Sampah Adalah Masalah Kita Bersama
Nama : Indah Dwi Sulistyowat
NIM : 23310410042
Dosen Pengampu : Dra. Arundati Shinta,M.A
Jawaban Soal no 1 : Sampah adalah masalah kita bersama meskipun pernyataan ini terlalu menyederhanakan kompleksitasnya, namun sebenarnya masalah yang kita hadapi cukup pelik. Swedia menimpor sampah bukan karena mereka menganggap sampah sebagai masalah, namun mereka menemukan peluang bahwa sampah bisa di ubah menjadi energi. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya masalah yang kita hadapi bukan masalah sampahnya namnun bagaimana kita bisa mengolah sampah tersebut. Berikut ini beberapa masalah yang telah saya rangkum :
a. Pengelolaan Sampah yang Tidak Efektif
- Penjelasan: Banyak negara, termasuk Indonesia, masih kekurangan infrastruktur dan sistem pengelolaan sampah yang memadai. Akibatnya, sampah menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA), menyebabkan pencemaran lingkungan, bau busuk, dan berkembangnya penyakit. Sistem pemilahan dan daur ulang juga seringkali tidak berjalan optimal.
- Contoh: TPA yang penuh sesak, sampah yang berserakan di jalanan, sungai yang tercemar sampah plastik.
- Tips: Investasi dalam infrastruktur pengelolaan sampah yang modern, edukasi masyarakat tentang pemilahan sampah, dan pengembangan program daur ulang yang efektif.
b. Pencemaran Lingkungan
- Penjelasan: Sampah menghasilkan berbagai polutan yang mencemari udara, air, dan tanah. Limbah organik menghasilkan gas metana yang berkontribusi pada pemanasan global. Limbah plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, mencemari laut dan mengancam kehidupan laut. Bahan kimia berbahaya dalam sampah dapat meresap ke dalam tanah dan air tanah, membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem.
- Contoh: Pencemaran air sungai akibat sampah plastik, polusi udara dari pembakaran sampah, tanah yang tercemar limbah industri.
- Tips: Penggunaan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan, pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, dan pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang aman.
c. Dampak Kesehatan
- Penjelasan: Sampah menjadi tempat berkembang biak berbagai penyakit. Tikus, lalat, dan nyamuk yang hidup di tumpukan sampah dapat menyebarkan penyakit seperti demam berdarah, leptospirosis, dan tifus. Pencemaran udara dan air akibat sampah juga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan pernapasan dan pencernaan.
- Contoh: Meningkatnya kasus penyakit yang terkait dengan sampah di daerah dengan pengelolaan sampah yang buruk.
- Tips: Peningkatan sanitasi lingkungan, edukasi masyarakat tentang kebersihan, dan akses kesehatan yang memadai.
d. Aspek Sosial Ekonomi
- Penjelasan: Pengelolaan sampah yang buruk dapat berdampak negatif pada aspek sosial ekonomi masyarakat. Misalnya, penghasilan masyarakat yang bergantung pada pemulung sampah dapat terganggu jika sistem pengelolaan sampah berubah. Pariwisata juga dapat terdampak negatif oleh pemandangan lingkungan yang kotor.
- Contoh: Penurunan pendapatan pemulung akibat berkurangnya jumlah sampah yang dapat dipungut, menurunnya kunjungan wisatawan ke daerah yang tercemar sampah.
- Tips: Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah, penciptaan lapangan kerja baru di sektor pengelolaan sampah, dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
e. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
- Penjelasan: Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kendala utama dalam mengatasi masalah sampah. Banyak orang masih membuang sampah sembarangan, tidak memilah sampah, dan kurang peduli terhadap dampak lingkungan dari sampah.
- Contoh: Sampah berserakan di tempat umum, keengganan masyarakat untuk memilah sampah.
- Tips: Kampanye edukasi yang intensif, pengawasan dan penegakan hukum yang tegas, dan pemberian insentif bagi masyarakat yang aktif dalam pengelolaan sampah.
Kesimpulannya, masalah sampah jauh lebih kompleks daripada sekadar bau dan pemandangan yang menjijikkan. Ini adalah masalah multidimensi yang memerlukan solusi terpadu yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Swedia menunjukkan bahwa dengan inovasi dan pengelolaan yang tepat, sampah dapat diubah menjadi sumber daya yang bermanfaat, bukan sekadar masalah yang perlu dihindari.
Jawaban Soal No 2 :
Saya memahami kesulitan mahasiswa dalam memahami bagan persepsi Paul A. Bell dan kawan-kawan dalam konteks perilaku terkait sampah. Bagan aslinya mungkin kurang komprehensif atau terlalu sederhana untuk menjelaskan kompleksitas persepsi dan perilaku manusia, terutama dalam situasi yang melibatkan isu lingkungan seperti sampah. Berikut adalah usulan penyempurnaan bagan tersebut, dengan penambahan beberapa aspek penting yang mungkin kurang tercakup dalam versi aslinya:
Bagan Persepsi dan Perilaku (Versi Disempurnakan)
Bagan ini akan menggambarkan proses yang lebih kompleks dan realistis dari persepsi hingga perilaku, khususnya dalam konteks pengelolaan sampah.
Tahap 1: Paparan terhadap Stimulus (Objek Sampah)
- Rincian: Individu terpapar berbagai jenis sampah: sampah organik, sampah anorganik (plastik, logam, kaca), sampah B3, dll. Paparan ini bisa langsung (melihat tumpukan sampah) atau tidak langsung (mendengar berita tentang pencemaran lingkungan akibat sampah). Kualitas paparan (jumlah, jenis, lokasi, kondisi) sangat memengaruhi persepsi selanjutnya.
Tahap 2: Proses Persepsi
- Rincian: Proses persepsi tidak hanya melibatkan penginderaan (melihat, mencium bau, mendengar) tetapi juga interpretasi dan penilaian. Aspek-aspek berikut memengaruhi persepsi:
- Pengalaman Pribadi: Pernahkah individu mengalami dampak negatif sampah (penyakit, banjir, bau)?
- Nilai dan Sikap: Seberapa pentingkah kebersihan lingkungan bagi individu? Apakah individu memiliki sikap pro-lingkungan?
- Norma Sosial: Bagaimana perilaku orang-orang di sekitar individu terkait sampah? Apakah membuang sampah sembarangan dianggap normal atau tidak?
- Pengetahuan: Seberapa banyak pengetahuan individu tentang dampak negatif sampah dan cara mengelola sampah?
- Emosi: Perasaan apa yang muncul ketika individu melihat atau memikirkan sampah (jijik, marah, sedih, acuh tak acuh)?
- Konteks Sosial Budaya: Norma dan nilai budaya dapat memengaruhi persepsi dan perilaku terkait sampah.
Tahap 3: Penilaian dan Pembentukan Sikap
- Rincian: Berdasarkan persepsi yang terbentuk, individu membentuk sikap terhadap sampah. Sikap ini dapat berupa positif (peduli terhadap lingkungan, ingin menjaga kebersihan), negatif (acuh tak acuh, menganggap sampah bukan masalah), atau ambivalen (memiliki perasaan yang campur aduk).
Tahap 4: Pembentukan Niat
- Rincian: Sikap yang terbentuk memengaruhi niat individu untuk bertindak. Namun, niat tidak selalu langsung diterjemahkan ke dalam perilaku. Faktor-faktor lain yang memengaruhi niat:
- Kontrol Diri: Seberapa mampu individu mengendalikan perilakunya?
- Ketersediaan Sumber Daya: Apakah individu memiliki akses terhadap fasilitas pengelolaan sampah (tempat sampah, program daur ulang)?
- Norma Subjektif: Apakah individu merasa tindakannya akan didukung oleh orang-orang di sekitarnya?
Tahap 5: Perilaku
- Rincian: Perilaku individu terkait sampah dapat berupa: membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah, mendaur ulang sampah, menolak barang yang menghasilkan sampah berlebihan, berpartisipasi dalam kegiatan bersih-bersih lingkungan, dll. Perilaku ini merupakan hasil dari interaksi antara niat, kontrol diri, dan ketersediaan sumber daya.
Tahap 6: Konsekuensi Perilaku
- Rincian: Perilaku yang dilakukan individu akan menghasilkan konsekuensi tertentu. Konsekuensi ini dapat berupa positif (lingkungan menjadi bersih, kesehatan meningkat) atau negatif (lingkungan tercemar, kesehatan terganggu). Konsekuensi ini akan memengaruhi persepsi dan perilaku individu di masa mendatang, membentuk siklus yang berkelanjutan.
Penyempurnaan: Bagan ini menambahkan detail pada proses persepsi, mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan sikap dan niat, serta menjelaskan konsekuensi perilaku. Dengan demikian, hubungan antara persepsi dan perilaku menjadi lebih jelas dan komprehensif. Bagan ini juga lebih mudah digunakan untuk menjelaskan perilaku mahasiswa dalam konteks soal ujian Psikologi Lingkungan.
Dengan bagan yang lebih rinci ini, mahasiswa diharapkan dapat lebih mudah memahami bagaimana persepsi mereka terhadap sampah dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan bagaimana persepsi tersebut kemudian membentuk perilaku mereka. Penjelasan yang lebih komprehensif ini akan membantu mereka menjawab soal ujian dengan lebih baik dan memahami kompleksitas isu pengelolaan sampah.
Referensi Jurnal :
Bell, P.A., GReene, T.C., Fisher, J.D, & Baum , A (2005). envoironmental Psycology : An Introduction. Thomson Wadsworth.
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
0 komentar:
Posting Komentar