JUDUL:
Diffusion of Responsibility
Fatkhul Aziz, Ningnurani,
Irwanto, Yusuf Wardana, Nurul Widiastoni
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dalam Pembuatan film experimen
difusi responsibiliti ini, ada pun para pemainnya adalah sebagai berikut:
Fatkhul Aziz sebagai Eksekusi
Ningnurani sebagai Korban
Irwanto sebagai observeer
Yusuf Wardana sebagai kamerawan
Nurul Widiastoni sebagai kamerawan
Adapun lokasi yang ditujuh adalah
beralamatkan di Jl. Colombo, Yogyakarta. Dalam film ini akan mencoba melakukan
experimen difusi resposibiliti (Diffusion of Responsibility). Adapun tujuan pembuatan film pendek ini
adalah untuk mengetahui sejauhmana orang bertanggung jawab atas si korban
tersebut dalam mengetahui kehilangan barang miliknya tersebut pada hal orang
tersebut mengetahui yang mengambil barang tersebut.
Difusi Tanggungjawab (Diffusion
of responsibility)
merupakan fenomena dimana masing-masing penonton merasakan penurunan rasa
tanggung jawab karena bertambahnya jumlah saksi mata (Gerungan, 1996). Pada
eksperimen mengenai adanya penyerangan, di mana partisipan percaya bahwa mereka
satu-satunya orang yang mendengar teriakan seseorang yang mengalami
penyerangan, maka tanggung jawab secara mutlak berada padanya. Jika ia tidak
menolong, maka tidak ada satupun juga yang akan menolong, maka orang tersebut
mungkin akan tewas. Hasilnya, dalam kondisi ini hampir semua menolong dengan
segera.
Namun jika ini terjadi dengan banyak orang yang mendengar
teriakan maka akan terjadi diffusion of responsibility. Hal ini
terjadi kerena terdapat banyak orang, penonton tidak merasa bahwa ia adalah
satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab dan harus bereaksi. Dalam
situasi darurat, semakin besar jumlah pengamat, kurang tanggung jawab apapun
pengamat satu merasa untuk membantu. Difusi tanggung jawab menyebabkan pertanggungjawaban atas
suatu pelanggaran moral memudar (bias)
atas pelanggaran moral karena ditanggung bersama-sama. Sebagai contoh, pembunuh
tidak merasa bersalah, karena dia melakukan pembunuhan bersama-sama dengan
rekan-rekan kerjanya (Sarwono, 1987).
Apa yang Terjadi?
Kabar naas mengenai penemuan jenazah Angeline, anak berusia
8 tahun yang dinyatakan hilang 16 Mei lalu, dinilai cukup menggucangkan. Angeline
ditemukan di halaman rumah keluarga angkatnya sendiri dengan bekas jeratan di
leher dan luka di kepala. Desas-desus mengenai penelantaran dan kekerasan
terhadap Angeline pun mencuat ke permukaan. Kemajuan terakhir dari investigasi
polisi menginformasikan kepada warga Indonesia bahwa tersangka, seorang pekerja
di kediaman tempat Angeline tinggal, telah memperkosa dan membunuh si gadis. Orang-orang
di sekitar si gadis kecil telah menaruh kecurigaan sejak lama, pertanyaannya;
kenapa tragedi ini bisa sampai terjadi?
Berita populer lain terkait penganiayaan dan pembunuhan
adalah kasus pembunuhan pembantu rumah tangga (PRT) di kediaman Syamsul Anwar,
Medan, pada akhir tahun 2014 lalu. Kasus ini melibatkan kurang lebih tujuh
pelaku penganiayaan, dua diantaranya masih di bawah umur, dua orang dipastikan
sebagai korban meninggal dunia, penemuan 23 tulang di tempat kejadian perkara,
dan video CCTV yang membuktikan adanya kekerasan. Kenyataannya, seorang mantan
PRT di kediaman tersebut mengaku telah mengadukan kasus serupa tahun 2012 lalu.
Ia mengakui bahwa penganiayaan ini sudah terjadi sejak lama dan korban yang ada
kemungkinan lebih banyak, pertanyaannya; kenapa hal ini baru terungkap?
Peristiwa di atas menjadi cerminan kehidupan masyarakat yang
sebenarnya sering sekali terjadi. Bedanya, kasus di atas adalah salah satu dari
contoh yang paling ekstrim. Dalam keseharian kita, peristiwa ini bisa saja
terjadi dalam contoh berikut: ketika Anda sedang di rumah sakit, Anda
menyaksikan seorang anak kecil ditampar oleh ibunya karena ia rewel. Anda
sesungguhnya merasa tidak tega dan mungkin Anda tahu cara untuk menenangkan
anak itu. Anehnya, Anda tidak tergerak untuk membantu. Anda berpikir, “mungkin
kalau saya ikut campur, akan terkesan tidak sopan”, atau, “saya tidak punya
urusan dengan mereka”.
Difusi tanggung jawab (Diffusion
of Responsibility) adalah istilah untuk mendeskripsikan berkurangnya rasa
tanggung jawab seseorang untuk mengambil tindakan di dalam situasi darurat
karena hadirnya bystander lain; semakin banyak jumlah bystanders,
kemungkinan masing-masing individu untuk mengambil tindakan semakin berkurang. Bystander
adalah orang yang ada di tempat kejadian dan turut menyaksikan kejadian. Dalam
contoh ini, Anda berperan sebagai bystander terhadap anak dan ibunya.
Difusi tanggung jawab dapat membuat seorang bystander
tidak melakukan tindakan apapun ketika menyaksikan peristiwa yang butuh segera
ditindaklanjuti. Salah satu contohnya adalah kasus pembunuhan Catherine Genovese yang disaksikan
secara langsung oleh tiga puluh delapan orang selama empat puluh lima menit,
namun tidak satu pun dari saksi yang datang menolong atau pun menelepon polisi.
Dalam konteks difusi tanggung jawab, beban tanggung jawab yang dirasakan bystander
berkurang karena ia yakin ada bystander lain yang menyaksikan. Bila ada
dua bystander, maka beban tanggung jawab menjadi ½, bila ada tiga bystander,
maka beban tanggung jawab menjadi 1/3, dan seterusnya.
Dalam kasus-kasus yang dibahas sebelumnya, seseorang mungkin
mencurigai, atau bahkan mengetahui, sesuatu mengenai peristiwa yang dialami
oleh Angeline ataupun PRT di kediaman Syamsul Anwar, tetapi tidak bertindak.
Dalam kasus penganiayaan PRT di Medan, misalnya, beberapa pembantu telah
melaporkan kasus ini ke polisi pada tahun 2012, namun sekalipun mengetahui
bahwa kekerasan mungkin masih terjadi di kediaman Syamsul Anwar, laporan ini
tidak ditidaklanjuti karena kurangnya bukti. Dalam kasus pembunuhan Angeline,
para guru di sekolahnya telah lama menaruh curiga bahwa si gadis tidak terurus
dengan baik dan tampak murung, tetapi belum ada banyak usaha untuk memindahkan
anak ke lingkungan yang lebih kondusif.Dalam konteks ini, terdapat kemungkinan
bahwa para bystander mengalami difusi tanggung jawab.
Percaya tidak percaya, difusi tanggung jawab sering terjadi
di sekitar kita ataupun pada diri kita sendiri. Dalam contoh anak dan ibu yang
dijabarkan sebelumnya, Anda mungkin enggan membantu karena merasa tidak sopan
dan tidak punya kepentingan untuk menyela si ibu. Reaksi lain yang paling
tipikal dalam difusi tanggung jawab adalah ketika seseorang, sebagai bystander,
merasa tidak perlu melakukan apapun karena mengira bystander lain telah
melakukan sebuah tindakan atau merasa bahwa ia tidak perlu bertindak karena bystander
lain tampaknya tidak bertindak.
Hal ini adalah sebuah ironi karena menolong sesama adalah
tanggung jawab semua orang yang harus dilaksanakan tanpa ragu-ragu dan
takut-takut. Seiring waktu, terdapat semakin banyak kasus kekerasan di
Indonesia. Peristiwa-peristiwa yang bermunculan seharusnya menjadi ultimatum
bagi kita semua; apa sebenarnya yang salah? Kepekaan kita sebagai anggota
masyarakat harus diasah kembali sebagaimana dikatakan oleh anggota Komisi VIII
DPR, Maman Imanulhaq, “Ada enggak keberanian dari tetangga. Misalnya, anak
kecil matanya sayu, terus diidentifikasi anak tersebut mengalami KDRT, berani
enggak laporkan?”. Keberanian dan kepekaan kita terkadang tidak cukup kokoh
untuk mendeteksi keberadaan korban kekerasan di sekitar kita. Penting bagi kita
untuk menyadari bahwa bantuan sekecil apapun dari kita dapat berarti besar bagi
para korban. Dari kesadaran ini, marilah kita mulai merajut kepedulian bersama
dan memberanikan diri untuk mengambil langkah pertama dalam menolong
orang-orang di sekitar kita.Ingat, hal sekecil apapun bisa saja memberi dampak
yang sangat besar bagi siapapun yang membutuhkan.
KESIMPULAN
Dalam
Film pendek yang diperagakan mahasiswa Psikologi, Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta, dapat kita mengambil beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut:
1.
Difusi
tanggung jawab (Diffusion of
Responsibility) adalah istilah untuk mendeskripsikan berkurangnya rasa
tanggung jawab seseorang untuk mengambil tindakan di dalam situasi darurat
karena hadirnya bystander lain; semakin banyak jumlah bystanders,
kemungkinan masing-masing individu untuk mengambil tindakan semakin berkurang.
2.
Bystander adalah orang yang ada di tempat
kejadian dan turut menyaksikan kejadian.
3.
Menolong
sesama adalah tanggung jawab semua orang yang harus dilaksanakan tanpa
ragu-ragu dan takut-takut.
REFERENSI
UTAMA
Gerungan.
1996. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco.
Sarwono,
W. S. 1987. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press.
Sumber Data
Tulisan
1.
http://regional.kompas.com/read/2015/06/10/22124881/Agus.Ditetapkan.Jadi.Tersangka.Pembunuh.Angeline
2.
http://regional.kompas.com/read/2015/05/26/09360881/Harus.Beri.Makan.Ayam.Sebelum.Sekolah.Badan.Angeline.Bau.Kotoran?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&
3.
http://bali.tribunnews.com/2015/06/11/ini-kronologi-agustinus-tai-menghabisi-nyawa-bocah-malang-angeline?page=6
4.
http://regional.kompas.com/read/2015/04/17/21031791/Ikut.Aniaya.Tiga.PRT.Kiki.Divonis.2.Tahun.6.Bulan.Penjara
5.
http://regional.kompas.com/read/2014/12/12/22320191/Temuan.23.Tulang.di.Rumah.Syamsul.Diduga.Korban.Mutilasi
6.
http://regional.kompas.com/read/2014/12/13/02410881/Kasus.Penganiayaan.Keluarga.Syamsul.Tahun.2012.Mengendap?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news
7.
Kassin,
S., Fein, S., & Markus, H. R. (2011). Social Psychology. Belmont:
Wadsworth.
8.
http://en.wikipedia.org/wiki/Murder_of_Kitty_Genovese
9.
http://psych.princeton.edu/psychology/research/darley/pdfs/Bystander.pdf
10.http://nasional.kompas.com/read/2015/06/11/22283931/Anggota.DPR.Kasus.Angeline.Harus.Jadi.Momentum.Perbaikan.Perlindungan.Anak
Dokumentasi
0 komentar:
Posting Komentar