24.4.25

ESSAY 2 - PSIKOLOGI INOVASI: WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF - Abdul Basit Cahyana (22310410166) - DR. Arundati Shinta-UP45-ARIL2025

ESSAY 2

PSIKOLOGI INOVASI

WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

"Kontradiktif Hidup Sehat dan Merokok"

Oleh:

Nama : Abdul Basit Cahyana

NIM : 22310410166


Dosen Pengampu:

DR. Arundati Shinta


Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Yogyakarta

2025



  

Senin 21 April 2025, malam tepatnya pukul 23.00 WIB, suasana gym sudah mulai sepi, gym yang bertempatkan di Jalan Manisrenggo ini memang selalu ramai sejak siang hingga malam hari, karena selain gym, di sini juga ada lapangan futsal yang memang sangat sering di sewa silih berganti setiap jamnya. Sedangkan untuk gym sendiri biasanya memang penuh oleh gym rat ataupun mereka yang baru saja memulai workout atau work out untuk menunjang kegiatan olah raga utama masing-masing member, ada yang work out untuk dryland workout bagi mereka yang olahraga utamanya adalah berenang, atau juga menjadi olahraga penunjang bagi mereka yang olahraga utamanya adalah boxing atau juga pengimbang bagi para runner untuk membentuk otot.

Dengan adanya berbagai latar belakang tersebut, tentunya menjadi keberagaman perilaku juga. Termasuk kebiasan apa saja yang dilakukan di sela-sela workout atau di akhir workout. Ada yang beristirahat sambil berbincang dengan gym buddy masing-masing, ada yang saling berkenalan, ada yang hanya duduk beristirahat sembari bermain ponsel, dan ada juga yang beristirahat sembari menghisap rokok atau vape.

Olahraga yang dikaitkan dengan hidup sehat, berjalan kontradiktif dengan kegiatan merokok yang diidentikan dengan perilaku tidak sehat. Hal ini senada dengan mata kuliah psikologi inovasi yang juga mencakup tentang disonansi kognitif. Dimana disonansi kognitif yang adalah kondisi terkait perasaan tidak nyaman yang dialami individu ketika individu tersebut memiliki lebih dari satu keyakinan, atau sikap, ataupun nilai yang saling bertentangan. Ini merupakan fenomena yang menarik untuk diamati dan tidak asing juga dapat ditemui di lingkungan sekitar. Oleh karena itu, sembari beristirahat saya mencoba untuk berbincang terkait dua kebiasaan tersebut dengan subyek seorang penggiat olahraga namun juga seorang perokok aktif.

Saya sering sekali menemui beliau, seorang lelaki yang berusia sekitar 40 tahun, dengan postur tubuh tegap tidak terlalu tinggi, dan terlihat dari dry t-shirt yang digunakannya lekukkan-lekukkan otot yang tercetak hasil dari giatnya berolahraga. Pria tersebut berinisial (MFP) yang secara rutin melakukan workout.

“Saya biasanya nge gym, seminggu minimal 5 kali.” Beliau menerangkan dengan Santai ketika ditanya seberapa rutin melakukan workout sehingga bisa mencapai bentuk tubuh sedemikian rupa.

“Ya saya udah lama, dari awal gym ini buka, tahun 2022” lanjut beliau.

Dari perbincangan singkat, diketahui akhirnya bahwa beliau ini merupakan salah satu karyawan di Perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Dan memang jadwal untuk workout sendiri, MFP selalu menyempatkan minimal 3 atau 4 kali workout setelah pulang kerja dan di hari sabtu dan minggu ketika sore menjelang petang secara rutin, selain work-out sendiri, MFP berolahraga lainnya, terkadang tennis ataupun bulutangkis dengan rekan sejawatnya. Setelah perbincangan tersebut akhirnya menjurus pada topik utama yang dituju, yaitu terkait kebiasaan merokok.

“Om, kalau olahraga terus merokok, om ngerasa ada efeknya gak om? Ganggu nafas atau apa gitu gak om?” Saya bertanya sesantai mungkin. Sebagai catatan di gym tersebut terbiasa memanggil satu sama lain dengan panggilan “Om”

“Ya kadang kalau memang lagi gak fit banget ganggu, tap ikan ya ngerokok sebatang aja gak bakal gimana-gimana. Kalau gak ngerokok suka malah asem, suka kurang rasanya.” Jawab beliau santai. Selain itu beliau juga menambahkan bahwa kadang ketika dia pergi untuk workout dia datang ke gym center dengan membawa beban, seperti kemarahan, atau kekesalan yang dia lampiaskan dengan angkat beban dan sebagainya, dan ketika setelah sekian workout dijalani dan masih ada sedikit yang mengganjal, MFP merasa bahwa rokok cukup bisa membantu relaksasi ketegangan yang tersisa.

“Tapi kalau menurut Om sendiri, gitu olahraga sambil ngerokok gimana? Kan kesannya kalau orang lain bisa mikir hidup sehat tapi ngerokok.”

“Ya memang, tapi ya selama ini ngerokok ya sehat-sehat aja.” Beliau menyelipkan kekehan di akhir kalimatnya.

“Kalau ditanya berlawanan, ya berlawanan. Cuma ya aslinya saya perokok berat dulu, tapi setelah aktif olah raga ya akhirnya berkurang juga, biasa sebungkus sehari, sekarang paling dua tiga batang sehari.” Tambah beliau. Ketika ditanya apa yang mendasari perubahan tersebut, beliau menerangkan bahwa dirinya merasa olahraga membantu dia untuk mengurangi intensitas merokok dan setelah istrinya sering melarang dirinya merokok di dekat anaknya, namun sulit untuk langsung berhenti, karena sudah menjadi kebiasaan.

“Masih sering ngerasa kayak ada yang kurang kalo gak ngerokok.” Pungkas beliau. Beliau juga menyatakan bahwa sebenarnya beliau sangat ingin berhenti untuk merokok, demi kesehatan dan anaknya, terlebih setelah memiliki anak yang kini masih berusia 7 tahun, istri beliau selalu melarang merokok di sekitar anaknya.

Dari perbincangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa memang ada kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan nilai yang bertentangan. Namun dari perbincangan tersebut juga dapat diperoleh hasil yang berkaitan dengan psikologi inovasi. Dimana beliau tak hanya memperoleh peningkatan secara fisik dengan terbentuknya tubuh dengan baik akibat olah raga, namun olahraga juga berhasil membantu kebiasaan merokok semakin berkurang meski belum sepenuhnya hilang.

Dalam hal ini kita mengerti bahwa proses dari sebuah inovasi, tak bisa dilakukan secara instan, namun harus secara konsisten dan dijalankan dengan penuh komitmen.

 

0 komentar:

Posting Komentar