6.11.25

ESSAY 8 : UTS Psikologi Inovatif

 Essay UTS

 



Ferihana

23310410041



Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

2025


Jalan Pikiran Dedi Mulyadi (KDM) dalam Menangani Remaja “Unik” Melalui Skema Persepsi Paul A. Bell

Fenomena Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) dalam menangani remaja “unik” yakni mereka yang kerap berperilaku nakal, merokok, berkelahi, dan membolos menjadi perbincangan luas di media sosial. Pendekatan KDM dianggap tidak lazim karena ia “memaksa” para remaja tersebut mengikuti pelatihan disiplin di barak militer selama beberapa bulan. Tujuannya bukan menghukum, melainkan membentuk kebiasaan baru yang positif: berdoa, berolahraga, belajar, tidur teratur, dan menghormati waktu. Menariknya, para orang tua justru mendukung cara ini melalui surat persetujuan bermeterai. Setelah program selesai, perilaku para remaja itu berubah menjadi lebih disiplin dan berorientasi masa depan.

Sebagai mahasiswa Psikologi Inovasi, kita dapat menjelaskan strategi KDM melalui skema persepsi Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Sarwono, 1995), yang menjelaskan bagaimana individu membentuk persepsi terhadap stimulus lingkungan, menyesuaikan diri (adaptasi), atau mengalami stres (coping). Menurut Bell (dalam Sarwono, 1995), proses persepsi manusia berlangsung sebagai berikut:

Objek fisik → Persepsi → (a) dalam batas optimal → Adaptasi → Efek positif, atau (b) di luar batas optimal → Stres → Coping → Adaptasi/efek negatif.

Artinya, bagaimana seseorang memersepsikan stimulus menentukan keberhasilan penyesuaian dirinya. Jika stimulus terlalu berat atau negatif, muncul stres; namun jika mampu diatasi dengan coping yang tepat, individu dapat beradaptasi secara positif.

Jalan Pikiran KDM Menurut Skema Persepsi

1.Stimulus dan Persepsi Awal

KDM memandang perilaku remaja nakal sebagai stimulus sosial yang “di luar batas optimal.” Dalam pandangannya, perilaku tersebut bukan sekadar masalah pribadi, melainkan ancaman sosial yang perlu dikoreksi secara struktural. Oleh karena itu, ia menciptakan stimulus baru berupa lingkungan disiplin di barak militer. Lingkungan yang teratur, bersih, dan penuh aturan itu diharapkan menjadi wadah perubahan persepsi bagi para remaja. Dari sisi orang tua, mereka juga memiliki persepsi bahwa anak-anak mereka sudah sulit dikendalikan. Maka, mereka setuju menandatangani surat bermeterai sebagai bentuk dukungan moral dan legal terhadap langkah KDM.

2.Coping: Strategi Penyesuaian

KDM menerapkan coping aktif melalui pembiasaan perilaku: berdoa, berolahraga, belajar, tidur tepat waktu, dan berdisiplin. Remaja yang sebelumnya hidup tanpa aturan kini berhadapan dengan struktur yang kuat. Melalui tekanan positif (positive stress), mereka terdorong menyesuaikan diri agar diterima dalam sistem baru. Menurut skema Bell, ketika coping ini berhasil, maka timbul adaptasi yakni pembentukan kebiasaan dan nilai baru yang akhirnya menjadi bagian dari kepribadian mereka. Inilah yang tampak ketika para remaja lulus dari barak: mereka lebih disiplin dan memiliki orientasi hidup yang jelas.

3.Efek Lanjutan dan Adaptasi Sosial

Efek positif dari proses ini tampak pada dua sisi: perubahan perilaku individu dan penerimaan sosial. Remaja menjadi lebih terkendali, sementara masyarakat memersepsikan program ini sebagai solusi yang efektif. Dalam konteks psikologi sosial, ini menciptakan keseimbangan baru (homeostasis) antara individu dan lingkungannya.

Meski efektif secara praktis, pendekatan KDM tidak luput dari kelemahan psikologis jika dilihat melalui teori persepsi.

1.Dominasi Persepsi Otoritatif

KDM berangkat dari persepsi tunggal bahwa semua remaja “unik” perlu dipaksa ke barak militer. Padahal, setiap individu memiliki persepsi dan kebutuhan yang berbeda. Jika remaja merasa kehilangan otonomi, mereka bisa mengalami reaktansi psikologis penolakan terhadap perubahan yang dipaksakan.

2.Perubahan Eksternal, Bukan Internalisasi Nilai

Barak militer membentuk perilaku lewat tekanan eksternal (aturan, hukuman, disiplin), namun belum tentu menanamkan makna internal. Jika nilai-nilai baru tidak diinternalisasi, maka perubahan perilaku bisa bersifat sementara dan hilang setelah mereka kembali ke lingkungan lama.

3.Kurangnya Penyesuaian Individual (Individual Differences)

Setiap remaja memiliki latar belakang keluarga, emosi, dan pengalaman yang unik. Perlakuan seragam dapat mengabaikan faktor personal yang memengaruhi persepsi mereka terhadap program pembinaan. Dalam konteks skema Bell, ini dapat menyebabkan coping gagal pada individu tertentu.

Solusi Psikologis

1.Melibatkan Persepsi Remaja dalam Proses

Sebelum memasukkan ke barak, lakukan asesmen psikologis dan dialog terbuka agar remaja memahami tujuan program. Ini membantu membentuk persepsi positif terhadap stimulus baru, bukan sekadar rasa takut terhadap hukuman.

2.Menggabungkan Struktur Eksternal dan Refleksi Internal

Program di barak sebaiknya dilengkapi dengan konseling, pelatihan nilai, dan refleksi diri. Dengan demikian, coping bukan hanya bersifat perilaku, tetapi juga kognitif dan emosional.

3.Pendampingan Pasca Barak

Setelah lulus, remaja perlu dibimbing melalui program mentoring komunitas, pelatihan kerja, atau dukungan sosial lanjutan. Hal ini menjaga agar adaptasi positif tetap bertahan dan tidak kembali ke perilaku lama.

Melalui skema persepsi Paul A. Bell, pendekatan KDM dapat dipahami sebagai proses psikologis: dari persepsi terhadap perilaku remaja yang “di luar batas optimal,” muncul coping berbentuk intervensi disiplin (barak militer), lalu menghasilkan adaptasi dan perubahan positif. Namun, agar perubahan ini berkelanjutan, program harus memperhatikan persepsi individu, proses internalisasi nilai, dan pendampingan berkelanjutan. Pendekatan KDM membuktikan bahwa perubahan perilaku remaja tidak cukup hanya dengan nasihat, tetapi juga perlu pengalaman langsung yang mengubah cara mereka memersepsikan diri dan lingkungannya. Dengan penyesuaian konsep psikologis, model ini dapat menjadi inspirasi bagi pembinaan remaja di Indonesia.


Daftar Pustaka

Patimah, A. S., Shinta, A., & Al Adib, A. (2024). Persepsi terhadap Lingkungan Hidup dan Adaptasi Individu. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo.

Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (1978). Environmental Psychology. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Ramadhan, A. R., & Alfiandra, A. (2023). Persepsi Remaja tentang Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Sosial terhadap Kenakalan Remaja (Studi kasus di SMA Negeri 22 Palembang). Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 5(1), 5261–5272

0 komentar:

Posting Komentar