Muji
Pambudi
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Di Indonesia banyak daerah yang
mengalami kesusahan dalam mencari sumber air bersih. Karena hal tersebut
warga dituntut untuk kreatif dalam memperoleh sumber air bersih untuk minum dan
mandi. Salah satu contohnya ada di Dusun Bunder, Kelurahan Bandungan, Kecamatan
Jatinom, Kabupaten Klaten. Warga setempat menciptakan sebuah alat dari bambu,
kain, dan baskom yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menampung air
hujan yang nantinya akan digunakan untuk berbagai kebutuhan. Sebelumnya ada
upaya untuk membuat sumur di daerah tersebut, namun setelah menggali sedalam
60m, sumber air tetap tidak ditemukan. Di Dusun Bunder juga dibuat sebuah
tandon yang disalurkan dari bak besar
yang menampung air hujan. Disini tandon bak barang mewah yang melebihi rumah.
Maka dari itu warga setempat membuat arisan untuk membuat tandon dan pembuatan
dilakuan secara gotong royong.
Sebelum adanya sistem tandon tersebut, warga hanya dapat mengambil air
di bak milik pak lurah dan dibatasi
sebanyak dua pikul atau mengambil air di satu-satunya waduk buatan di pinggir
dusun untuk mencuci dan memandikan ternak. Bagi warga setempat menyuguhkan air
hujan bagi tamu bukanlah sebuah kebanggaan, jadi mereka membeli air mineral
kemasan. Dari rasa rendah diri itu Bima seorang seniman membuat perubahan
secara pelan lewat kesenian. Kesenian tersebut adalah tarian untuk menyampaikan
pesan mengenai air hujan agar tidak hanya dipandang sebagai sebuah siklus alam.
Berbagai keterlibatan warga dalam hal
ini, memunculkan inisiatif untuk memperbaiki waduk yang telah rusak agar dapat
berfungsi kembali. Menyikapi hal itu, Kepala Dusun Bunder, Giyanto, yang
awalnya ragu akhirnya melibatkan warga secara total dalam gerakan tersebut.
Lalu waduk pun berfungsi kembali sebagai ruang publik warga.
Kompas (2015). Kemandirian Air di
Kampuns Kandang Udan. 24 April.
Untuk meyakinkan warga bahwa air hujan itu aman Bima bersama dengan Romo
Kirjito dan Gus Arifin mengenalkan teknologi untuk menguji kadar asam dan basa
dalam air hujan. Melalui proses ilmiah warga dapat melihat kualitas air dengan
alat ukur yang dipinjamkan. Lalu warga membandingkan kualitas air hujan mereka
dan mengadakan pertemuan tiap minggunya untuk membandingkan kualitas air hujan.
Karena hal tersebut, dibentuklah sebuah kelompok kecil yang bernama Kampus
Kandang Udan untuk mengatur pengelolaan air hujan di Dusun Bunder. Pemerintah
seharusnya memberi bantuan jangka panjang
dalam mengatasi krisis air di dusun ini, bukan sebatas member tangki
saat kemarau. Bantuan berupa Infrastruktur bak tandon akan dikira lebih
bermanfaat. Hingga pada akhirnya budaya air hujan kembali dikumandangkan warga Dusun Bunder yang bertajuk “Evolusi
Budaya Air Hujan”. Mereka berbagi pengalaman mengolah air hujan menjadi layak
konsumsi melalui peragaan alat ionisasi.
Apa sumbangan artikel tersebut untuk psikologi lingkungan? Artikel tersebut
memberi menginspirasi untuk semakin sadar akan kepedulian terhadap lingkungan
dan bisa memanfaatkan semua sumber sumber yang ada seperti air hujan, untuk
kebaikan bersama. Sebagai seorang
mahasiswa psikologi, kita bisa berbagi kepada orang lain dan mengajarkan
kepada anak-anak cara-cara untuk memanfaatkan sumber –sumber alam dengan baik
dan bijak.
Sumber tulisan:
0 komentar:
Posting Komentar