ?
kata Lavinashree. Lavinashree memang sudah terbiasa membuat rekor dunia. Bakat
Lavinashree sudah tampak bahkan ketika usianya baru menginjak tiga tahun.
Ketika Lavinashree berusia tiga tahun, ia masuk ke dalam Limca Book of Records
atas kemampuannya menceritakan 1330 untaian sajak dari Thirukural, salah satu
sajak klasik dari Tamil.
Setelah
itu, orang tuanya memutuskan untuk terus mendorong memory anaknya yang sangat
luar biasa. Namun, sebelumnya, pengakuan atas kemampuan Lavinashree sangat
sulit diakui oleh pihak Microsoft. Ketika kami menemui mereka, laki-laki yang
pertama menolak hasil ujian Lavinashree mengatakan bahwa ia terlalu muda.
Mereka hanya akan mengakui kemampuannya, hanya jika Lavinashree mampu
membuktikan kemampuannya ? ungkap Lavanya, kakak dari Lavinashree.
Namun,
akhirnya keajaiban Lavinashree diakui, bahkan oleh banyak pemimpn negara dunia,
mulai dari president Tamil Nadu sebelumnya, APJ Abdul Kalam, hingga Prime
Minister Manmohan Singh, dan Chief Minister Karunanidhi. Fakta yang ada mulai
berlanjut, ketika ayah Lavinashree mengatakan bahwa pemerintah Tamil Nadu telah
mengakui kemampuan Lavinashree dan mereka akan mengurus pendidikan bocah
tersebut. Mungkin saja, Lavinashree akan menjadi Bill Gatesnya India, suatu saat
nanti
0 komentar:
Posting Komentar