Imelta Indriyani
Alfiah / 19310410062
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Dosen Pembimbing
: Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menyatakan Corona Virus Desease atau Covid-19 sebagai pandemi pada Rabu
(11/3/2020). Menurut WHO, pandemi adalah skala penyebaran penyakit yang terjadi
secara global di seluruh dunia. Berdasarkan ketetapan WHO, pandemi tidak
berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit, jumlah korban atau infeksi,
namun pada penyebaran geografisnya. Pandemi biasanya menyebar luas hingga ke
daerah yang jauh dari wilayah pertama wabah tersebut ditemukan (Kompas TV, Kamis, 12 Maret 2020 | 10:20 WIB).
Namun, setidaknya ada tiga kriteria umum sebuah penyakit dikatakan sebagai
pandemi. Pertama, virus dapat menyebabkan penyakit atau kematian. Kedua,
penularan virus dari orang ke orang terus berlanjut tak terkontrol. Ketiga,
virus telah menyebar ke hampir seluruh dunia (Tim, CNN Indonesia | Kamis, 12/03/2020 12:29 WIB).
Ditetapkannya
wabah Covid-19 sebagai pandemi bukan menjadi alasan untuk khawatir berlebihan.
Dinyatakan pandemi bukan untuk memicu kepanikan global, namun tujuannya untuk
meningkatkan kesadaran. Memberikan alarm kepada pemerintah semua negara di
dunia untuk meningkatkan kesiapsiagaan mencegah maupun menangani wabah.
Di
tengah suasana himbauan untuk tetap di rumah saja karena Covid-19, apa yang
bisa kita lakukan? Apakah cemas dan was-was adalah solusinya? Perasaan cemas
yang terasa saat ini adalah hal yang normal dan wajar apabila tidak berlebihan.
Karena itu adalah respon natural yang dialami banyak orang saat situasi semacam
ini. Stres yang berlebihan dapat menurunkan imunitas tubuh sedangkan untuk
menangkal Covid-19 diperlukan kekebalan tubuh yang baik. Kita harus tetap well-being dan produktif. Rasa cemas yang tidak produktif terjadi
ketika kita justru tenggelam dengan overthinking
dalam pikiran. Seharusnya dengan perasaan cemas yang produktif kita menjadi terdorong
untuk melakukan sesuatu misalnya gaya hidup sehat, lebih sering cuci tangan dan
menghindari keramaian.
Fokus
terhadap apa yang terjadi saat ini dan hal apa saja yang dapat kita lakukan.
Karena pikiran kita berperan penting dalam proses berjalannya perasaan dan
perilaku kita. Tidak semua hal di dunia ini dapat kita kontrol dan kendalikan.
Jadi memulai dari kontrol diri sendiri adalah jawabannya. Ketika sedang melakukan
social distance bukan berarti harus
benar-benar mengisolasi diri sendiri dari komunikasi sosial, tetap jalin
komunikasi baik dengan kerabat atau sahabat dekat, baik itu melalui pesan
ataupun telepon.
Kita
dapat melakukan hal-hal produktif lainnya. Bagi mahasiswa harus tetap fokus
dalam menyusun tujuan setiap harinya, misal tetap kerjakan tugas akademik dan
kuliah online yang diberikan oleh dosen. Menjadikan momen ini sebagai sarana menyapa kembali diri
sendiri, refleksi dan intropeksi diri. Tetap membiasakan diri berolahraga di
rumah dan membersihkan lingkungan sekitar.
Selain
itu kita juga harus pandai-pandai dalam memfilter bacaan dan tontonan. Tidak
menelan mentah-mentah informasi yang didapat. Kumpulkan informasi yang akurat
dan bukan hoax dari sumber-sumber
terpercaya. Saat ini banyak informasi yang berlebih dan simpang siur sehingga
menyebabkan kepanikan masyarakat. Membatasi paparan informasi yang membuat
semakin cemas dan merasa tertekan dapat menjadi upaya dalam mengelola stres
kita.
Referensi:
https://www.kompas.tv/article/70894/mengenal-istilah-pandemi-untuk-wabah-virus-corona (diakses pada
20 Maret 2020)
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200312113105-255-482774/mengenal-makna-status-pandemi-virus-corona (diakses pada
20 Maret 2020)
0 komentar:
Posting Komentar