6.11.25

PSIKOLOGI INOVASI ESAI 8 - UJIAN TENGAH SEMESTER

 PSIKOLOGI INOVASI

Tugas Esai 8

Ujian Tengah Semester

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A.


Dibuat Oleh : Seprandi Saputra (25310420004)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45


Pendekatan Kang Dedi Mulyadi terhadap remaja dengan perilaku “unik” di Jawa Barat menjadi topik menarik karena menggabungkan metode yang tidak konvensional dengan hasil yang nyata. Tidak seperti sebagian besar pemimpin daerah yang menyerahkan remaja bermasalah kepada pesantren atau lembaga pemasyarakatan, KDM memilih langkah berbeda: menempatkan mereka di barak militer untuk menjalani pembinaan selama beberapa bulan. Di sana, para remaja dilatih dalam kedisiplinan, doa, olahraga, belajar, dan rutinitas teratur. Proses ini dilakukan secara sukarela dengan persetujuan orang tua melalui surat bermeterai. Setelah menyelesaikan program, banyak peserta menunjukkan perubahan signifikan mereka menjadi lebih sopan, terarah, dan memiliki visi masa depan yang lebih jelas.

Dari sudut pandang psikologi, pendekatan KDM dapat dijelaskan melalui teori persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan rekan-rekannya (Bell, Greene, Fisher, & Baum, 2001; dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995). Menurut teori tersebut, perilaku manusia terbentuk dari cara individu memersepsikan stimulus lingkungan. Lingkungan memberikan rangsangan yang kemudian dipilih, ditafsirkan, dan dinilai berdasarkan pengalaman serta nilai-nilai pribadi. Persepsi ini menjadi dasar bagi pembentukan perilaku, yang jika dilakukan berulang dan didukung oleh lingkungan, akan berkembang menjadi kebiasaan baru.

Dalam konteks KDM, stimulus yang ia tangkap bukan sekadar perilaku “nakal” para remaja, melainkan latar sosial yang melatarbelakanginya. Sebagian besar dari mereka tumbuh di lingkungan keras, minim perhatian orang tua, dan tanpa figur panutan yang tegas namun peduli. KDM melihat kondisi ini sebagai stimulus utama dan menolak pandangan umum yang menganggap kenakalan sebagai “penyakit sosial” yang pantas dihukum. Sebaliknya, ia menilai kenakalan sebagai akibat dari kegagalan lingkungan dalam menumbuhkan kebiasaan positif. Berangkat dari persepsi ini, ia menciptakan lingkungan baru yang lebih terstruktur, disiplin, namun tetap memberikan dukungan emosional.

Dalam teori Bell, stimulus lingkungan dapat berada dalam dua kondisi: optimal dan tidak optimal. Ketika individu hidup dalam situasi tanpa struktur dan penuh kekacauan, stimulus negatif akan melampaui batas optimal dan menimbulkan stres. Remaja dalam kondisi demikian cenderung menyalurkan tekanan melalui perilaku agresif, pembangkangan, atau pelarian seperti membolos dan merokok. KDM kemudian mengubah stimulus tersebut dengan membentuk lingkungan baru melalui barak militer sebuah ruang dengan aturan jelas dan aktivitas terarah. Pada tahap awal, kondisi ini bisa terasa menekan, namun perlahan para remaja beradaptasi dan menemukan keseimbangan baru. Mereka belajar mengelola stres melalui kepatuhan, kerja sama, dan tanggung jawab sejalan dengan tahapan adaptasi dan homeostasis yang dijelaskan Bell.

Menariknya, dampak dari pendekatan ini tidak berhenti pada perubahan perilaku remaja saja. Masyarakat juga mulai memaknai ulang konsep disiplin dan pendidikan karakter. Bagi KDM, disiplin bukanlah hukuman, melainkan wujud kasih sayang dalam membentuk kepribadian. Barak militer pun bukan penjara, tetapi ruang pembentukan diri. Keterlibatan orang tua melalui surat persetujuan memperkuat dukungan emosional bagi anak-anak mereka, menjadikan proses pembinaan ini sebagai gerakan sosial yang lebih luas.

KDM menunjukkan cara berpikir yang sejalan dengan kerangka tersebut. Ia tidak hanya melihat perilaku remaja yang “nakal” sebagai gejala yang perlu dihukum, tetapi berusaha memahami stimulus lingkungan yang membentuk perilaku itu. Ia menyadari bahwa kenakalan sering kali muncul dari latar belakang sosial yang keras: kurangnya perhatian orang tua, absennya figur teladan, serta lingkungan yang minim struktur dan kedisiplinan. Dalam pandangan Bell, kondisi semacam ini merupakan stimulus negatif yang melampaui ambang batas optimal, sehingga menimbulkan stres dan mendorong individu melakukan mekanisme pertahanan diri seperti agresi atau pembangkangan.

Dari persepsi tersebut, KDM mengonstruksi cara pandang baru terhadap kenakalan remaja. Ia tidak menilai perilaku menyimpang sebagai “penyakit sosial”, tetapi sebagai hasil dari lingkungan yang gagal memberikan stimulus positif. Oleh karena itu, ia menciptakan lingkungan alternatif barak militer yang lebih terstruktur dan penuh aturan, namun tetap menyertakan kedekatan emosional dan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks teori persepsi Bell, langkah ini merupakan bentuk pengubahan stimulus lingkungan agar kembali berada dalam batas optimal.

Ketika para remaja masuk ke barak, mereka menerima stimulus baru berupa rutinitas yang teratur, disiplin, dan bimbingan moral. Pada awalnya, stimulus ini bisa terasa menekan, tetapi seiring waktu mereka belajar beradaptasi (coping) dan menyesuaikan diri (adjustment). adjustments ini memunculkan perubahan persepsi aturan tidak lagi dianggap sebagai hukuman, melainkan pedoman hidup. Perubahan persepsi inilah yang kemudian melahirkan perilaku baru yang lebih positif dan stabil.

Dengan demikian, jalan pikiran KDM merefleksikan penerapan langsung teori persepsi Bell, di mana perubahan perilaku dimulai dari perubahan persepsi terhadap stimulus lingkungan. Ia memandang manusia bukan sebagai objek yang harus dikendalikan, melainkan subjek yang bisa dibimbing menuju perubahan melalui lingkungan yang mendukung, terarah, dan bermakna.

Daftar Pustaka :

Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental Psychology (5th ed.). Fort Worth, TX: Harcourt College Publishers.

Mulyadi, D. (2023). Kepemimpinan Humanis dan Transformasi Sosial di Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Patimah, I., Lestari, N., & Hidayat, R. (2024). Psikologi Lingkungan dan Persepsi Individu terhadap Perubahan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

0 komentar:

Posting Komentar