6.11.25

ESAI 8 UTS PSIKOLOGI INOVASI

 

ESAI 8 UTS PSIKOLOGI INOVASI

Pendekatan KDM Melalui Skema Persepsi Paul A. Bell dalam Membentuk Disiplin Remaja

Olivia Yunita Trestiawati (23310410023)

Mata Kuliah Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

NOVEMBER 2025

Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, mendapat perhatian dari masyarakat karena cara uniknya dalam menghadapi remaja yang berperilaku tidak baik. Alih-alih menghukum atau mengasingkan mereka, ia mengajak remaja tersebut tinggal sementara di barak militer dengan persetujuan orang tuanya. Di situasi tersebut, remaja diberi bimbingan untuk hidup rapi, mengatur waktu, berdoa, olahraga, serta mengikuti kegiatan positif lainnya. Meskipun ada yang menentang, cara ini memberikan hasil nyata. Remaja yang awalnya sulit dikendalikan menjadi lebih tertib dan mampu merencanakan hidupnya dengan lebih baik. Pendekatan ini bisa dijelaskan melalui teori skema persepsi Paul A. Bell, yang menyatakan bahwa persepsi bisa membentuk perilaku, dan jika diulangi, bisa menjadikan kebiasaan.

Masalah yang dihadapi KDM adalah rendahnya disiplin dan kehilangan arah di kalangan remaja. Sebelumnya, masyarakat lebih sering menangani masalah ini dengan nasihat atau sanksi sosial, tetapi biasanya tidak efektif dalam menyentuh akar masalah. KDM berpandangan bahwa penyebab utamanya bukan hanya kenakalan, tetapi lingkungan yang kurang memberikan struktur dan contoh yang jelas. Oleh karena itu, ia menciptakan lingkungan baru yang konsisten dan terstruktur melalui program barak militer, agar remaja bisa memahami tanggung jawab melalui pengalaman langsung, bukan hanya dari teori atau ucapan.

Dalam teori skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell, proses persepsi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu seleksi, organisasi, dan interpretasi. Individu memilih informasi dari lingkungan yang dianggap penting, kemudian mengatur informasi tersebut menjadi pola yang bermakna, dan akhirnya memahami makna dari pola itu untuk menentukan tindakannya. KDM melakukan seleksi terhadap masalah utama yang dianggap penting, yaitu kurangnya disiplin dan keteraturan di kehidupan remaja. Selanjutnya, ia mengorganisasi solusi dengan menyediakan lingkungan baru yang mendorong nilai tanggung jawab dan kerja sama. Dengan proses interpretasi, KDM memandang langkah-langkahnya sebagai cara melatih karakter remaja dengan membangun kebiasaan yang baik. Bagi masyarakat sekitar, interpretasi ini juga berubah, yang awalnya dianggap sebagai tindakan memaksa, akhirnya dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan usaha untuk menjaga masa depan remaja.

Bila persepsi seseorang berubah, sikap dan tindakannya pun akan ikut berubah. Di barak, remaja diajarkan mengikuti rutinitas yang konsisten, mulai dari bangun pagi hingga waktu istirahat. Awalnya, mereka melakukannya karena ada kewajiban, namun lama kelamaan mereka mulai menyadari bahwa disiplin memberi rasa tenang dan meningkatkan kepercayaan diri. Dengan terus-menerus mengulang tindakan tersebut dan didukung oleh lingkungan yang terorganisir, kebiasaan baru tersebut menjadi bagian dari kehidupan mereka. Setelah keluar dari barak, banyak remaja yang tetap menjalani kebiasaan baik itu karena sudah menjadi bagian dari diri mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sikap dimulai dari perubahan persepsi yang tepat serta didukung oleh lingkungan yang mendukung.

Meski begitu, pendekatan KDM tetap menghadapi kritik. Ada orang yang menganggap cara yang digunakan terlalu keras dan bisa mengurangi kebebasan individu. Namun, dari sudut pandang psikologi inovasi, langkah tersebut justru menunjukkan keberanian untuk mencoba strategi baru dalam menyelesaikan masalah sosial yang rumit. Tidak hanya memperketat aturan, pendekatan KDM juga berupaya mengubah cara masyarakat memahami arti disiplin dan tanggung jawab. Agar hasilnya bertahan lama, diperlukan bantuan lanjutan setelah program berakhir, seperti kegiatan komunitas, pelatihan keterampilan, dan dukungan dari keluarga. Dengan begitu, kebiasaan baik yang sudah terbentuk tidak akan hilang ketika remaja kembali ke kehidupan sehari-hari.

Pendekatan KDM menunjukkan bahwa perubahan diri tidak cukup hanya dengan nasihat atau hukuman, tetapi membutuhkan pengalaman langsung yang bisa mengubah cara seseorang melihat diri sendiri dan lingkungannya. Melalui tahapan seleksi, organisasi, serta interpretasi seperti yang dijelaskan oleh Paul A. Bell, KDM berhasil menanamkan makna baru tentang disiplin yang akhirnya membentuk perilaku dan kebiasaan positif. Sebagai mahasiswa psikologi, saya belajar bahwa perubahan yang nyata tidak berasal dari teori saja, tetapi dari keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru dan konsisten menjalankannya. Apa yang dilakukan KDM menjadi contoh nyata bahwa inovasi sosial bisa berkembang dari pemahaman mendalam tentang manusia dan lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ramadhan, A. R., & Alfiandra, A. (2023). Persepsi Remaja tentang Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Sosial terhadap Kenakalan Remaja. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK)5(1), 5261-5272.

Afiatin, T. (2001). Persepsi Terhadap Diri dan Lingkungan Pada Remaja Penyalahguna Napza (Narkotika, Psikotrpoika dan Zat Adiktif). Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi6(12), 11-28.

0 komentar:

Posting Komentar