MARI MENGAYOMI BUKAN MENGHAKIMI
Meissy
Bella Sari
163104101143
Psikologi
Umum II
Rumah
sakit jiwa, apa kata yang terlontar paling utama ketika orang melihat tempat
ini atau sekedar mendengar nama nya saja, yang terbayang adalah dimana tempat
ini menjadi tempat penampungan para pengidap penyakit jiwa atau kesehatan
mental yang terganggu.
Sama
hal nya dengan saya ketika pengalaman pertama kalinya memasuki RSJ Grhasia
Pakem, Yogyakarta dalam rangka agenda kunjungan dari Prodi Psikologi
Universitas Proklamasi 45. Ada rasa takut yang sebenarnya sedikit mengganggu
pikiran saya, dimana saya akan bertemu langsung bahkan akan berkomunikasi
secara dekat dengan mereka para pasien RSJ Grasia.
Namun ternyata itu hanyalah
ketakutan saya saja, mereka tidak seseram dengan apa yang ada di benak saya,
mereka yang berada di RSJ ini lebih memadai bila dipandang dibandingkan dengan yang
sering ada di jalanan. Dalam ranah psikologi sendiri RSJ Grhasia memberikan
berbagai layanan antara lain, pasien di poli psikologi, psikometri, rujukan
psikiater, jiwa rawat inap, anak di klinik tumbuh kembang, visum, geriatri dan
napza.
Pada kesempatan kali ini Wisma yang
saya masuki adalah Wisma Srikandi, dimana didalam nya adalah para perempuan sesuai
dengan nama Wisma yang diberikan. Mereka terbagi menjadi 2 kamar, menurut
informasi yang saya peroleh dari petugas 2 kamar yang dibedakan sesuai dengan
perkembangan mereka. Pada kamar 1 mereka yang ada disana adalah mereka yang
masih memerlukan bantuan dari para petugas atau belum bisa mandiri sepenuhnya,
dari minum obat sampai mandi pun harus petugas yang turun tangan, mereka yang
ada dikamar 1 cenderung lebih pemurung dan pikirannya kosong, berbeda hal nya
dengan para penghuni di kamar 2, mereka lebih aktif lancar dalam berkomunikasi
bahkan mereka sering membantu petugas di sana untuk sekedar bersih-bersih kamar
dan menyiapkan makanan untuk teman-temannya.
Ada
pengalaman tersendiri bagi saya bisa melihat pasien waham, schizophrenia, melihat
perilaku pasien gangguan halusinasi dan sebagainya dan bisa
langsung berkomunikasi tatap muka dengan beberapa penghuni di kamar 2, banyak yang
mereka ceritakan kepada saya dan teman-teman yang berkunjung di sana, sekilas tata
cara bicara nya menunjukkan mereka tak ada bedanya dengan yang sehat sekalipun,
bahkan salah satu dari mereka sempat menyatakan bahwa dirinya sedang sakit dan
ingin sembuh agar bisa cepat pulang dari tempat ini. Mereka mengaku lelah dengan
obat-obatan yang harus minum setiap
hari. Sebenarnya, mereka hanya ingin didengarkan dan ada orang lain yang
mendengarkan tanpa membuat mereka merasa terhakimi
Pada
akhirnya saya mendapat jawaban bahwa mereka sama saja dengan pasien lain, kita dapat
berkomunikas, berinteraksi dengan mereka, dan pastinya dengan cara berbeda. Kita harus kembali disadarkan bahwa mereka
tetaplah pasien, tetaplah sesama. Mereka bukan alien, atau orang yang perlu
disingkirkan. Mereka memang kini termarjinalisasi oleh lingkungan sosial, namun
kita yang sadar jangan ikut menyingkirkan atau bahkan memperburuk keadaan.
Justru, kita perlu merangkul mereka.
Mereka
memberi pengalaman hidup bagi saya, mereka yang berada di tempat ini bukanlah karna
keinginan dari diri mereka, bahkan tidak ada manusia yang ingin berada di posisi
seperti mereka. Dan yang dapat saya jadikan pelajaran untuk bisa menjaga semua
hal yang berhubungan dengan kesehatan mental, tak hanya kesehatan raga yang
perlu di jaga jiwa pun juga. Lebih bisa menghargai mereka karna mereka juga
ciptaan Tuhan yang tak ada bedanya satu sama lain, hanya saja jiwa mereka yang
terganggu. Bisa mengayomi atau sekedar memberikan ruang bagi mereka untuk
berinteraksi, berkomunikasi bukan malah mencemooh, menghina, bahkan menghakimi karna
mereka juga punya harga diri.
0 komentar:
Posting Komentar