22.5.25

UTS PSIKOLOGI INOVASI_IBRAR LANEGA_22310410138

 ANALISIS KASUS AYU ARYANTI : MOTIVASI INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM PERUBAHAN DIRI

 

 

 

 

 

Nama : Ibrar Lanega Pratama

NIM : 22310410138

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A.

Mata Kuliah: Psikologi Inovasi

 

 

 

 

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

 

 

 

Permasalahan

Kisah Ayu Aryanti, seorang siswi SMK yang menjadi anak asuh Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM), memperlihatkan kompleksitas dalam mengubah kehidupan seseorang melalui intervensi eksternal. Walaupun Ayu telah diberi dukungan materi, perhatian, dan fasilitas pendidikan oleh KDM, pada akhirnya ia memilih untuk kembali ke keluarganya dan berjualan makaroni, meninggalkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa perubahan yang didorong oleh pihak luar dengan segala fasilitas tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan? Di sinilah penting untuk menelaah faktor motivasi internal dan eksternal, serta kualitas intervensi sosial dalam proses perubahan individu.

 

1. Kekurangan Intervensi KDM dalam Mengubah Ayu

Menurut pandangan saya, kekurangan utama dalam intervensi KDM adalah pendekatannya yang terlalu fokus pada pemenuhan kebutuhan fisik dan fasilitas, tanpa memperhatikan kebutuhan psikologis mendalam dari Ayu sebagai individu.  Menurut Maslow (1943) dalam teori hierarki kebutuhannya, kebutuhan akan rasa memiliki (belongingness) dan harga diri (esteem) merupakan tahapan penting dalam perkembangan seseorang sebelum bisa merealisasikan diri sepenuhnya. KDM tampaknya hanya memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, namun tidak secara konsisten membangun rasa aman emosional dan penghargaan yang sesuai dengan identitas Ayu.

Dukungan ini diperkuat oleh Deci dan Ryan (1985) dalam teori Self-Determination Theory yang menekankan bahwa individu membutuhkan tiga hal untuk berkembang: autonomi, kompetensi, dan keterhubungan (relatedness). Dalam konteks ini, meskipun Ayu merasa kompeten secara akademik, ia kehilangan rasa autonomi dan keterhubungan saat harus jauh dari orang tua dan lingkungan lamanya.

 

2. Jika Saya adalah Asisten KDM

Jika saya adalah asisten KDM, saya akan mengadopsi pendekatan berbasis psikoedukasi dan pemberdayaan personal. Pendekatan ini bertujuan memperkuat motivasi internal Ayu tanpa menghilangkan identitas serta latar belakang budayanya. Saya akan melakukan pendekatan berbasis pendampingan psikologis dan refleksi naratif. Menurut Santrock (2018), pada masa remaja, individu berada dalam fase pencarian identitas (identity vs. role confusion) menurut Erikson. Maka, pemberian pilihan dan pelibatan aktif Ayu dalam pengambilan keputusan akan meningkatkan rasa tanggung jawab serta kesiapan menerima perubahan.

 

3. Jika Saya adalah Ayu

Jika saya berada dalam posisi Ayu, saya akan menerima kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Keputusan tersebut bukan berarti meninggalkan keluarga, namun justru cara untuk mengangkat martabat keluarga ke tingkat kehidupan yang lebih baik.

Seperti dikatakan oleh Slameto (2010), pendidikan adalah sarana penting dalam mobilitas sosial. Pendidikan bukan hanya sekadar memperoleh gelar, tetapi juga membuka peluang untuk mengubah nasib dan memengaruhi orang lain secara positif. Saya akan tetap menjaga komunikasi dengan orang tua, sambil berusaha maksimal dalam pendidikan dan menyusun rencana jangka panjang agar kelak dapat membantu keluarga secara lebih signifikan.

 

4. Jika Saya adalah Orangtua Ayu 

Sebagai orangtua, saya akan memberikan dorongan dan penguatan terhadap keputusan Ayu untuk menempuh pendidikan lebih tinggi. Saya akan menjelaskan bahwa kesempatan yang diberikan bukan sekadar hadiah, melainkan bentuk kepercayaan terhadap potensi Ayu untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Menurut Tilaar (2003), pendidikan adalah alat pembebasan dari kemiskinan. Maka, sebagai orangtua, saya tidak akan menghambat anak untuk berkembang hanya karena keterikatan emosional. Sebaliknya, saya akan berusaha beradaptasi dan memberikan dukungan moral agar Ayu dapat tumbuh sebagai pribadi mandiri dan percaya diri.

 

5. Pertarungan antara Motivasi Internal dan Eksternal

Motivasi internal dan eksternal sering kali berada dalam situasi tarik menarik dalam diri seseorang. Ellerman (2024) menjelaskan bahwa motivasi internal adalah kekuatan yang berasal dari dalam individu, seperti nilai, keyakinan, dan tujuan pribadi, sedangkan motivasi eksternal berasal dari luar individu, seperti hadiah, penghargaan, atau tekanan sosial.

Dalam kasus Ayu, motivasi internalnya tampak lebih dominan—terlihat dari keteguhannya untuk kembali kepada keluarga dan melanjutkan usaha kecil walau sudah ditawari fasilitas besar. Sayangnya, menurut Ellerman, motivasi eksternal seharusnya mengambil peran ketika motivasi internal berada dalam titik lemah. Namun, hal ini tidak berhasil karena intervensi eksternal tidak selaras dengan nilai personal Ayu.

Saya berpendapat bahwa motivasi eksternal hanya efektif jika dipadukan dengan pemahaman atas motivasi internal. Kombinasi keduanya yang selaras akan menghasilkan perubahan perilaku yang berkelanjutan. Intervensi harus bersifat mendukung, bukan menggantikan, motivasi dari dalam individu.

 

Kesimpulan

Kasus Ayu Aryanti menggambarkan bahwa perubahan individu tidak bisa hanya didorong oleh kekuatan dari luar. Motivasi internal dan nilai-nilai personal berperan besar dalam menentukan keputusan seseorang. Intervensi sosial perlu mempertimbangkan aspek psikologis, latar belakang budaya, dan proses refleksi individu agar menghasilkan perubahan yang autentik dan berkelanjutan. Jika semua pihak dapat bekerja sama dengan pendekatan yang tepat, potensi seorang remaja seperti Ayu berkembang dengan optimal.

 

Daftar Pustaka

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior. New York: Plenum.

 

Ellerman, D. (2024). Intrinsic versus extrinsic motivation: Applications across the social sciences. International Journal of Education and Social Science Research, 7(5), 107-125.

 

Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370–396.

 

Santrock, J. W. (2018). Adolescence (16th ed.). McGraw-Hill Education.

 

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Tilaar, H. A. R. (2003). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya.

 

0 komentar:

Posting Komentar