28.12.24

ESAI 10 UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

 

UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Hidayat (23310410052)



 

Pesatnya  pertambahan  penduduk,  dan penggunaan lahan yang semakin meningkat akibat desakkan pembangunan akan mempunyai implikasi yang  mempengaruhi  sumber-sumber  alam  dan manusia termasuk didalamnya dan umumnya bersifat padat. Faktor lain yang menyebabkan permasala-han  sampah  di  Indonesia  semakin  rumit  adalah meningkatnya taraf hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan dan juga partisipasi masyarakat yang kurang untuk memelihara kebersihan dan membu-ang sampah pada tempatnya (Slamet 2000).

Bersamaan  dengan  kenaikan  jumlah penduduk, pendapatan juga mengalami kenaikan. Kenaikan  pendapatan  menyebabkan  pola  hidup konsumtif sehingga tingkat konsumsi kita meningkat, mulai dari makanan dan kemasannya. Limbah yang  dihasilkan  perorang  makin  besar  padahal jumlah penduduk juga bertambah. Sementara itu pendapatan kita untuk menangani sampah masih terbatas.  Akibatnya,  didaerah  pedesaan  banyak sampah  yang  tertumpuk  atau  berserakan (Soemarwoto, 2001).

Pengelolaan sampah di Indonesia adalah persoalan kompleks yang melibatkan berbagai aspek, seperti peraturan, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi (Hendra, 2016). Namun, dalam realitasnya, implementasi pengelolaan sampah sering menghadapi kendala, salah satunya adalah ketidakselarasan antara regulasi dan perilaku masyarakat maupun pemerintah. Fenomena ini terlihat dalam insiden pada 18 November 2024, ketika Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan inspeksi mendadak ke Yogyakarta dan mengungkapkan kemarahannya terhadap pengelolaan sampah di wilayah tersebut. Perilaku Menteri ini dapat dianalisis menggunakan skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan, yang terdiri atas tiga tahapan: sensasi, atensi, dan interpretasi.

Sensasi: Penerimaan Informasi tentang Kondisi Sampah

Tahap sensasi adalah proses awal di mana individu menerima stimulus melalui pancaindra. Dalam kasus ini, Menteri menerima berbagai stimulus berupa laporan dan pengamatan langsung terhadap kondisi pengelolaan sampah di Yogyakarta. Stimulus ini mencakup visualisasi TPA Piyungan yang penuh, data mengenai sampah yang tidak tertangani, serta laporan tentang rendahnya efektivitas pemerintah daerah DIY dalam mengelola sampah.

Atensi: Fokus Perhatian pada Masalah Kelembagaan

Pada tahap atensi, individu memusatkan perhatian pada aspek tertentu dari stimulus yang diterima. Dalam hal ini, Menteri memberikan perhatian utama pada kelemahan pemerintah daerah DIY, khususnya dalam aspek kelembagaan dan pendanaan pengelolaan sampah. Fokus ini terlihat dari kritik tajamnya terhadap pemda DIY yang dianggap tidak optimal dalam menjalankan tugasnya. Namun, perhatian Menteri tampaknya kurang terarah pada perilaku masyarakat yang tetap membuang sampah sembarangan dan tidak memilah sampah organik dan anorganik, meskipun hal ini telah diatur dalam Pasal 12 Ayat 1 UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Interpretasi: Pemaknaan terhadap Situasi

Tahap interpretasi adalah proses pemberian makna terhadap situasi yang diamati. Menteri menginterpretasikan bahwa masalah utama pengelolaan sampah di Yogyakarta terletak pada kegagalan pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya. Interpretasi ini memunculkan asumsi bahwa solusi utama adalah memperbaiki kinerja pemerintah daerah, sementara tanggung jawab masyarakat tidak menjadi fokus utama.

Perilaku Menteri: Konsekuensi dari Persepsi

Persepsi yang terbentuk pada diri Menteri memunculkan perilaku berupa kemarahan yang ditunjukkan secara terbuka terhadap pemerintah daerah DIY. Perilaku ini mencakup kritik keras terhadap pemda, nada emosional dalam menyampaikan pendapat, serta bentrokan verbal dengan pihak lain, termasuk Sri Sultan Hamengkubuwono X. Pendekatan konfrontatif ini mengindikasikan kurangnya kolaborasi dan cenderung memperburuk hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

Rekomendasi: Mengintegrasikan Persepsi yang Holistik

Agar pengelolaan sampah menjadi lebih efektif, penting bagi pemangku kebijakan untuk mengintegrasikan pendekatan berbasis persepsi yang lebih holistik. Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan adalah:

1. Meluaskan Atensi ke Perilaku Masyarakat

2. Menginterpretasikan Situasi secara Kolaboratif

3. Menggunakan Pendekatan Persuasif:

 

            Analisis perilaku Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq berdasarkan skema persepsi menunjukkan bahwa perilakunya dipengaruhi oleh fokus perhatian yang terbatas dan interpretasi yang tidak menyeluruh terhadap situasi pengelolaan sampah di Yogyakarta. Untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan, diperlukan perubahan persepsi yang mencakup semua aspek pengelolaan sampah, termasuk peran masyarakat, pemerintah, dan teknologi. Dengan pendekatan yang lebih holistik, pengelolaan sampah di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan berwawasan lingkungan.

 

Daftar Pustaka:

Syam, D. M. (2016). Hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat dengan pengelolaan sampah di desa loli tasiburi kecamatan banawa kabupaten donggala. HIGIENE: Jurnal Kesehatan Lingkungan2(1), 21-26.

 

Kompas.com. (2024). "Insiden Menteri LH dan Pemda DIY." Diakses pada 18 November 2024.

 

UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar