ESAI 3 – BERPERILAKU INOVATIF SECARA NYATA : LANGKAH KECIL MENUJU
PERUBAHAN BERMAKNA
Oleh :
Nama : Bunga Anggreani
NIM : 22310410169
Dosen Pengampu:
Dr. Dra. Arundati Shinta MA
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Yogyakarta
2025
Di tengah kompleksitas dunia
yang terus berubah, menjadi pribadi yang inovatif bukan lagi pilihan, melainkan
kebutuhan. Inovasi bukan hanya milik para penemu atau korporasi besar. Setiap
individu memiliki potensi untuk bersikap dan berperilaku inovatif yakni menghadirkan ide, tindakan, dan
solusi baru yang membawa manfaat nyata, baik bagi dirinya maupun lingkungan
sosialnya. Namun, sering kali, konsep "inovatif" hanya berhenti di
tataran wacana. Padahal, inovasi sejati bermula dari tindakan nyata, yang hadir
dalam kehidupan sehari-hari, sekecil apa pun itu.
Makna Perilaku Inovatif
Berperilaku inovatif berarti
berani keluar dari pola lama dan mencoba sesuatu yang berbeda untuk
menghasilkan hasil yang lebih baik. Dalam pandangan Scott dan Bruce (1994),
perilaku inovatif mencakup tiga tahap utama: mengenali masalah, menghasilkan
ide, dan menerapkan ide tersebut dalam tindakan nyata. Ini berarti, seseorang
yang inovatif tidak hanya berpikir kreatif, tapi juga mampu mewujudkannya dalam
aksi yang terarah dan berdampak.
Contohnya dapat kita lihat dalam
keseharian mahasiswa. Ketika metode belajar lama dirasa tidak efektif,
mahasiswa inovatif akan mencari strategi baru seperti membuat mind map digital, mengikuti study group daring,
atau membuat podcast pembahasan materi kuliah. Tidak berhenti di situ, mereka
juga membagikan cara belajar tersebut kepada teman-temannya, menciptakan dampak
sosial yang lebih luas.
Pengalaman Pribadi Dari Ide ke Aksi
Aku sendiri pernah mengalami fase
stagnan dalam kuliah, terutama saat perkuliahan daring mulai terasa membosankan
dan membuatku kehilangan fokus. Di sinilah aku mencoba menerapkan perilaku
inovatif secara nyata. Aku mulai menggunakan aplikasi manajemen waktu seperti
Notion dan Forest untuk membangun rutinitas belajar yang terstruktur namun
fleksibel. Di waktu-waktu istirahat, aku membuat konten ringan seputar
psikologi untuk media sosial, seperti tips mengatasi overthinking atau cara
menjaga kesehatan mental.
Tanpa sadar, kebiasaan baru ini
menjadi solusi bukan hanya untuk diriku, tapi juga untuk teman-teman sekelasku
yang merasa kesulitan adaptasi. Banyak dari mereka mulai ikut mencoba aplikasi
serupa, dan kami membentuk grup peer support online untuk saling menyemangati.
Tindakan kecil ini ternyata memicu perubahan positif. Dari sinilah aku belajar,
bahwa perilaku inovatif bisa dimulai dari ruang paling personal diri sendiri.
Dimensi Psikologis Perilaku Inovatif
Dari kacamata psikologi, perilaku
inovatif tidak lahir begitu saja. Ia dipengaruhi oleh kombinasi faktor internal
dan eksternal. Amabile (1983) dalam Componential Theory of Creativity
menyebutkan bahwa perilaku inovatif memerlukan keahlian, keterampilan
berpikir kreatif, dan motivasi intrinsik. Artinya, seseorang akan cenderung
inovatif jika memiliki dasar pengetahuan, cara berpikir fleksibel, dan dorongan
batin yang kuat.
Di
sisi lain, lingkungan yang mendukung juga penting. West & Farr (1990)
menekankan bahwa perilaku inovatif berkembang baik dalam konteks sosial yang
terbuka terhadap ide baru, tidak menghukum kesalahan, dan memberikan ruang
untuk eksplorasi. Oleh karena itu, peran dosen, teman sebaya, dan suasana
kampus menjadi krusial dalam membentuk budaya inovasi.
Inovasi Sosial dan Kontribusi Nyata
Perilaku inovatif tidak hanya
bermanfaat untuk diri sendiri, tapi juga bisa menjadi sarana kontribusi sosial.
Sebagai mahasiswa psikologi, aku dan kelompok kecil di kampus pernah
menginisiasi program Psikologi Peduli, sebuah gerakan edukasi dan konseling ringan
untuk remaja yang mengalami tekanan akademik pasca pandemi. Kami membuat modul
digital yang mudah dipahami, serta mengadakan sesi diskusi online gratis.
Proyek ini tidak memerlukan teknologi canggih hanya niat, kerja tim, dan semangat berbagi. Namun, dampaknya terasa. Remaja yang terlibat merasa didengarkan, dan beberapa mulai percaya diri menceritakan kesulitan mereka kepada orang tua atau guru. Dari situ aku makin percaya, bahwa perilaku inovatif adalah tentang keberanian bertindak dan kepedulian terhadap sesama.Berperilaku inovatif secara nyata bukanlah hal yang muluk. Ia tidak selalu berwujud teknologi tinggi atau proyek besar. Inovasi sejati terletak pada tindakan sadar yang membawa perubahan positif baik dalam kebiasaan, cara berpikir, maupun kontribusi sosial. Sebagai mahasiswa, kita adalah benih-benih perubahan. Dan setiap langkah kecil kita, bila dilakukan dengan konsistensi dan niat baik, akan menjadi bagian dari transformasi yang lebih besar.
Di tengah dunia yang terus berubah,
mari kita terus menjadi pribadi yang berpikir kreatif, bertindak adaptif, dan
berani mengambil langkah nyata. Karena pada akhirnya, masa depan bukan
ditentukan oleh siapa yang paling pintar, tetapi oleh siapa yang paling berani
berubah.
Referensi :
Amabile, T. M. (1983). The Social Psychology of Creativity.
Journal of Personality and Social Psychology, 45(2), 357–376.
Scott, S. G., & Bruce, R. A. (1994). Determinants of
innovative behavior: A path model of individual innovation in the workplace.
Academy of Management Journal, 37(3), 580–607.


0 komentar:
Posting Komentar