Sekar Pramesthi Armindariani /
19310410072
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Dosen Pembimbing: Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A
Pademin Covid-19 sedang menjadi isu hangat di dunia
internasional, termasuk di Indonesia. Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh
jenis virus “sindrom pernafasan akut yang parah coronavirus 2” (SARS-C0V-2).
Penyakit ini pertama kali diindentifikasi pada 2019 di Wuhan, Cina, dan
sejak itu menyebar secara global. Gejala umum termasuk deman, batuk, dan sesak
nafas, nyeri otot, produksi dahak, sakit tenggorokan jarang terjadi. Sementara sebagian
besar kasus menghasilkan gejala ringan, beberapa berkembang menjadi pneumonia
berat dan kegagalan multi-organ (wikipedia, 20 Maret 2020).
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pada Rabu (11/3) secara resmi menyatakan wabah korona sebagai pandemi
global. Hal itu didasari oleh cepat dan masihnya penyebaran virus ini ke
sejumlah negara. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, telah terdapat 118
ribu kasus di 114 negara, termasuk Indonesia. Di negeri ini warga negara yang
dinyatakan positif terjangkit virus korona pun terus bertambah jumlahnya.
Tentunya hal ini memberikan dampak terhadap mobilisasi dan produktivitas, baik
bagi profesional ataupun masyarakat umum. (media indonesia, 20 Maret 2020).
Kurang tanggapnya masyarat menerima berita tentang covid-19 baik
terpercaya maupun tidak terpercaya yang banyak tersebar baik media massa,
online, ataupun media cetak. Hal ini
menyebabkan munculnya rasa khawatir atau panik yang belebihan. Kepanikan
masyarakat ini di tunjukan lewat berbagai tindakan mereka seperti membeli
masker dan hand sainitizer dalam jumlah banyak, serta memborong sembako di
swalayan untuk persedian dirumah. Tindakan khayalak ini bisa di sebut dengan
panic buying. Perilaku panic buying ini
menurut Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of
Economics and Finance (INDEF) dipicu oleh faktor psikologis yang biasanya
terjadi karena informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh
masyarakat. Akibatnya, timbul kekhawatiran di masyarakat sehingga menimbulkan
respons tindakan belanja secara masif sebagai upaya penyelamatan diri. Menurut Steven Taylor, Profesor sekaligus
Psikolog Klinis di University of British Columbia, Panic buying didorong oleh kecemasan dan keinginan untuk
berusaha keras menghentikan ketakutan tersebut. “Panic buying membantu orang
merasa mengendalikan situasi. Dalam keadaan seperti ini, orang merasa perlu
untuk melakukan sesuatu yang sebanding dengan apa yang mereka anggap sebagai
tingkatan krisis.”
Perlu di ketahui efek fisik maupun psikologis yang bisa meliputi
rasa takut dan khawatir berlebihan terhadap kesehatan diri sendiri maupun
orang-orang tercinta, perubahan pola tidur dan makan, serta meburuknya masalah
kesehatan yang sudah ada dan dapat menurunkan sistem imun ( kekebalan tubuh) .
Sistem imun merupakan sistem pertahanan atau kekebalan tubuh yang berperan
dalam mengenal, menghancurkan
benda-benda asing atau sel abnormal dalam tubuh.
Apa yang bisa kita lakukan dalam
menjaga kesehatan fisik maupun psikologis? Tentu dari mulai merawat dirimu
dengan baik seperti melakukan olah raga rumahan yoga, meditasi , pola makan
yang sehat, serta menghibur dirimu dengan meonton film, mebaca buku, mencoba
belajar hal-hal yang baru, melakukan to do list yang belum sempat kamu lakukan
selama dirumah, mengatur pola pikir memilah informasi dengan benar dan yang
paling penting quality time bersama keluarga.
Jadi , memilih untuk panic buying atau
berbelanja sesuai kebutuhan sepenuhnya ada di tangan dirimu sendiri. Namun, ada
baiknya untuk tetap menjaga tindakan agar tidak merugikan orang lain. Sebab,
dengan panic buying, boleh jadi yang diuntungkan adalah para
pemburu rente dan, sebaliknya, orang-orang yang benar-benar membutuhkan yang
dirugikan.
Bagikan dukungan, bukan ketakutan dunia lagi tidak
perlu yang berani tapi ignorant perlunya yang peduli. Kalau kamu tidak takut,
tidak perlu menjadi sumber ketakutan. Dunia
lagi tidak perlu orang berani mati, perlunya yang pintar bagaimana
peduli, pintar bertindak, pintar jaga diri dan sekitarnya. Coba berani sayang
sekitar, berani ajak tenang, berani saling dukung, berani jaga diri, jaga
sekitar, berani jaga kesembuhan penghuni bumi. Bagikan kebaikan, bagikan
semangat bagikan dukungan untuk yang masih perlu bekerja dan belajar di luar.
Sekarang bukan waktu yang baik untuk egois
dan abai. Ini bukan penderitaan seorang diri, mari sedih sama-sama, maju
sama-sama, peduli sama-sama.
Referensi
:
BBC News. Lufkin,Bryan" Virus Corona dan Psikologi panic Buying". 16 Maret 2020 https://www.bbc.com/indonesia/vert-cap-51887198 (diakses
20 maret 2020)
Syafina,Dea Chadiza “Panic Buying dan Dampaknya Terhadap Ekonomi”.
12 Maret
2020
(diakses 20
Maret 2020)
Nice kak
BalasHapusThank you 😊
Hapus