UAS
PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Hidayat
(23310410052)
Pesatnya pertambahan
penduduk, dan penggunaan lahan
yang semakin meningkat akibat desakkan pembangunan akan mempunyai implikasi
yang mempengaruhi sumber-sumber
alam dan manusia termasuk didalamnya
dan umumnya bersifat padat. Faktor lain yang menyebabkan permasala-han sampah
di Indonesia semakin
rumit adalah meningkatnya taraf
hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang
persampahan dan juga partisipasi masyarakat yang kurang untuk memelihara
kebersihan dan membu-ang sampah pada tempatnya (Slamet 2000).
Bersamaan dengan
kenaikan jumlah penduduk,
pendapatan juga mengalami kenaikan. Kenaikan
pendapatan menyebabkan pola
hidup konsumtif sehingga tingkat konsumsi kita meningkat, mulai dari
makanan dan kemasannya. Limbah yang
dihasilkan perorang makin
besar padahal jumlah penduduk juga
bertambah. Sementara itu pendapatan kita untuk menangani sampah masih
terbatas. Akibatnya, didaerah
pedesaan banyak sampah yang
tertumpuk atau berserakan (Soemarwoto, 2001).
Pengelolaan
sampah di Indonesia adalah persoalan kompleks yang melibatkan berbagai aspek,
seperti peraturan, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi
(Hendra, 2016). Namun, dalam realitasnya, implementasi pengelolaan sampah
sering menghadapi kendala, salah satunya adalah ketidakselarasan antara
regulasi dan perilaku masyarakat maupun pemerintah. Fenomena ini terlihat dalam
insiden pada 18 November 2024, ketika Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol
Nurofiq, melakukan inspeksi mendadak ke Yogyakarta dan mengungkapkan
kemarahannya terhadap pengelolaan sampah di wilayah tersebut. Perilaku Menteri
ini dapat dianalisis menggunakan skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A.
Bell dan kawan-kawan, yang terdiri atas tiga tahapan: sensasi, atensi, dan interpretasi.
Sensasi:
Penerimaan Informasi tentang Kondisi Sampah
Tahap
sensasi adalah proses awal di mana individu menerima stimulus melalui
pancaindra. Dalam kasus ini, Menteri menerima berbagai stimulus berupa laporan
dan pengamatan langsung terhadap kondisi pengelolaan sampah di Yogyakarta.
Stimulus ini mencakup visualisasi TPA Piyungan yang penuh, data mengenai sampah
yang tidak tertangani, serta laporan tentang rendahnya efektivitas pemerintah
daerah DIY dalam mengelola sampah.
Atensi:
Fokus Perhatian pada Masalah Kelembagaan
Pada
tahap atensi, individu memusatkan perhatian pada aspek tertentu dari stimulus
yang diterima. Dalam hal ini, Menteri memberikan perhatian utama pada kelemahan
pemerintah daerah DIY, khususnya dalam aspek kelembagaan dan pendanaan
pengelolaan sampah. Fokus ini terlihat dari kritik tajamnya terhadap pemda DIY
yang dianggap tidak optimal dalam menjalankan tugasnya. Namun, perhatian
Menteri tampaknya kurang terarah pada perilaku masyarakat yang tetap membuang
sampah sembarangan dan tidak memilah sampah organik dan anorganik, meskipun hal
ini telah diatur dalam Pasal 12 Ayat 1 UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
Interpretasi:
Pemaknaan terhadap Situasi
Tahap
interpretasi adalah proses pemberian makna terhadap situasi yang diamati.
Menteri menginterpretasikan bahwa masalah utama pengelolaan sampah di
Yogyakarta terletak pada kegagalan pemerintah daerah dalam menjalankan
tugasnya. Interpretasi ini memunculkan asumsi bahwa solusi utama adalah
memperbaiki kinerja pemerintah daerah, sementara tanggung jawab masyarakat
tidak menjadi fokus utama.
Perilaku
Menteri: Konsekuensi dari Persepsi
Persepsi
yang terbentuk pada diri Menteri memunculkan perilaku berupa kemarahan yang
ditunjukkan secara terbuka terhadap pemerintah daerah DIY. Perilaku ini
mencakup kritik keras terhadap pemda, nada emosional dalam menyampaikan
pendapat, serta bentrokan verbal dengan pihak lain, termasuk Sri Sultan
Hamengkubuwono X. Pendekatan konfrontatif ini mengindikasikan kurangnya
kolaborasi dan cenderung memperburuk hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah.
Rekomendasi:
Mengintegrasikan Persepsi yang Holistik
Agar
pengelolaan sampah menjadi lebih efektif, penting bagi pemangku kebijakan untuk
mengintegrasikan pendekatan berbasis persepsi yang lebih holistik. Beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan adalah:
1.
Meluaskan Atensi ke Perilaku Masyarakat
2.
Menginterpretasikan Situasi secara Kolaboratif
3.
Menggunakan Pendekatan Persuasif:
Analisis perilaku Menteri Lingkungan
Hidup Hanif Faisol Nurofiq berdasarkan skema persepsi menunjukkan bahwa
perilakunya dipengaruhi oleh fokus perhatian yang terbatas dan interpretasi
yang tidak menyeluruh terhadap situasi pengelolaan sampah di Yogyakarta. Untuk
menciptakan solusi yang berkelanjutan, diperlukan perubahan persepsi yang
mencakup semua aspek pengelolaan sampah, termasuk peran masyarakat, pemerintah,
dan teknologi. Dengan pendekatan yang lebih holistik, pengelolaan sampah di
Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan berwawasan lingkungan.
Daftar
Pustaka:
Syam,
D. M. (2016). Hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat dengan pengelolaan
sampah di desa loli tasiburi kecamatan banawa kabupaten donggala. HIGIENE:
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(1), 21-26.
Kompas.com.
(2024). "Insiden Menteri LH dan Pemda DIY." Diakses pada 18 November
2024.
UU
No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

0 komentar:
Posting Komentar