28.12.24

ESAI 10-UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

 

UJIAN AKHIR SEMESTER


Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan
Dosen Pengampu  : Dr. Arundati Shinta, M.A
Oleh : Azizah Nur’aeni 23310410030



MENGELOLA SAMPAH JADI TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Analisis Perilaku Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq terhadap Sampah menurut Skema Persepsi dari Paul A. Bell




source gambar : BLH DIY

    Bulan November lalu sempat muncul berita kekecewaan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, yang melakukan sidak ke Yogyakarta dan melihat pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Mandala Krida. TPS Mandala Krida dinilai semrawut dan mencerminkan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam menangani permasalahan sampah di Yogyakarta.

    Beliau menyampaikan kekecawaan atas kondisi tersebut dan akan memanggil Pemkot Yogyakarta untuk meminta penjelasan detail terkait pengelolaan sampah yang berlangsung di Yogyakarta. 

    Sayangnya dalam pernyataan Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq, beliau hanya menyoroti tanggung jawab sampah kepada pemerintah, padahal dalam UU RI No. 18 / 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 12 Ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang wajib mengelola sampah rumah tangga dan sampah sejenisnya dengan cara yang berwawasan lingkungan. Jadi, tentu saja bukan hanya pemerintah yang disoroti untuk bisa dievaluasi dan dilakukan perbaikan, tetapi juga pola perilaku masyarakat yang masih membutuhkan sosialisasi dan dukungan untuk turut serta andil dalam proses pengelolaan sampah.




Menteri LHK saat meninjau Depo Sampah Mandala Krida, Senin (18/11/2024)(dokumen humas Kementerian LHK)

    Mengapa bisa terbentuk persepsi bahwa pemerintah daerah Yogyakarta tidak serius dalam melakukan pengelolaan sampah oleh Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq? Kita akan menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell untuk bisa memahami perilaku Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq, yaitu respon beliau terhadap hasil sidak beliau ke Yogyakarta.

    Menurut Paul A. Bell, awal persepsi terbentuk adalah dari stimulus eksternal yang diterima oleh seseorang. Dalam hal ini stimulus eksternal yang diterima oleh Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq adalah tumpukan sampah dan keadaan semrawut di TPS Mandala Krida. Sebagai seseorang yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup, Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq memproses informasi dari stimulus eksternal yang dilihat sebagai situasi yang tidak sesuai dengan standar pengelolaan sampah yang diharapkan.

   Paul A. Bell menjelaskan jika stimulus di luar batas optimal akan memicu stress, yang bisa memunculkan sikap kecewa atau marah. Dalam kasus di atas, kekecewaan Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq ditunjukkan melalui pernyataan beliau :
"Ini mencemari lingkungan. Dengan kapasitas 300 ton per hari, sampah dari sini ke mana dibuangnya? Harus ada yang bertanggung jawab atas kondisi ini. Jika terbukti ada pelanggaran, saya akan menyeret pihak yang bersalah ke jalur hukum sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008."

    Dari pernyataan kekecewaan dan kemarahan beliau, langkah yang beliau ambil selanjutnya adalah memanggil Pemkot Yogyakarta untuk meminta penjelasan detail terkait pengelolaan sampah dan menindak dengan tegas jika ada pihak yang bersalah.

    Hal tersebut sesuai dengan skema persepsi Paul A. Bell, bahwa adanya stimulus di luar batas yang menimbulkan kekecewaan dan kemarahan sebagai bentuk stress adalah membutuhkan coping, yang ditunjukkan dengan sikap memperbaiki tindakan untuk memperbaiki situasi, yang mana dalam sikap yang beliau ambil adalah melakukan pemanggilan kepada Pemkot Yogyakarta untuk melakukan evaluasi.

    Dari skema persepsi Paul A. Bell, kita jadi lebih memahami kenapa Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menunjukkan perilaku tersebut. Beliau melakukan sidak tanpa pemberitahuan yang membuat Pemkot Yogyakartka tidak memiliki kesempatan untuk memberikan penjelasan secara detail, baik terkait data real, peta jalan, maupun langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta, sehingga persepsi yang terbentuk hanya dari stimulus eksternal yang memunculkan sikap kekecewaan dan kemarahan beliau, sebelum melihat lebih dalam dan detail proses pengelolaan sampah yang sudah berjalan.

    Hal tersebut juga membuat beliau hanya menyoroti kelalaian Pemkot, padahal terdapat 5 aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah, antara lain perilaku masyarakat yang masih abai terhadap pengelolaan sampah, aspek kelembagaan, aspek pendanaan fasilitas yang menunjang pengelolaan sampah, aspek sosial budaya seperti budaya masyarakat terhadap kebersihan, serta aspek teknologi yaitu peralatan yang memudahkan dalam mengelola sampah.


0 komentar:

Posting Komentar