24.7.25

ESAI 3 – BERPERILAKU INOVATIF SECARA NYATA : LANGKAH KECIL MENUJU PERUBAHAN BERMAKNA

 

         ESAI 3 – BERPERILAKU INOVATIF SECARA NYATA : LANGKAH KECIL         MENUJU PERUBAHAN BERMAKNA

                                                                Oleh :            



   

 

                                                    Nama : Bunga Anggreani

                                                          NIM : 22310410169

                                                           Dosen Pengampu:

                                                 Dr. Dra. Arundati Shinta MA

                                                           Fakultas Psikologi

                                          Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

                                                                Yogyakarta

                                                                     2025

 


        Di tengah kompleksitas dunia yang terus berubah, menjadi pribadi yang inovatif bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Inovasi bukan hanya milik para penemu atau korporasi besar. Setiap individu memiliki potensi untuk bersikap dan berperilaku inovatif yakni menghadirkan ide, tindakan, dan solusi baru yang membawa manfaat nyata, baik bagi dirinya maupun lingkungan sosialnya. Namun, sering kali, konsep "inovatif" hanya berhenti di tataran wacana. Padahal, inovasi sejati bermula dari tindakan nyata, yang hadir dalam kehidupan sehari-hari, sekecil apa pun itu.

 

Makna Perilaku Inovatif

        Berperilaku inovatif berarti berani keluar dari pola lama dan mencoba sesuatu yang berbeda untuk menghasilkan hasil yang lebih baik. Dalam pandangan Scott dan Bruce (1994), perilaku inovatif mencakup tiga tahap utama: mengenali masalah, menghasilkan ide, dan menerapkan ide tersebut dalam tindakan nyata. Ini berarti, seseorang yang inovatif tidak hanya berpikir kreatif, tapi juga mampu mewujudkannya dalam aksi yang terarah dan berdampak.

 

      Contohnya dapat kita lihat dalam keseharian mahasiswa. Ketika metode belajar lama dirasa tidak efektif, mahasiswa inovatif akan mencari strategi baru seperti membuat mind map digital, mengikuti study group daring, atau membuat podcast pembahasan materi kuliah. Tidak berhenti di situ, mereka juga membagikan cara belajar tersebut kepada teman-temannya, menciptakan dampak sosial yang lebih luas.

 

Pengalaman Pribadi Dari Ide ke Aksi

     Aku sendiri pernah mengalami fase stagnan dalam kuliah, terutama saat perkuliahan daring mulai terasa membosankan dan membuatku kehilangan fokus. Di sinilah aku mencoba menerapkan perilaku inovatif secara nyata. Aku mulai menggunakan aplikasi manajemen waktu seperti Notion dan Forest untuk membangun rutinitas belajar yang terstruktur namun fleksibel. Di waktu-waktu istirahat, aku membuat konten ringan seputar psikologi untuk media sosial, seperti tips mengatasi overthinking atau cara menjaga kesehatan mental.

 

     Tanpa sadar, kebiasaan baru ini menjadi solusi bukan hanya untuk diriku, tapi juga untuk teman-teman sekelasku yang merasa kesulitan adaptasi. Banyak dari mereka mulai ikut mencoba aplikasi serupa, dan kami membentuk grup peer support online untuk saling menyemangati. Tindakan kecil ini ternyata memicu perubahan positif. Dari sinilah aku belajar, bahwa perilaku inovatif bisa dimulai dari ruang paling personal diri sendiri.

 

Dimensi Psikologis Perilaku Inovatif

     Dari kacamata psikologi, perilaku inovatif tidak lahir begitu saja. Ia dipengaruhi oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Amabile (1983) dalam Componential Theory of Creativity menyebutkan bahwa perilaku inovatif memerlukan  keahlian, keterampilan berpikir kreatif, dan motivasi intrinsik. Artinya, seseorang akan cenderung inovatif jika memiliki dasar pengetahuan, cara berpikir fleksibel, dan dorongan batin yang kuat.

 

     Di sisi lain, lingkungan yang mendukung juga penting. West & Farr (1990) menekankan bahwa perilaku inovatif berkembang baik dalam konteks sosial yang terbuka terhadap ide baru, tidak menghukum kesalahan, dan memberikan ruang untuk eksplorasi. Oleh karena itu, peran dosen, teman sebaya, dan suasana kampus menjadi krusial dalam membentuk budaya inovasi.

 

Inovasi Sosial dan Kontribusi Nyata

     Perilaku inovatif tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tapi juga bisa menjadi sarana kontribusi sosial. Sebagai mahasiswa psikologi, aku dan kelompok kecil di kampus pernah menginisiasi program Psikologi Peduli, sebuah gerakan edukasi dan konseling ringan untuk remaja yang mengalami tekanan akademik pasca pandemi. Kami membuat modul digital yang mudah dipahami, serta mengadakan sesi diskusi online gratis.

 

     Proyek ini tidak memerlukan teknologi canggih hanya niat, kerja tim, dan semangat berbagi. Namun, dampaknya terasa. Remaja yang terlibat merasa didengarkan, dan beberapa mulai percaya diri menceritakan kesulitan mereka kepada orang tua atau guru. Dari situ aku makin percaya, bahwa perilaku inovatif adalah tentang keberanian bertindak dan kepedulian terhadap sesama.Berperilaku inovatif secara nyata bukanlah hal yang muluk. Ia tidak selalu berwujud teknologi tinggi atau proyek besar. Inovasi sejati terletak pada tindakan sadar yang membawa perubahan positif baik dalam kebiasaan, cara berpikir, maupun kontribusi sosial. Sebagai mahasiswa, kita adalah benih-benih perubahan. Dan setiap langkah kecil kita, bila dilakukan dengan konsistensi dan niat baik, akan menjadi bagian dari transformasi yang lebih besar.

 

    Di tengah dunia yang terus berubah, mari kita terus menjadi pribadi yang berpikir kreatif, bertindak adaptif, dan berani mengambil langkah nyata. Karena pada akhirnya, masa depan bukan ditentukan oleh siapa yang paling pintar, tetapi oleh siapa yang paling berani berubah.

 

 

 

Referensi :

Amabile, T. M. (1983). The Social Psychology of Creativity. Journal of Personality and Social Psychology, 45(2), 357–376.

Scott, S. G., & Bruce, R. A. (1994). Determinants of innovative behavior: A path model of individual innovation in the workplace. Academy of Management Journal, 37(3), 580–607.

0 komentar:

Posting Komentar