UJIAN AKHIR PSIKOLOGI
SOSIAL l
(Semester Genap
2019/2020)
Andi Purnawan (19310410002)
Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
Covid-19 adalah pandemi global yang
berdampak besar di semua kalangan dan lapisan masyarakat. Bukan hanya di bidang
kesehatan saja yang menjadi polemik saat ini. Namun di bidang pendidikan,
ekonomi, dan keberlangsungan hidup masyarakat menjadi masalah yang serius yang
disebabkan adanya bencana non-alam tersebut. Hampir satu bulan, sejak kali
pertama kasus virus Corona secara
resmi diumumkan terjadi di Indonesia, data menunjukkan bahwa kecenderungan
jumlah orang yang terserang Covid-19 setiap hari semakin bertambah. Media masa
tidak henti-hentinya memberitakan kasus tersebut. Mulai dari perkembangan
penyebaran virus, jumlah kematian, dan juga tingkat kesembuhan. Sebagian besar
orang, informasi tentang peningkatan kasus positif dirasa menimbulkan kecemasan
tersendiri. Padahal dengan kecemasan yang semakin berlebihan tentu dapat
berdampak bagi kesehatan psikis secara tidak langsung.
Saat
ini, pemerintah berupaya keras dalam melakukan beberapa kebijakan guna memutus
penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan penanganan
terhadap orang-orang yang sudah terinveksi Covid-19, maupun kebijakan untuk
memutus rantai penyebarannya. Intervensi kebijakan pemerintah melalui
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan dengan wujud seperti upaya
meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan
pembatasan kegiatan di area publik serta fasilitas umum. Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan tersebut rupanya belum mampu mengatasi peluasan penyebaran
Covid-19. Tampaknya lembaga pendidikan yang paling konsisten dalam menjalankan
kebijakan tersebut. Adapun dunia usaha dan lembaga-lembaga sosial dan keagamaan
masih melakukan aktivitasnya walaupun sudah berkurang. Hal tersebut memiliki
beberapa alasan salah satunya manusia sebagai makhluk ekonomi yang
mengedepankan kebutuhan hidup, kesejahteraan dan kebahagiaan. Kebahagiaan akan
dicapai apabila segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi baik secara spiritual
serta material (Ilyas, 2016).
Kurva penyebaran Covid-19 yang
dirasa belum mengalami penurunan bahkan kian hari semakin naik, menjadikan
indikasi bahwa kemampuan negara belum optimal sehingga memunculkan kondisi yang
belum mampu diprediksi dan terdapat ketidakpastian dalam menyikapi kondisi
sosial tersebut. Kerumitan masalah semakin memuncak mana kala ada perbedaan
pesan atau instruksi dari pemimpin publik pada tiap level kepemimpinan.
Contohnya, ada pemimpin yang dengan tegasnya mengeluarkan aturan larangan
terhadap perilaku mudik, ada yang sebatas imbauan saja, serta ada yang tidak
melarang melakukan mudik asalkan melakukan isolasi diri setelah sampai di
tempat tinggal. Kondisi sosial yang tidak pasti serta kebijakan yang terkesan
membingungkan tersebut dapat memunculkan permasalahan seperti perilaku anomie
pada masyarakat.
Perilaku anomie biasa terjadi di saat situasi yang kurang menentu seperti pandemi
Covid-19 ini. Anomie merupakan suatu
perilaku sosial yang oleh Emile Durkheim diartikan sebagai situasi tanpa
dukungan kejelasan norma dan arah, adanya kesenjangan antara kenyataan dan
harapan (Said, 2002). Konsepsi ini menyebabkan seseorang menarik diri dan seakan-akan
pasrah.pada keadaan. Dalam situasi seperti ini, saat masyarakat menerima
kebijakan yang membingungkan terdapat dua kemungkinan yang akan dilakukan.
Pertama, seseorang yang benar-benar cemas akan bersikap pasif. Jika usaha
ditutup, mereka seseorang cenderung mengurungkan diri tanpa ada usaha sama
sekali untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dampaknya masyarakat cenderung
menunggu bantuan-bantuan yang belum pasti dapatnya. Kedua, adanya
ketidakpastian imbauan dari pemimpin dan dengan alasan kebutuhan harus tetap
terpenuhi, seseorang cenderung nekat. Sikap mereka menganggap remeh
dampak-dampak yang akan ditimbulkan nantinya serta pasrah akan akibat dari sikap
yang dilakukannya.
(Sumber Gambar: Greelane.Com)
Pada situasi krisis dan
ketidakpastian seperti ini pendekatan alturistik yang bisa dilakukan adalah
kekuatan memaksa bagi siapa pun yang menghambat upaya dalam pencegahan
penyebaran Covid-19. Dalam studi sosial, pendekatan alturistik yang sudah mulai
dipakai pemerintah Indonesia adalah teori
pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial tersebut menjelaskan bahwa
dalam setiap situasi sosial individu akan akan selalu menimbang-nimbang antara
cost (pengorbanan) yang harus dikeluarkannya reward (imbalan atau keuntungan)
yang diperolehnya (Shinta, Bimono, & Listiari, 2015). Jadi ada kebijakan
negara yang diberikan kepada masyarakat, sebaliknya masyarakat harus
mengembalikannya dalam bentuk menjalankan kewajiban yang ditetapkan negara.
Begitu pula negara saat ini sudah memulai memberikan insentif berskala sosial ekonomi
kepada masyarakat. Negara memberikan beberapa bentuk bantuan dana sosial baik
untuk masyarakat desa maupun kota terutama mereka sebagai pekerja informal.
Para pekerja yang tidak mudik akan terjamin kebutuhan pokoknya selama wabah
Covid-19. Tidak hanya itu, kemudahan bagi dunia usaha dalam bentuk penundaan
kewajiban kredit, pajak, dan sebagainya.
Sikap tegas, cepat, dan altruistik
serta kepastian kebijakan oleh negara menjadi penentu dalam naik turunnya
persebaran Covid-19 ini. Berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditaati
masyarakat dan insentif yang sudah diberikan sebagai penukar sosial diharapkan
memberikan harapan dan masa bagi setiap warga negara untuk tetap optimis, penuh
semangat, menjaga solidaritas, serta menjauhi tindakan dan perilaku yang anomie dan destruktif. Karena pada
dasarnya setiap suatu tindakan yang dilakukan tentu akan menimbang-nimbang
sesuatu yang akan didapatkannya.
Referensi:
Ilyas, R. (2016). Etika
Konsumsi dan Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam. 1 (1): 152-172.
Said, K. M. (2002).
Etnisiti atau Anomie? Analisis
Sosiologikal Peristiwa Pergaduhan Beramai-ramai di Petaling Jaya Selatan. Jurnal Akademia. 1 (1): 21-39.
Shinta, A., Bimono,
& Listiari, E. (2015). Membangun Situasi Kerja yang Lebih Menyenangkan pada
Karyawan dengan Pengadaan Minuman yang Bergizi Tinggi. Jurnal Psikologi Talenta. 1 (1): 45-54.
Nice kak Andi
BalasHapusMantap, sangat bermanfaat!
BalasHapusTerima kasih mas
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantap, mas Andi
BalasHapus