MENYELAMATKAN
GENERASI PEMBERI BAKTI MELAWAN RADIKALISME
Chusnul
Rizatul Untsa
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Generasi
muda sebagai mana mestinya adalah sebuah tombak berdirinya sebuah negara. Bisa
dikatakan bahwa generasi muda adalah generasi yang tengah berjuang memberikan
cinta baktinya kepada negara, juga sebagai cermin bangsa di masa yang akan
datang. Diibaratkan jika bangsa ini adalah sebuah pohon maka generasi muda
adalah tunas – tunas yang sedang menyemai tumbuh. Apabila tunas – tunas rusak
maka sudah pasti pohon yang tumbuh nantinya juga demikian. Dalam ibarat
tersebut sudah sangat nyata bagaimana peran generasi muda untuk sebuah bangsa.
Generasi muda yang rusak sudah pasti menciptakan bangsa dan negara yang rusak
pula.
Salah
satu yang mengancam generasi muda kita saat ini yaitu radikalisme. Radikalisme
adalah suatu pemikiran sekelompok orang yang menginginkan perubahan sosial dan
politik yang signifikan. Namun dari sudut pandang agama radikalisme juga bisa
diartikan sebagai pemikiran yang terlalu fanatis terhadap fondasi agama dengan
cara kekerasan. Fanatik, radikalisme memang selalu fanatik. Para radikalisme
memiliki keyakinan yang kuat akan konsep pemahamannya.
Radikalisme
di Indonesia saat ini sudah cukup mengancam dari berbagai kalanagan. Mulai dari
anak SMP hingga mahasiswa. Mahasiswa inilah yang paling rentan akan pemikiran –
pemikiran radikalisme. Karna mereka sejatinya memiliki pemikiran yang cenerung
luas dan rasa ingin tahu lebih menggebu. Pemikiran terbuka mereka membaca hal –
hal yang rancu dan mulai menginginkan perubahan. Mahasiswa pada umumnya
memiliki kelompok yang tidak sedikit, dan hal ini mempermudah sasaran
penyebaran radikalisme.
Maraknya
aksi radikalisme mahasiswa di Indonesia dinilai sudah memprihatinkan. Bahkan
tidak sedikit dari mereka tanpa ragu pergi ke luar negeri karena keyakinannya
akan faham radikalisme tersebut. Apalagi kelompok yang menggnakan kekerasan
sebagai alat penyampaian pendapat. Kasus radikalisme ini bukan masalah sepele. Mengingat
penyebarannya yang sangat cepat dan mendalam.
Kenapa
penulis mengatakan cepat dan mendalam. Cepat, karna kumpulan mahasiswa ini
sudah seperti lingkaran domino yang sangat besar, jadi jika satu terjatuh maka
teman dekat sudah pasti terkena imbasnya sedikit atau banyaknya. Lihat saja
dalam satu kota besar di Indonesia saja sudah bisa dipastikan memiliki lebih
dari 30 kampus yang rata – rata memiliki ribuan mahasiswa. Skala sebesar itu
saling berhubungan dalam beberapa organisasi. Maka tidak heran kan jika
penyebaran pemahaman ini bisa sangat cepat. Faktor lain yang membuat mahasiswa
mudah terpengaruh yaitu, mahasiswa memiliki masa dimana mereka memikirkan ketidak
adilan dan penolakan dan mencoba mencari kebenaran. Saat seperti ini pemahaman
yang menurut mereka cocok akan situasi yang mereka rasakan akan sangat mudah
diterima.
Mendalam,
karna pemahaman yang mereka yakini bisa jadi memberikan efek sampai mereka tua
nanti. Bahkan ke lingkungan ia sekitar, yang mungkin sudah menganggap mereka
asing. Walaupun mereka nantinya sadar dan kembali hidup tanpa radikalisme,
namun belum tentu orang sekitar dan lingkungan mereka mampu memahaminya. Bisa
jadi berimbas kepada keluarganya juga. Bagaimanapun juga radikalisme sudah
seperti penyakit yang meskipun sembuh tapi menimbulkan bekas. Yah, begitulah
adanya pemahaman yang keras bisa meracuni masa depan bangsa melalui mahasiswa
atau anak bangsa lainnya.
Entah
disadari atau tidak munculnya kelompok radikalisme dan faham yang
fundamentalisme agama ini mengancam keutuhan NKRI. Keprihatinan yang muncul di
aktivis organisasi pelajar akan menambah panjang daftar perpecahan diantaranya.
Apalagi kelompok radikalisme ini menggunakan kekerasan dalam setiap aksinya.
Oleh
karena itu, sudah sepantasnya sebagai negara yang menjunjung tinggi pendidikan
mampu mengantisipasi persoalan radikalisasi yang mengancam generasi. Bukan
berarti ini hanya semata–mata tanggung jawab negara. Beberapa pihak harus
terlibat, perihal radikalisme ini bisa berkembang dimana saja. Guru atau dosen,
sebagai pembimbing di lingkungan sekolah maupun kampus sudah pasti memiliki
andil besar memantau murid atau mahasiswanya. Orang tua, sebagai pembimbing dan
pengasuh utama di rumah tentu memiliki peran penting ketika anak masih dalam
pengawasannya. Selanjutnya teman, masyarakat, ustadz, memiliki peran yang sama
dalam ruang–ruang saling bertukar pikiran.
Upaya
pencegahan bisa ditingkatkan. Melihat faktor masuknya paham-paham radikalisme
salah satunya yaitu minimnya pengetahuan masyarakat sehingga ketika paham
radikalisme itu datang mereka hanya menelannya mentah–mentah. Tidak heran
pembawa paham ini sengaja menyasar kelompok-kelompok minim pengetahuan juga.
Faktor
kedua yaitu himpitan ekonomi, siapapun dalam kondisi himpitan ekonomi dengan
sempit pemikiran, pasti mudah menelan mentah-mentah paham yang menguntungkan
mereka dari segi ekonomi. Celakanya paham yang menguntungkan itu adalah paham
radikalisme. Seperti yang sedang top sekarang ini adalah ISIS, dalam organisasi
ini anggota mereka diberikan upah. Siapa yang tidak mau diupah dengan kondisi
mencari upah kerja itu susah. Seakan mereka tetap tidak dapat makan meski
dengan peluh payah. Harus meminta-minta belas kasihan para koruptor yang
memakan uangnya tanpa merasa salah. Tentulah hal seperti ini semakin meracuni
mereka dengan cara manis yang berpihak pada mereka. Masa bodoh dengan apa yang
mereka jalani yang penting anak dan keluarga bisa makan. Sangat miris bukan?
Faktor
ketiga bisa dibilang adalah benteng terkuat di setiap masing-masing individu.
Kenapa demikian ? Karna faktor ketiga ini adalah iman yang kuat. Iman atau
keyakinan setiap individu yang kuat tidak akan menjerumuskan pikiran mereka
dengan pemikiran baru yang asing. Iman dalam diri akan membuat kita berfikir
lebih jernih dan rasional. Iman juga berfungsi sebagai filter terdekat dengan
pemikiran kita sendiri. Sudah seharusnya semua pemahaman atau pemikiran asing
yang baru datang kita saring dengan lebih jeli, mana yang memang baik dan sudah
pada tempatnya dan mana yang bukan pada tempatnya buruk pula untuk kita.
Ketiga
faktor tersebut bisa dinilai bagaimana hendaknya generasi muda bisa membentengi
diri akan faham radikalisme dan fanatikisme. Di luar upaya dari diri sendiri,
negara sebenarnya sudah membentuk badan khusus untuk menghadapi radikalisme
tumbuh bebas di Indonesia. BNPT misalnya, Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme ini sengaja dibentuk pemerintah untuk memberikan penjagaan ketat
untuk paham-paham atau kelompok radikalisme dari negara asing masuk ke
Indonesia. BNPT secara terus-menerus menggaungkan perdamaian di dunia maya.
Melakukan sosialisasi terhadap kampus-kampus dan sekolah-sekolah di Indonesia.
Siapa
yang tidak ingin hidup di negara yang aman dan tentram ? Pastinya semua orang
menginginkan hidup tentram tanpa polemik di sekitar. Tanpa aksi kekerasan para
kelompok radikal juga para oknum fanatik dalam suatu paham. Jika generasi muda
di Indonesia dari awal sudah di doktrin pemahaman merusak, lantas mau jadi apa
Indonesia.
Negara
ini milik kita semua, mahasiswa, guru, ustadz, pelajar, orang tua, pekerja, dan
masyarakat dari golongan lainnya. Sudah sepantasnya kita sebagai anggota
masyarakat Republik Indonesia turut serta melindungi aset Indonesia, yaitu masa
depan negara. Upaya dari segala golongan memang harus terlibat. Kasus semacam
ini bukan untuk diributkan siapa yang bertanggung jawab menanggulangi melainkan
bersatu untuk memberantas radikalisme yang memang harus diperangi. Demi keutuhan
NKRI dan bukti cinta tanah air ini. Memberikan masa depan dan pengetahuan
terbaik untuk anak cucu kita nanti. Bagaimanapun Indonesia adalah tetap Ibu
Pertiwi, dari tanahnya kita lahir dan mati. Sebagai generasi pemberi bakti,
sepantasnya memegang teguh NKRI bak harga diri kita sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar