Psikologi Inovasi- Essay Ujian Tengah Semseter
KISAH AYU DAN INTERVENSI SOSIAL KANG DEDI MULYADI
Rizka Latifa
Essay guna Memenuhi Tugas:
Mata Kuliah : Psikologi Inovasi
Dosen Pengampu : Dr.Dra. Arundati Shinta, M.A.
Kang Dedi Mulyadi (KDM), Gubernur Jawa Barat, tengah
menjadi sosok fenomenal di media sosial karena kemampuannya menginspirasi dan
"memaksa" perubahan positif pada masyarakat, terutama melalui
pendekatan unik: pemberian hadiah dan perhatian. Ia tidak hanya menawarkan
bantuan materi, tetapi juga menetapkan arah perubahan, yang sering kali
ditentukan oleh visinya sendiri. Banyak yang akhirnya bersedia berubah demi
kehidupan yang lebih baik, karena merasa dihargai secara ekonomi maupun
emosional.
Namun, tidak semua orang bisa diubah meski telah
diberikan peluang luar biasa. Contohnya adalah Ayu Aryanti, Kisah Ayu Aryanti,
remaja pekerja keras dari keluarga miskin di Jawa Barat, mencerminkan fenomena
pekerja anak yang erat kaitannya dengan kemiskinan struktural. Ayu, meskipun
masih duduk di bangku SMK, sudah menggantikan peran ayahnya sebagai penyapu halaman
demi membantu perekonomian keluarga. Kisah ini memperlihatkan bahwa
keterlibatan anak dalam dunia kerja bukanlah pilihan yang sepenuhnya bebas,
melainkan didorong oleh kebutuhan ekonomi dan kondisi rumah tangga. Menurut
Grootaert dan Kanbur (1995), jumlah anak dalam rumah tangga mempengaruhi
penawaran pekerja anak di pasar kerja, dan dalam konteks Ayu, meskipun tidak
dijelaskan jumlah saudara kandungnya, peran anak dalam menopang ekonomi
keluarga sangat jelas terlihat.
Penolakan
Ayu terhadap tawaran pendidikan tinggi dari Kang Dedi Mulyadi juga dapat
dipahami melalui sudut pandang risiko rumah tangga. Ayu mungkin merasa bahwa
melanjutkan pendidikan berarti meninggalkan orang tua yang rentan secara
ekonomi, yang merupakan faktor risiko yang ditakuti jika ia berhenti bekerja
atau tidak ikut membantu usaha kecil keluarganya. Dalam konteks ini, keputusan
Ayu tampak bukan karena ketidaktahuan, tetapi lebih karena adanya tekanan
tanggung jawab sosial terhadap keluarganya. Hal ini merupakan sebuah realitas yang umum dihadapi anak-anak dari
keluarga miskin.
Lebih jauh, pilihan Ayu untuk berjualan makaroni,
meskipun penghasilannya sangat kecil, bisa mencerminkan struktur pasar kerja
dan keterbatasan teknologi yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Tanpa
keterampilan dan akses terhadap teknologi atau pasar yang lebih luas, usaha
kecil seperti menjual makaroni hanya mampu memberi keuntungan minimal. Maka,
kisah Ayu bukan hanya soal kegagalan pendidikan atau perubahan individu, tapi
gambaran nyata bahwa kemiskinan masih sangat menentukan pilihan hidup anak-anak
dan remaja, bahkan ketika peluang emas sudah ditawarkan.
Kasus Ayu Aryanti menunjukkan bahwa perubahan diri bukan
sekadar soal pemberian fasilitas atau dorongan dari luar, melainkan sebuah
proses kompleks yang sangat bergantung pada kekuatan motivasi internal
individu. Intervensi KDM yang fokus pada perubahan fisik dan sosial memang
penting, tapi tanpa menyentuh akar psikologis dan emosional Ayu, perubahan yang
diharapkan sulit terwujud secara permanen. Jika saya menjadi asisten KDM, saya
akan mengusulkan pendekatan yang lebih personal dan dialogis, dengan fokus pada
penggalian motivasi dan aspirasi Ayu secara lebih dalam. Saya akan membantu KDM
menciptakan ruang bagi Ayu untuk mengeksplorasi dirinya sendiri, bukan hanya
sekadar mengubah penampilan dan pola hidup. Pendekatan konseling dan mentoring
yang berkelanjutan, serta keterlibatan aktif Ayu dalam merancang rencana masa
depannya, akan menjadi prioritas. Selain itu, saya akan menekankan pentingnya membangun
jaringan sosial yang mendukung Ayu di luar lingkungan KDM, agar perubahan yang
terjadi lebih berkelanjutan dan tidak hanya bergantung pada intervensi
eksternal.
Bila saya adalah Ayu, saya akan mencoba lebih terbuka
dalam berdialog tentang harapan dan ketakutan saya dengan orang-orang yang
membantu saya, termasuk KDM. Saya akan berusaha memahami nilai dari pendidikan
tinggi dan peluang yang ada, sambil tetap mempertimbangkan akar dan tanggung
jawab keluarga saya. Saya akan mencoba mencari keseimbangan antara cita-cita
pribadi dan keadaan keluarga, serta berusaha membangun motivasi internal yang
kuat agar keputusan saya tidak hanya berdasar pada tekanan lingkungan atau
kebiasaan lama, tapi benar-benar untuk masa depan saya sendiri.
Jika saya menjadi orangtua Ayu, saya akan mendukung
keputusan anak saya sambil tetap memberikan bimbingan dan dorongan agar ia bisa
melihat peluang yang lebih luas di luar usaha keluarga. Saya akan berusaha
memahami alasan di balik pilihannya, dan membantu menumbuhkan semangat belajar
dan kemandirian secara emosional. Penting juga bagi saya untuk membangun
komunikasi yang terbuka dan menjadi contoh dalam merencanakan masa depan, agar
Ayu merasa didukung tanpa merasa tertekan.
Motivasi internal memang menjadi kunci utama dalam
perubahan diri karena berasal dari kesadaran dan keinginan pribadi yang kuat.
Namun, saat motivasi internal melemah, motivasi eksternal bisa menjadi pemicu
penting untuk menggerakkan individu agar mulai bergerak ke arah perubahan
positif. Kunci keberhasilan perubahan adalah bagaimana motivasi eksternal mampu
membangkitkan dan memperkuat motivasi internal sehingga perubahan menjadi lebih
bermakna dan berkelanjutan.
Referensi:
Lubis, H. M., & Saleh, A. (2020). Pekerja
Anak Sebagai Buruh Batu Bata di Kelurahan Silandit Kota Padang Sidimpuan. Jurnal
Intervensi Sosial dan Pembangunan (JISP), 1(1), 29-43.
Grootaert, C. a. (1995). Child Labour: An Economic Perspective .
International Labour Review, vol. 134. No. 2, 112-121.
0 komentar:
Posting Komentar