RINGKASAN ARTIKEL “TERJAJAH DI TANAH SENDIRI”
SITI ASMAUL HUSNA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
Pertumbuhan
industri kopi Merapi terhambat ditengah naik daunnya industri kopi di
Indonesia, yang ditandai dengan menjamurnya kedai – kedai kopi di setiap sudut
kota. Padahal tanah di lereng Gunung Merapi dikenal akan kesuburannya, hal ini
tidak mengherankan dengan adanya pengaruh material vulkanik yang disemburkan
oleh gunung api aktif itu. Ironisnya meski mulai menggeliat, kopi asal lereng
merapi belum dikenal di tanag sendiri, Sleman. Hal ini terlihat dari minimnya
sajian kopi Merapi di kedai – kedai kopi yang kian menjamur di DIY, termasuk
wilayah Sembada.
Catatan
Koperasi
Usaha Bersama (KUB) Kebun Makmur Pakem, koperasi petani kopi lereng
Merapi, hanya sekitar 15 kedai kopi yang mengambil biji kopi Merapi. Itu pun
tidak rutin mengambilnya, pesanan yang rutin hanya beberapa, bahkan yang banyak
ambil justru dari Jakarta. Ia tidak mengetahui secara pasti mengapa kopi Merapi
tidak terlalu populer di DIY, padahal panen yang dihasilkan sudah standar kopi
premium atau kelas satu. Kedai – kedai kopi justru lebih memilih menyediakan
kopi dari daerah lain, seperti kopi Gayo, Lampung, Bali, Temanggung. Sebagian
karna kedai kopi belum mengenal kopi Merapi, dan sebagian lainnya lantaran
alasan bisnis.
Belum
populernya kopi Merapi juga diakui pemilik Kedai Kopi Esspresso Bar.
Menurutnya, bagi orang yang sudah menikmati kopi Merapi akan kembali
mencarinya. “memang dibutuhkan promosi yang gencar agar kopi asli DIY ini
dikenal dan bisa disejajarkan dengan kopi – kopi nusantara lainnya,” ungkapnya.
Kondisi ini sangat dipengaruhi minimnya promosi akan potensi kopi Merapi.
(tim,
Tribun Jogja) Senin, 21 Maret 2016
0 komentar:
Posting Komentar