28.12.24

TUGAS UAS PSIKOLOGI LIGKUNGAN

 TUGAS AKHIR SEMESTER


PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Analisis Perilaku Menteri Lingkungan Hidup terhadap Masalah Sampah Yogyakarta: Perspektif Persepsi


Dosen Pengampu 
Dr. Dra. Arundati Shinta, MA


Oleh
Indah Dwi Sulistyowati 23310410042



Kasus kunjungan Menteri Lingkungan Hidup (Lh) Hanif Faisol Nurofiq ke Yogyakarta pada 18 November 2024 menyoroti kompleksitas masalah pengelolaan sampah dan bagaimana persepsi dapat membentuk respons kebijakan.  Kunjungan yang diwarnai kemarahan Menteri terhadap kondisi persampahan di Yogyakarta, serta responsnya yang berfokus pada tanggung jawab pemerintah semata,  menawarkan studi kasus menarik untuk dianalisis melalui lensa persepsi, khususnya menggunakan kerangka kerja Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995).
 
Lima tahap persepsi menurut Bell et al.  memberikan kerangka yang berguna untuk memahami perilaku Menteri.  Pertama, stimulus berupa kondisi persampahan Yogyakarta yang buruk menjadi titik awal.  Stimulus ini mungkin berasal dari berbagai sumber: laporan resmi, pengamatan langsung, atau pemberitaan media.  Kondisi tersebut, yang ditandai dengan pengelolaan sampah yang kurang optimal, menjadi pemicu utama.
 
Tahap kedua, perhatian, menekankan pentingnya stimulus bagi individu.  Menteri jelas memperhatikan kondisi tersebut,  menunjukkan keprihatinan dan urgensi masalah sampah dalam pandangannya.  Tingkat keprihatinan ini cukup tinggi,  terbukti dengan tindakannya melakukan sidak dan mengungkapkan kemarahan secara terbuka.
 
Tahap ketiga, interpretasi, merupakan proses pemaknaan stimulus.  Menteri menginterpretasikan kondisi tersebut sebagai kegagalan Pemerintah Daerah DIY,  mungkin dengan mengabaikan faktor-faktor lain seperti perilaku masyarakat atau keterbatasan sumber daya. Interpretasi ini tampak cenderung sempit,  mengarah pada kesimpulan bahwa pemerintah daerah sepenuhnya bertanggung jawab.
 
Tahap keempat, penilaian,  melibatkan evaluasi terhadap interpretasi.  Menteri menilai kondisi persampahan Yogyakarta sebagai negatif,  mengancam lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.  Penilaian ini memicu respons emosional yang kuat,  ditunjukkan melalui kemarahan dan kritik keras terhadap Pemerintah Daerah.
 
Terakhir, respons merupakan tindakan yang diambil berdasarkan penilaian.  Sidak, kritik terbuka, dan penekanan pada tanggung jawab pemerintah merupakan respons langsung dari persepsi Menteri.  Respons ini, meskipun menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan,  terlihat kurang komprehensif.  Fokusnya yang terlalu sempit pada tanggung jawab pemerintah mengabaikan peran penting masyarakat dalam pengelolaan sampah,  sebagaimana diatur dalam UU RI No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.  Kontradiksi antara respons Menteri dan regulasi yang mewajibkan partisipasi masyarakat menjadi poin krusial yang perlu dikaji.
 
Analisis ini menunjukkan bahwa persepsi Menteri, yang mungkin dipengaruhi oleh informasi yang terbatas atau interpretasi yang subjektif,  telah membentuk respons kebijakan yang kurang holistik.  Untuk mencapai pengelolaan sampah yang efektif,  diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif,  mempertimbangkan semua aspek yang terlibat,  termasuk peraturan, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, teknologi, dan yang terpenting,  perubahan perilaku masyarakat.  Peristiwa ini menyoroti pentingnya kesadaran dan pemahaman yang lebih luas tentang kompleksitas masalah sampah,  serta perlunya komunikasi yang efektif antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.  Persepsi yang objektif dan holistik menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang efektif dan berkelanjutan dalam pengelolaan sampah.


0 komentar:

Posting Komentar