PERADABAN
ANAK BERMULA DARI KELUARGA
Ika Fatmawati
183104101185
Dosen Pengampu : Fx. Wahyu Widiantoro S.Psi.,
M.A
Seorang
Ibu bercerita kepada saya tentang putranya yang baru saja pindah PAUD. Alasan Ibu tersebut memindahkan dari lembaga
PAUD pertama ke lembaga berikutnya karena merasa kurang puas. Kurang puas
dengan system pendidikannya, kurang puas dengan guru- gurunya, dan kurang puas
dengan arena bermain yang kurang memadai. Tidak hanya satu dua orang tua yang
menyampaikan hal serupa kepada saya.
Mempunyai
target dan harapan yang baik kepada sekolah ataupun lembaga pendidikan adalah hal yang wajar. Menginginkan
potensi anaknya dapat berkembang dengan maksimal, mempunyai sopan santun, dan
adab yang baik adalah harapan semua orang tua. Banyak orang tua
berlomba- lomba mencari sekolah yang ideal, guru yang ramah dan pembelajaran
yang baik.
Sekolah
merupakan mitra orang tua untuk mewujudkan cita- cita yang mulia tersebut.
Meskipun demikian, rumah atau keluarga adalah landasan utama anak mengawali
sebuah peradaban. Kebiasaan anak mulai dari bahasa, tingkah laku mereka perolah dari lingkungan pertama kehidupannya. Mereka mengamati orang yang paling dekat dengan dirinya dari
awal kehidupan sampai saat ini, yaitu orangtua dan keluarga.
Kadang-
kadang orangtua protes, sudah sekolah hampir satu tahun masih belum bisa apa-
apa. Orang tua melihat sisi keberhasilan pendidikan anak hanya dari sisi
akademis saja, membaca, menulis, dan berhitung. Mereka terkadang lalai bahwa
hal yang terpenting adalah tahapan perkembangan anak sesuai dengan usianya
dapat terlewati dengan baik dan tuntas. Memberikan stimulus kepada anak agar anak dapat merespon
dengan baik.
Anak-
anak tetaplah anak- anak yang mempunyai pikiran sederhana bahwa dunianya adalah
bermain. Sudah menjadi kewajiban orang tua membekali anak- anaknya dengan
berbagai kemampuan. Tidak jarang anak- anak usia pra sekolah sudah diikutkan
berbagai macam les. Jadwalnya sangat padat, semua itu tidak menjadi masalah
selama anak bisa menikmati.
Menurut
Lickona (2012 : 77) Keluarga merupakan pertama dan paling penting pengaruhnya
terhadap karakter seorang anak. Pekerjaan sekolah adalah memperkuat nilai-
nilai karakter yang positif (etika kerja, sikap hormat, tanggung jawab,
kejujuran, dsb.) yang diajarkan di rumah.
Akan
tetapi kenyataan yang ada saat ini adalah banyak orang tua yang tidak memenuhi
peran penting mereka dalam pembentukan karakter anak. Orang tua cenderung
mempercayakan penuh kepada sekolah tentang nilai- nilai yang harus diberikan.
Peran mereka dirumah menjadi sangat kecil karena tanggung jawab pengasuhan
sudah dialihkan ke sekolah.
Terbentuknya
rasa aman dan nyaman seorang anak berasal dari cinta dan kasih sayang orang
tua. Penerimaan positif pada diri mereka menempatkan pada penerimaan yang
positif dan timbal balik, begitu menurut Rogers. Mereka akan memperolah kepuasan dengan menerima
dirinya sendiri. Sekolah akan menjadi rumah kedua mereka untuk mengembangkan
nilai- nilai yang sudah tertanam di rumah.
Orang
tua hendaknya menyadari bahwa mereka adalah contoh untuk anak- anak mereka. Apa
yang dilihat dan didengar anak, itulah yang terekam dalam memorinya kemudian
anak akan mengikuti perilaku orang tua. Pengajaran kepada anak melalui contoh
atau keteladanan lebih mudah diterima anak apabila dilakukan berulang- ulang
dan konsisten. Teori ini dikemukaan oleh Albert Bandura yang dikenal dengan
belajar sosial atau sosial learning.
Kita
kembalikan lagi fungsi keluarga seutuhnya, yaitu memberikan rasa aman dan
nyaman kepada anak. Membangun komunikasi yang sehat dan baik, penanaman
pendidikan karakter sejak dini dengan nilai- nilai positif. Menempatkan posisi
sekolah sebagai mitra atau partner orang tua untuk mewujudkan harapan mereka
kepada anak- anak. Akan lebih baik jika orang tua ikut terlibat dalam kegiatan sekolah baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Daftar Pustaka :
- Lickona, T. (2012)
Pendidikan karakter. Bantul: Kreasi
wacana
-
Alwisol, (2009). Psikologi Kepribadian.
Malang: UMM Press
0 komentar:
Posting Komentar