DISONANSI KOGNITIF PADA PERILAKU MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN
Masalah
membuang sampah sembarangan masih menjadi tantangan sosial dan lingkungan,
meskipun banyak orang sadar bahwa perilaku tersebut salah dan berdampak
negatif. Ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan ini dapat dijelaskan
melalui konsep disonansi kognitif kondisi ketika seseorang merasa tidak
nyaman karena tindakannya bertentangan dengan nilai atau keyakinannya
(Festinger, 1957).
R: Oke, N. Pernah nggak kamu membuang sampah sembarangan, walaupun tahu itu hal yang salah?
N: Pernah, jujur aja. Kadang kalau di jalan nggak nemu tempat sampah, saya buang aja bungkus permen ke trotoar. Tapi setelah itu biasanya saya merasa agak bersalah.
R: Jadi kamu sadar bahwa tindakan itu bertentangan dengan nilai yang kamu yakini?
N: Iya, saya tahu itu salah. Tapi kadang saya berpikir, “yaudah lah, ini cuma sampah kecil, nggak bakal ngaruh banyak.”
R:
Menurut kamu, kenapa kamu tetap melakukannya padahal tahu itu salah?
N:
Mungkin karena situasinya. Misalnya lagi di jalan rame atau buru-buru, terus
nggak kelihatan tempat sampah. Kadang saya juga lihat orang lain buang sampah
sembarangan, jadi ngerasa wajar aja.
R:
Setelah kamu sadar sudah melakukannya, apa yang kamu rasakan?
N:
Rasa bersalah sih ada, tapi saya cepat menenangkan diri. Biasanya saya bilang
ke diri sendiri, “lain kali jangan deh, tapi ini tadi terpaksa.”
R:
Nah, itu menarik. Jadi kamu seperti memberi alasan supaya tetap merasa nyaman,
ya?
N:
Iya, benar. Kalau nggak gitu, saya jadi terus mikirin dan ngerasa bersalah.
Jadi saya cari cara biar pikiran saya tenang.
R:
Menurut kamu, kalau perilaku seperti ini terus dilakukan banyak orang, apa
dampaknya?
N:
Ya jelas buruk sih, lingkungan jadi kotor. Tapi jujur, kadang kita baru sadar
kalau lihat akibatnya langsung. Selama nggak terlihat, kita cenderung
menyepelekan.
R:
Sekarang setelah membicarakan ini, apakah kamu merasa ingin mengubah kebiasaan
itu?
N: Iya, saya sadar sih. Sekarang saya mulai biasain simpan dulu sampah di tas atau kantong sampai nemu tempat sampah. Kayaknya itu cara paling realistis.
Subjek (N) menyadari bahwa membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang salah, namun masih melakukannya saat situasi tidak mendukung, seperti tidak tersedianya tempat sampah atau ketika terburu-buru. Setelah itu, muncul rasa bersalah yang kemudian diredakan dengan pembenaran seperti “cuma sampah kecil” atau “orang lain juga melakukannya.”
Pembenaran
ini menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri berupa rasionalisasi dan proyeksi
sosial (Freud, 1936) untuk mengurangi rasa bersalah sementara. Namun, N mulai menyadari bahwa pembenaran tersebut tidak menyelesaikan masalah dan perlu
perubahan perilaku.
Perubahan
N mencerminkan psikologi inovasi, yaitu kemampuan berpikir kreatif untuk
memecahkan masalah (Anderson et al., 2014). Keputusan membawa kantong kecil
untuk sampah menjadi solusi sederhana agar perilakunya sejalan dengan nilai
pribadi. Sesuai Amabile (1996), disonansi kognitif dapat memicu kreativitas
melalui tekanan emosional.
Kesimpulan:
Rasa bersalah akibat membuang sampah sembarangan mendorong subjek berpikir
kreatif dan menemukan solusi adaptif. Dengan demikian, disonansi kognitif dapat
menjadi pemicu refleksi dan perubahan perilaku positif.
Daftar
Pustaka
Amabile, T. M. (1996). Creativity in Context. Boulder, CO: Westview Press.
Anderson, N., Potočnik, K., & Zhou, J. (2014). Innovation and creativity in organizations: A stateof-the-science review, prospective commentary, and guiding framework. Journal of Management, 40(5), 1297–1333.
Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford, CA: Stanford University Press.
Freud, A. (1936). The Ego and the Mechanisms of Defence. London: Hogarth Press.
Gino, F., & Ariely, D. (2012). The dark side of creativity: Original thinkers can be more dishonest. Journal of Personality and Social Psychology, 102(3), 445–459.
Harmon-Jones, E., & Mills, J. (Eds.). (2019). Cognitive Dissonance: Reexamining a Pivotal Theory in Psychology. Washington, DC: American Psychological Association.
0 komentar:
Posting Komentar