22.2.25

Remidial Psikologi Lingkungan

 

                                                                Nama              : Hidayat

                                                                NIM                : 23310410052

                                                                Program Studi : Psikologi

                                                                Universitas Proklamasi 45



1. Judul Esai: Sampah Masalah atau Peluang? Analisis Dampak dan Solusi Pengelolaan Sampah.

 

Pendahuluan

            Sampah sering dianggap sebagai masalah besar karena dianggap menimbulkan bau busuk, bentuknya yang menjijikkan, dan mengundang binatang atau serangga berbahaya seperti tikus, lalat, dan nyamuk. Namun, apakah sampah selalu menjadi masalah? Faktanya, Swedia justru mengimpor sampah dari negara-negara tetangga karena pasokan sampah dalam negeri tidak mencukupi untuk dijadikan bahan pembangkit listrik. Selain itu, eksperimen yang dilakukan mahasiswa Psikologi Lingkungan di Universitas Proklamasi 45 menunjukkan bahwa sampah di rumah dosen tidak menimbulkan bau busuk atau rasa jijik. Esai ini akan membahas berbagai masalah sampah dan bagaimana perspektif yang berbeda dapat mengubah sampah dari masalah menjadi peluang.

Masalah Sampah: Perspektif Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi

1. Dampak Lingkungan

Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Sampah plastik, misalnya, membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai dan dapat mencemari tanah dan air. Selain itu, sampah organik yang membusuk dapat menghasilkan gas metana, yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Pembuangan sampah sembarangan juga dapat menyumbat saluran air dan menyebabkan banjir.

2. Dampak Kesehatan

Sampah yang menumpuk dapat menjadi sarang bagi binatang dan serangga pembawa penyakit, seperti tikus, lalat, dan nyamuk. Hal ini meningkatkan risiko penyebaran penyakit seperti diare, demam berdarah, dan leptospirosis. Selain itu, pembakaran sampah dapat menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan pernapasan.

3. Dampak Sosial

Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat. Lingkungan yang kotor dan bau dapat menyebabkan stres dan ketidaknyamanan. Selain itu, tumpukan sampah dapat merusak estetika lingkungan dan mengurangi nilai properti di sekitarnya.

4. Dampak Ekonomi

Pengelolaan sampah yang buruk dapat menimbulkan biaya ekonomi yang besar. Pemerintah harus mengeluarkan dana untuk membersihkan sampah, menangani dampak kesehatan, dan memperbaiki kerusakan lingkungan. Di sisi lain, sampah yang dikelola dengan baik dapat menjadi sumber pendapatan, seperti yang dilakukan Swedia dengan mengubah sampah menjadi energi listrik.

Mengubah Sampah dari Masalah Menjadi Peluang

1. Pengelolaan Sampah Berbasis Teknologi

Swedia adalah contoh nyata bagaimana sampah dapat diubah menjadi sumber energi. Dengan teknologi insinerasi, sampah dibakar untuk menghasilkan listrik. Proses ini tidak hanya mengurangi volume sampah, tetapi juga menghasilkan energi yang ramah lingkungan.

2. Pengomposan

Sampah organik dapat diolah menjadi kompos yang bermanfaat untuk pertanian dan perkebunan. Pengomposan tidak hanya mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA, tetapi juga menghasilkan pupuk alami yang ramah lingkungan.

3. Daur Ulang

Sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan logam dapat didaur ulang menjadi produk baru. Daur ulang tidak hanya mengurangi jumlah sampah, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi eksploitasi sumber daya alam.

4. Kesadaran Masyarakat

Perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah sangat penting. Edukasi tentang pemilahan sampah, pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, dan partisipasi dalam program daur ulang dapat membantu mengurangi masalah sampah.

Kesimpulan

Sampah memang dapat menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik. Namun, dengan pendekatan yang tepat, sampah dapat diubah menjadi peluang yang bermanfaat bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi. Swedia telah membuktikan bahwa sampah dapat menjadi sumber energi, sementara pengomposan dan daur ulang dapat mengurangi dampak negatif sampah. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dalam pengelolaan sampah.

Dafatar Pustaka

Kaza, S., Yao, L., Bhada-Tata, P., & Van Woerden, F. (2018).
What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050.
World Bank Publications.

Hoornweg, D., & Bhada-Tata, P. (2012).
What a Waste: A Global Review of Solid Waste Management.
World Bank, Urban Development Series Knowledge Papers.

Wheeler, T. (2013). Waste to Energy: Sweden’s Innovative Approach to Waste Management. Stockholm: Green Energy Press.

 

2. Judul Esai: Menyempurnakan Bagan Persepsi Paul A. Bell: Hubungan Antara Persepsi dan Perilaku dalam Konteks Pengelolaan Sampah

Pendahuluan

Persepsi merupakan proses kognitif yang memengaruhi bagaimana individu memandang, menafsirkan, dan merespons suatu objek atau situasi. Dalam konteks Psikologi Lingkungan, persepsi terhadap sampah sering kali menjadi fokus studi karena berkaitan langsung dengan perilaku pengelolaan sampah. Bagan persepsi yang dikembangkan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995) menjelaskan proses terjadinya perilaku yang dimulai dari persepsi terhadap suatu objek. Namun, bagan ini sering kali dianggap kurang komprehensif oleh mahasiswa, sehingga menimbulkan kesulitan dalam memahami hubungan antara persepsi dan perilaku. Esai ini bertujuan untuk menyempurnakan bagan persepsi tersebut agar lebih mudah dipahami dan diterapkan dalam konteks pengelolaan sampah.

Bagan Persepsi Paul A. Bell: Analisis dan Keterbatasan

Bagan persepsi Paul A. Bell menggambarkan proses persepsi sebagai berikut:

1. Stimulus Lingkungan: Objek atau kejadian di lingkungan yang menarik perhatian.

2. Proses Sensori: Informasi dari stimulus diterima oleh indera.

3. Proses Kognitif: Informasi diinterpretasikan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai individu.

4. Respons Perilaku: Hasil interpretasi memengaruhi tindakan atau perilaku individu.

Meskipun bagan ini memberikan gambaran umum tentang proses persepsi, terdapat beberapa keterbatasan:

Tidak Mempertimbangkan Faktor Emosional: Emosi seperti rasa jijik, takut, atau kepedulian terhadap lingkungan dapat memengaruhi persepsi dan perilaku, tetapi tidak dijelaskan dalam bagan.

Tidak Menjelaskan Peran Norma Sosial: Norma sosial dan budaya dapat memengaruhi bagaimana individu mempersepsikan suatu objek dan bagaimana mereka bertindak.

Tidak Memasukkan Faktor Kontekstual: Konteks lingkungan, seperti ketersediaan fasilitas pengelolaan sampah, dapat memengaruhi perilaku, tetapi tidak dijelaskan dalam bagan.

Menyempurnakan Bagan Persepsi

Untuk membuat bagan persepsi lebih komprehensif, berikut adalah penyempurnaan yang dapat dilakukan:

1. Stimulus Lingkungan

·       Objek atau kejadian di lingkungan (misalnya, tumpukan sampah).

·       Konteks lingkungan (misalnya, tempat umum, rumah, atau TPA).

2. Proses Sensori

·       Informasi diterima oleh indera (penglihatan, penciuman, pendengaran).

·       Faktor fisik (misalnya, bau busuk, bentuk sampah yang menjijikkan).

Proses Kognitif

·       Interpretasi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman (misalnya, pemahaman tentang dampak sampah terhadap lingkungan).

·       Emosi yang muncul (misalnya, rasa jijik, kepedulian, atau ketidakpedulian).

·       Norma sosial dan budaya (misalnya, kebiasaan membuang sampah sembarangan atau nilai-nilai lingkungan).

4. Faktor Kontekstual

·       Ketersediaan fasilitas pengelolaan sampah (misalnya, tempat sampah, bank sampah).

·       Kebijakan pemerintah (misalnya, larangan penggunaan plastik sekali pakai).

5. Respons Perilaku

·       Tindakan yang diambil (misalnya, membuang sampah pada tempatnya, mendaur ulang, atau mengabaikan sampah).

·       Perilaku berkelanjutan (misalnya, partisipasi dalam program pengelolaan sampah).

Bagan yang Disempurnakan

Berikut adalah bagan persepsi yang telah disempurnakan:

Stimulus Lingkungan 

        

Proses Sensori (Indera) 

        

Proses Kognitif (Interpretasi, Emosi, Norma Sosial) 

        

Faktor Kontekstual (Fasilitas, Kebijakan) 

        

Respons Perilaku (Tindakan, Perilaku Berkelanjutan) 

 

Contoh Aplikasi dalam Konteks Sampah

1. Stimulus Lingkungan: Tumpukan sampah di pinggir jalan.

2. Proses Sensori: Individu melihat sampah dan mencium bau busuk.

3. Proses Kognitif:

·       Interpretasi: Sampah dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.

·       Emosi: Rasa jijik dan kepedulian terhadap lingkungan.

·       Norma Sosial: Kebiasaan masyarakat yang sering membuang sampah sembarangan.

4. Faktor Kontekstual:

·       Ketersediaan tempat sampah yang memadai.

·       Adanya kampanye pemerintah tentang kebersihan lingkungan.

5. Respons Perilaku:

·       Individu memilih untuk membuang sampah pada tempatnya atau berpartisipasi dalam program daur ulang.

Kesimpulan

Bagan persepsi Paul A. Bell memberikan dasar yang baik untuk memahami hubungan antara persepsi dan perilaku. Namun, dengan menambahkan faktor emosional, norma sosial, dan konteks lingkungan, bagan ini menjadi lebih komprehensif dan mudah diterapkan dalam konteks pengelolaan sampah. Penyempurnaan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dan praktisi Psikologi Lingkungan dalam menganalisis dan memprediksi perilaku individu terkait sampah.

 

Daftar Pustaka

Patimah, S., et al. (2024). Psikologi Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Psikologi.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bell, P. A., et al. (2001). Environmental Psychology. New York: Harcourt College Publishers.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar