28.12.24

ESAI 10 - UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN


Perilaku Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq terhadap sampah, dengan menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell




RIDHO PUTRA ARMANDO (23310410024) 

MATA KULIAH PSIKOLOGI LINGKUNGAN

DOSEN PENGAMPU : ARUNDATI SHINTA, MM

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

2024



Perilaku Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq terhadap Sampah Berdasarkan Skema Persepsi Paul A. Bell

Skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan mencakup tiga komponen utama: deteksi stimulus, organisasi informasi, dan interpretasi stimulus. Proses ini memengaruhi perilaku yang muncul sebagai respons terhadap situasi. Dalam kasus Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq, perilaku beliau dapat dianalisis melalui skema ini dalam konteks pengelolaan sampah.

1. Deteksi Stimulus

Tahap ini melibatkan perhatian Menteri LH terhadap kondisi tumpukan sampah yang menggunung di Yogyakarta. Stimulus ini mencakup:

Stimulus eksternal: Situasi nyata berupa volume sampah besar, kondisi depo sampah yang tidak dikelola dengan baik, serta laporan masyarakat terkait masalah pengelolaan sampah.

Stimulus internal: Pengetahuan dan pengalaman Menteri tentang pentingnya implementasi kebijakan pengelolaan sampah, serta ekspektasi atas kinerja pemerintah daerah (Pemda DIY).

Faktor internal lainnya adalah tanggung jawab Menteri untuk memastikan implementasi UU No. 18 Tahun 2008 berjalan dengan baik.

2. Organisasi Informasi

Menteri LH mengolah informasi yang diperoleh menjadi makna tertentu. Proses ini mencakup:

Identifikasi masalah: Menteri mengorganisasikan informasi tentang ketidaksesuaian antara kebijakan nasional (UU No. 18 Tahun 2008) dan implementasinya di tingkat daerah.

Generalisasi: Menteri mungkin menyimpulkan bahwa kinerja Pemda DIY dalam pengelolaan sampah mencerminkan kegagalan sistemik di tingkat lokal.

Fokus pada peran pemerintah daerah: Informasi yang diolah Menteri cenderung menitikberatkan tanggung jawab pengelolaan sampah pada pemerintah daerah, tanpa secara eksplisit mempertimbangkan aspek perilaku masyarakat dalam memilah sampah.

3. Interpretasi Stimulus

Interpretasi stimulus menghasilkan kesimpulan bahwa kegagalan pengelolaan sampah di Yogyakarta adalah tanggung jawab Pemda DIY. Hal ini diperkuat oleh:

Ekspektasi: Menteri mengharapkan standar pengelolaan sampah yang tinggi sesuai kebijakan nasional.

Tekanan sosial dan politik: Sebagai pejabat publik, Menteri menghadapi tuntutan dari masyarakat dan media untuk segera menyelesaikan masalah ini.

Interpretasi ini membentuk persepsi bahwa tindakan tegas, seperti inspeksi mendadak (sidak) dan pernyataan keras, diperlukan untuk menekan Pemda DIY agar bertindak lebih baik.

Perilaku Menteri LH

Persepsi Menteri LH memengaruhi perilakunya sebagai berikut:

1. Inspeksi mendadak (sidak): Tindakan ini menunjukkan upaya langsung untuk mengevaluasi situasi lapangan dan memberi tekanan moral pada Pemda DIY.

2. Ekspresi kemarahan: Respons emosi yang tegas ini mencerminkan frustrasi terhadap kondisi yang dianggap jauh dari ideal.

3. Pernyataan di media: Menteri menyampaikan kritik secara terbuka untuk menyoroti tanggung jawab pemerintah daerah.

Kontradiksi dalam Pengelolaan Sampah

Tindakan Menteri yang hanya menyoroti tanggung jawab pemerintah tanpa membahas perubahan perilaku masyarakat berpotensi bertentangan dengan Pasal 12 Ayat 1 UU No. 18/2008, yang menyatakan bahwa setiap orang wajib mengelola sampah rumah tangga secara berwawasan lingkungan. Persepsi Menteri tampak kurang memperhatikan pentingnya edukasi masyarakat dalam memilah sampah organik dan anorganik.

Solusi untuk Pengelolaan Sampah

Untuk memperbaiki pengelolaan sampah secara menyeluruh, diperlukan strategi yang melibatkan lima aspek berikut:

1. Peraturan: Penegakan aturan yang konsisten serta edukasi kepada masyarakat tentang kewajiban mereka sesuai UU No. 18/2008.

2. Kelembagaan: Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait seperti TPST.

3. Pendanaan: Pengalokasian anggaran dari APBD dan dana desa untuk mendukung infrastruktur pengelolaan sampah.

4. Sosial budaya: Kampanye kesadaran tentang pentingnya memilah sampah serta pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sampah di tingkat rumah tangga.

5. Teknologi: Penyediaan alat seperti komposter dan mesin pencacah sampah untuk mempermudah pengelolaan sampah.

Kesimpulan

Perilaku Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq dipengaruhi oleh persepsinya terhadap kegagalan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah. Namun, pendekatan ini perlu dilengkapi dengan upaya memperkuat edukasi masyarakat agar perubahan perilaku kolektif dapat terwujud. Dengan sinergi antar-aspek, pengelolaan sampah di Indonesia dapat menjadi lebih berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Hendra, Y. (2016). The comparison between waste management system in Indonesia and South Korea: 5 aspects of waste management analysed. Aspirasi, 7(1), 77-101.

Kompas.com (2024). Menteri LHK sidak depo sampah, Sri Sultan tak nyaman dengar hasilnya. Online.

Official News (2024). Lakukan sidak di Yogyakarta, Menteri Lingkungan Hidup Hanif murka lihat tumpukan sampah menggunung. Online.

Patimah, A.S., Shinta, A., & Amin Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23-29.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

0 komentar:

Posting Komentar