ESAI 10 UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN
ANALISIS PERILAKU MENTERI LINGKUNGAN HIDUP HANIF FAISOL NUROFIQ DENGAN SKEMA PERSEPSI PAUL A. BELL
Olivia Yunita Trestiawati (23310410023)
Mata Kuliah Psikologi Lingkungan
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
TAHUN 2024
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq melakukan inspeksi tak terduga ke depo sampah di Yogyakarta pada 18 November 2024. Sidak ini dibuat untuk menilai seberapa baik pengelolaan sampah di wilayah ini. Namun, menteri menunjukkan kemarahan terhadap pemerintah daerah DIY karena gagal menangani masalah tumpukan sampah. Karena dianggap tidak sepenuhnya sesuai dengan tugasnya untuk mencari solusi komprehensif, tindakan tersebut mengundang perhatian publik. Skema persepsi Paul A. Bell, yang melibatkan stimulus, organisme, dan respons, dapat digunakan untuk mempelajari perilaku menteri.
1. Stimulus yang dihadapi Menteri adalah kondisi depo sampah yang tidak tertangani dengan baik. Tumpukan sampah yang besar menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah Yogyakarta tidak berfungsi dengan baik, terutama dalam hal pemrosesan sampah rumah tangga. Stimulus ini semakin diperburuk oleh tekanan publik yang tinggi dan harapan tinggi terhadap pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan masalah ini.
2. Organisme dalam konteks ini adalah Menteri memproses stimulus tersebut. Menteri bertanggung jawab langsung atas pengelolaan lingkungan nasional sebagai pejabat tinggi. Persepsi dan pemahaman beliau tentang situasi di lapangan dipengaruhi oleh pengalamannya, tekanan masyarakat, dan keinginan untuk melakukan tindakan tegas. Ada rasa frustrasi terhadap sistem yang tidak berjalan sesuai harapan, seperti yang ditunjukkan oleh reaksi emosional.
3. Respons Menteri adalah tindakan langsung dari kemarahan terhadap pemerintah daerah DIY dan kritik di media. Meskipun respons ini menunjukkan keinginan untuk memberikan teguran keras, mereka kurang menekankan solusi jangka panjang atau edukasi masyarakat. Padahal, kerja sama lintas sektor dan pelatihan juga sangat penting untuk pengelolaan sampah yang baik.
Untuk mengatasi permasalahan ini, solusi harus mencakup beberapa langkah komprehensif berikut:
1. Memberikan edukasi kepada masyarakat melalui kampanye publik yang konsisten yang mencakup penyuluhan tentang pemilahan sampah dan keuntungan daur ulang. Untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, ini dapat dilakukan di sekolah, komunitas, atau media sosial.
2. Membangun kerja sama antara organisasi masyarakat, perusahaan, dan pemerintah. Salah satu bentuknya adalah menciptakan bank sampah dan tempat daur ulang yang dapat didukung oleh dana CSR.
3. Penggunaan teknologi yang meningkatkan efisiensi, seperti penggunaan aplikasi digital untuk pelaporan sampah atau mesin pencacah sampah modern. Salah satu manfaat dari teknologi Internet of Things (IoT) adalah kemampuan untuk memantau kondisi depo sampah secara real-time.
4. Penguatan aturan dan hukuman bagi mereka yang melanggar peraturan pengelolaan sampah. Pemerintah harus memastikan bahwa orang-orang dan kelompok terkait mematuhi aturan yang berlaku, seperti memilih sampah dari sumbernya dan membuangnya sesuai prosedur.
Dengan menggunakan skema persepsi Paul A. Bell, dapat disimpulkan bahwa organisasi menteri menangani stimulus dari kondisi lapangan yang buruk. Tekanan publik, tanggung jawab besar, dan ekspektasi masyarakat mempengaruhi proses ini. Rasa frustrasi atas kegagalan sistem pengelolaan sampah tercermin dalam respons emosional yang ditunjukkan oleh Menteri.
Namun, untuk menangani masalah ini secara berkelanjutan, strategi harus mempertimbangkan lima elemen pengelolaan sampah: peraturan, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi. Edukasi publik dan sanksi bagi mereka yang melanggar UU No. 18 Tahun 2008 harus dilakukan untuk memperkuat pelaksanaannya. Untuk membangun fasilitas pengolahan sampah yang lebih efisien, kerja sama antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta harus ditingkatkan. Selain itu, integrasi teknologi canggih diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan pemantauan pengelolaan sampah.
Dengan melibatkan semua elemen pemerintah, masyarakat, dan teknologi, pengelolaan sampah di Indonesia dapat ditingkatkan secara signifikan. Respons emosional Menteri harus diarahkan untuk mendorong solusi yang lebih sistemik dan berorientasi jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
BELL, P. A., GREENE, T. C., FISHER, J. D., & BAUM, A. (2001). Environmental Psychology. Harcourt college publishers. New York (EEUU).
Schultz, P. W. (2002). Knowledge, information, and household recycling: Examining the knowledge-deficit model of behavior change. New tools for environmental protection: Education, information, and voluntary measures.
Hendra, Y. (2016). The comparison between waste management system in Indonesia and South Korea: 5 aspects of waste management analysed. Aspirasi, 7(1), 77–101.
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

0 komentar:
Posting Komentar