Nama : Heny Suprapti Nim : 183104101183 Matkul : Psikologi Kepribadian Dosen Pengampu : Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi, M.A |
Albert Bandura sangat terkenal dengan
Teori Pembelajaran Sosial (Social
Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang
menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi.
Eksperimen yang sangat terkenal adalah
eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Pertama,
Bandura berpendapat manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya
sendiri; sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi obyek: pengaruh
lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang
dan lingkungan saling mempengaruhi.
Kedua,
Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi orang
itu dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus
memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan di
pelihara. Teori belajar sosial (Social learning theory) dari
Bandura, didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal
determinism), tanpa penguatan (beyond reinforce), dan pengaturan
diri/berifikir (self-regulation/cognition).
1. Determinis
resiprokal: pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam
bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif,
behavioral dan lingkungan. 0rang menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan
mengontrol kekuatan lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan
lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori
belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku.
Teori belajar sosial memakai salingdeterminis sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari
perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi
interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
2. Tanpa
reinforsemen: Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung
kepada reforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus
dipilah-pilah untuk direnforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak
belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam menen-tukan apakah suatu
tingkahlaku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satusatunya
pembentuk tingkahlaku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan
mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi
tanpa ada reforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh
antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
3. Kognisi
dan Regulasi diri: Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidak
senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep
Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur dixi
sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
tingkahlakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi
sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyirnpan
pengalaman (dalam ingatan) dalam ujud verbal dan gambaran imaginasi untuk
kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk
menggambarkan secara imaginatif basil yang diinginkan pada masa yang akan
datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan
jangka panjang.
4. Sistem Self (Self
System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki
konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai
salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan
penjelasan & kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self diakui sebagai
unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal saling
berinteraksi, di mana pusat atau pemulanya adalah sistem self. Sistem self itu
bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur
kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi,
evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau
mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari sistem
interaksi resiprokal.
5. Regulasi
Diri
Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan
kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan
lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk deteminis
resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian clan tingkahlakunya sendiri.
Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi did.
Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir
tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang
memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif,
menciptakan ketisakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya
berdasarkan antisipasi apa Baja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga
proses yang dapat dipakai untuk melakukan pengaturan memanipulasi faktor
eksternal, memonitor dan mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia
adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.
Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan
dua cara, pertama; faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi
tingkahlaku. Faktor lingkungan bertinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi,
membentuk standar evalusi diri orang itu. Melalui orang tua dan guru anak-anak
belajar baik-buruk, tingkahlaku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian
mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.
Kedua: faktor eksternal mempengaruhi regulasi
diri dalam bentuk penguatan(reinforcemenl). Hadiah intrinsik tidak
selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari
lingkungan ekstemal. Standar tingkahlaku dan penguatan biasanya bekerja sama;
ketika orang dapat mencapai standar tingkahlaku tertentu, perlu ada penguatan
agar tingkahlaku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan 1agi.
Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal
dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh
internal (label 35):
Observasi diri (self observation): dilakukan
berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantita penampilan, orisinalitas
tingkahlaku dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor performansinya,
walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari
tingkahlakunya dan mengabaikan tingkahlaku lainnya. Apa yang diobservasi
seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.
Proses penilaian atau mengadili tingkah
laku (judgmental process): adalah melihat kesesuaian tingkahlaku
dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau
dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas,
dan memberi atribusi performansi. Standar pribadi bersumber dari pengalaman
mengamati model misalnya orang tua atau guru, dan menginterpretasi
balikan/penguatan dari performansi diri. Berdasarkan sumber model dan
performansi yang mendapat penguatan, proses kognitif menyusun ukuran-ukuran
atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron
dengan kenyataan. Standar pribadi ini jumlahnya terbatas. Sebagian besar
aktivitas hams dinilai dengan membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa
berupa norma standar, perbandingan social, perbandingan dengan orang lain, atau
perbandingan kolektif. Orang juga menilai suatu aktivitas berdasarkan anti
penting dari aktivitas itu bagi dirinya. Akhirnya, orang juga menilai seberapa
besar dirinya menjadi penyebab dari suatu performansi, apakah kepada diri
sendiri dapati dikenai atribusi (penyebab) tercapainya suatu performansi, atau
sebaliknya justru mendapat atribusi terjadinya kegagalan dan performansi yang
buruk.
Reaksi-diri-afektif (self response): akhirnya
berdasarkan pengamaan dan judgment itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif
atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa
terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat
keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang
bermakna secara individual.
Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui
Observasi
Tentu saja, mengamati orang lain melakukan sesuatu
tidak tidak mesti berakibat belajar, karena belajar melalui observasi
memerlukan beberapa faktor atau prakondisi. Menurut Bandura, ada empat proses
yang penting agar belajar meinlui observasi dapat terjadi, yakni:
Perhatian (attention process) : Sebelum
meniru orang lain, perhatian hams dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini
dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif,
dan arti penting tingkahlaku yang diamati bagi si pengamat.
Representasi (representation process): Tingkahlaku
yang akan ditiru, hams disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal
maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang
mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang diamati, dan menentukan mana yang
dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi
memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran,
tanpa benar-benar melakukannya secara fisik.
Peniruan tingkahlaku
model (behavior production process): Sesudah mengamati dengan
penuh perhatian, dan memasukkanya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkahlaku.
Mengubah dad gambaran fikiran menjadi tingkahlaku menimbulkan kebutuha
evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah
benar?” Berkaitan dengan kebenaran, basil belajar melalui observasi tidak
dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan tingkahlaku yang ditiru, tetapi
lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pebelajar.
Motivasi dan penguatan (motivation and
reinforcement process): Belajar melalui pengamatan menjadi efektif
kalau pebelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkahlaku
modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkahlaku
tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak bakal terjadi proses
belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada tingkah laku model yang diganjar,
daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi walapun model tidak
diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang
menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya
akan diganjar.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara
karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri model
seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan, penting dalam
menentukan tingkat imitasi. Anak lebih senang meniru model seusianya daripada
model dewasa. Anak juga cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam
jangkauannya, alih-alih model yang standarnya diluar jangkauannya. Anak yang
sangat dependen cenderung mengimitasi model yang dependennya lebih ringan.
Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya.
Anak cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan open (jw), gadis lebih
mengimitasi ibunya.
Dampak Belajar
Setiap kali respon dibuat, akan diikuti dengan
berbagai konsekuensi; ada yang konsekuensinya menyenangkan, ada yang tidak
menyenangkan, ada yang tidak masuk kekesadaran sehingga dampaknya sangat kecil.
Penguatan – baik positif maupun negatif – dampaknya tidak otomastis sejalan
dengan konsekuensi respon. Konsekuensi dari suatu respon mempunyai tiga fungsi:
Pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak
dari tingkahlaku, informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing
tingkahlaku pada masa yang akan datang.
Memotivasi tingkahlaku yang akan datang: Menyajikan
data sehingga orang dapat membayangkan secara simbolik hasil tingkahlaku yang
akan dilakukannya, dan bertingkahlaku sesuai dengan peramalan-peramalan yang
dilakukannya. Dengan kata lain, tingkahlaku ditentukan atau dimotivasi oleh
masa yang akan datang, di mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada
masa yang akan datang itu diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu
tingkahlaku.
Penguat tingkahlaku: Keberhasilan akan menjadi
penguat sehingga tingkahlaku menjadi berpeluang diulangi, sebaliknya kegagalan
akan membuat tingkahlaku cenderung tidak diulang.
Daftar
Pustaka
Arie asnadi, 2005. Teori-Teori Belajar. Yogyakarta:Kanisius
Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories
of Human Development. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications.
International Education and Publisher
0 komentar:
Posting Komentar