PRO
LINGKUNGAN LEWAT INOVASI : MANFAATKAN LIMBAH KARDUS
Dosen
Pengampu : Dr., Dra. ARUNDHATI SHINTA, MA
Rafiqoh
Novembria (22310410181)
Kelas
: SP
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Mungkin banyak dari
kita menganggap limbah seperti kardus, kertas, botol dan plastic hanyalah
sebuah sampah biasa yang memang tidak ada gunanya maupun nilai. Namun apakah
pernah terlintas dibenak kalian jika limbah tersebut bisa berubah menjadi
barang yang bernilai? Nah.. pada esai kali ini saya akan membahas betapa
bernilainya limbah tersebut jika kita mau berpikir kreatif dan inovatif.
Mungkin sebelumnya didalam benak saya tidak pernah terlintas jika dari potongan kardus bekas dan sobekan koran
pembungkus hadiah, saya bisa membuat sesuatu/ barang yang memiliki fungsi nyata
dan bernilai. Kebiasaan saya jika melihat barang yang memang sudah tidak
dipakai langsung saya buang tanpa memikirkan
apapun. Namun untuk kali ini, saya mencoba melakukan hal yang berbeda
dimana dalam benak saya terpikir untuk membuat sebuah barang dari limbah kardus
yang ada didepan mata saya menjadi sebuah barang yang bernilai dan bisa saya
gunakan kembali.
Saya menyadari bahwa
saya bukan tipe orang yang menyukai
membuat kerajinan tangan dan nilai seni saya juga tidak bagus. Tetapi demi
tugas ini saya mencoba untuk keluar dari zona nyaman dan mendorong diri saya
untuk menghadapi tantangan dan mencoba hal baru seperti peluang kreatif ini.
Adapun langkah awal
dalam pembuatan kotak pensil ini yaitu dimulai dengan Memotong kardus,
menyesuaikan ukuran, hingga melipat dan merekatkan bagian-bagiannya adalah
kegiatan yang memerlukan ketelatenan. Beberapa kali saya harus mengulang karena
potongan tidak presisi, ditambah insiden kardus yang tertumpah air atau lem
yang kurang kuat merekat. Meski saya sempat merasa frustrasi sempat dan mood saya sudah menjadi
berantakan namun saya harus tetap semangat dan memotivasi diri say ajika saya
mampu dan bisa. Hal ini sesuai dengan salah satu teori kreativitas dari Amabile(1996)
dalam jurnal Gunawan & farid (2014) menyebut
bahwa kreativitas membutuhkan perpaduan antara keterampilan, pola pikir
kreatif, dan motivasi dari dalam diri. Dalam hal ini, keinginan untuk menyelesaikan
karya ini menjadikan sebagai motivasi utama saya untuk menjadi kreatif.
Setelah struktur kotak
berhasil saya bentuk, saya menghiasnya menggunakan koran bekas. Ternyata, hasil
akhirnya justru menghadirkan terkesan bagus dan unik. Saya tidak lupa mmeberikan tambah magnet lempeng
sebagai perekat dan melapisi bagian dalam dengan lakban bening agar lebih tahan
lama dan tidak mudah rusak jika terkena air. Meski hasilnya tidak sempurna dan
tidak sebaik dari kotak pensil yang dijual ditoko/ mall, namun saya merasa puas
dengan hasil tersebut .
Setelah itu, saya mencoba untuk memberanikan diri memposting karya kotak pensil say aitu di Instagram story dan juga titok story. Saya juga tidak lupa menambahkan beberapa keterangan sederhana mengenai bahan,harga dan cara pemesanan jika ada yang berminat dengan karya saya ini. saya juga tidak menaruh ekspektasi yang tinggi bahwa akan ada yang mau atau bersedia untuk membelinya. Bagi saya, langkah kecil ini sudah termasuk bagian dari perilaku inovatif dan merupakan bentuk keberanian dalam diri saya. Saya juga belajar banyak dari karya ini, dimana sesuatu hal yang kita anggap remeh atau tidak penting, malah sesuatu hal tersebutlah yang bisa memberikan kita banyak peluang dan membuka kemungkinan baru serta kesempatan baru. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Kolb, 1984( dalam jurnal sarihidayah, 2014), menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman langsung. Kini saya belajar bahwa kita semua bisa mengubah hal yang sederhana menjadi sebuah hal yang bernilai.
Daftar Pustaka
Gunawan,
L., & Farid, M. (2014). Motivasi intrinsik, pola asuh orangtua demokratis,
dan kreativitas anak sekolah dasar. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 3(2).
Sarihidaya,
N. A. (2014). Penerapan pembelajaran model Experiential Kolb untuk
meningkatkan hasil belajar kompetensi memahami dasar‑dasar mesin. JMEL:
Journal of Mechanical Engineering Learning, 3(1), 39‑40.



0 komentar:
Posting Komentar