Nama : Pipit Rahnania Khajati
NIM :
16.310.410.1134
Sumber :
Kompas
Penulis : M. Subhan SD
Tanggal :
13 Januari 2018
Politik uang –maaf- mirip kentut. Sulit
membuktikan wujudnya tapi baunya menyebar kemana-mana hebohnya luar biasa. Orang
bisa saling tuding saling melotot saling tunjuk tetapi tiada yang mau mengaku. Bahkan
merekamyang mempraktekkan politik uang yang akan tutup mulut. Jangan minta
kuitansi tanda terima, pengakuan saj ditolak rame-rame. Pengakuan adalah
tindakan bunuh diri. Dan pembantahan sebelumnya adalah sikap tak tau diri. Politik
tanpa uang ibarat sayur tanpa garam. Hambar tidak punya rasa.
Uang adalah ASI ( air susu ibu) dari politik
kata jesseunruh ketua majelis negara bagian california era 1960an.
Dinegara ini berdasarkan litbang kementrian
dalam negri pilkada serentak tahun 2015 untuk menjadi bupati atau wakil kota
pasangan calon merogoh kocek hingga 30 milliyar, sedangkan calon untuk menjadi
gubernur berkisar 20 sampai 200 milliyar. Biaya politik itu yang menyebabkan biang kerok
mahalnya politik. Istilah mahar awalnya sakral nan suci dalam ikatan perkawinan
tetapi menjadi pronfan bahkan maknanya rendah. Mahar adalah modal untuk
mendapatkan kendaraan politik.
Korupsilah yang merusak demokrasi yang
diperjuangkan mahasiswa, rakyat, masyarakat sipil saat reformasi 1998. Demokrasi
benar-benar cacat oleh praktek korup yang dilakukan politikus pejabat atau
partai politik. Ketahanan demokrasi indonesia sangat rapuh tampak korupsi yang
merusak ketahanan demokrasi di indonesia.
Tahun 2015 subdimensi paling rendah
adalah ketiadaan korupsi dengan skala 0,38. Kira-kira seposisi dengan republik
Kongo yang berskala 0,36. Kasus-kasus korupsi besar yang membuat gaduh semuanya
melibatkan aktor-aktor politik misal Wisma atlet, Palembang, Proyek Hambalang,
Proyek Infastruktur Daerah, Kuota impor daging sapi hingga KTP-E. Jadi benarkah
aktor politik berkomitnen untuk membangun demokrasi bersih dan kuat? Sepanjang
korupsi teranak pinak politik itu cuma omong kosong.
0 komentar:
Posting Komentar