TEORI
SIGMUND FREUD
I R W A N T O
NIM. 163104101125
Pembimbing: Fx.
Wahyu Widiantoro, S. Psi., MA.
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45Yogyakarta
e-mail:
irwanto.syam1983@gmail.com
Model perkembangan
psikoanalisis dasar, yang terus menerus dimodifikasi oleh Freud selama 50 tahun
terahkir hidupnya, terdiri atas 3 komponen pokok: pertama, komponen dinamik atau ekonomik yang
menggambarkan pikiran manusia sebagai sistem energi yang cair. Kedua,
komponen struktural atau topografik berupasistem yang memiliki tiga struktur
psikologis berbeda namun saling berhubungan dalam menghasilkan perilaku; dan ketiga
komponen sekuensial (urutan) atau menuju tahap lainnya, yang berpusat pada
daerah-daerah yang sensitif, tugas-tugas perkembangan, dan konflik-konflik
psikologis tertentu (Neil J. Salkin: 2009).
Menurut
Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud
yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan
sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan bahwa
perilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas yang pada awalnya dirasakan
oleh manusia semenjak kecil dari ibunya (Alwisol: 2005).
Metode
Freud yang digunakan untuk menyembuhkan penderita tekanan psikologis yaitu
asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah
dari konsep alam bawah sadar, asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk
mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang. Sedangkan analisis
mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam
bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan,
ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang
sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan
untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam. Ketika
permasalahan alam bawah sadar ini maka untuk penyelesaian selanjutnya
akan lebih mudah untuk diselesaikan (Yustinus Semiun: 2006).
Psikodinamika
mencerminkan dinamika-dinamika psikis yang menghasilkan gangguan jiwa atau
penyakit jiwa. Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan interaksi-interaksi
elemen psikis setiap individu. Seksualitas Freud sebagai sebuah dinamika,
menangkap ada bermacam-macam potensi psikopatologi dalam setiap peta id, ego,
dan superego. Ketiga elemen psikis ini mempunyai kekhasan masing-masing, sebab mereka
menggambarkan tiap-tiap ide yang saling paradoks. Hanya saja, mereka tidak akan
membuat manusia sepenuhnya nyaman, karena manusia tetap saja orang yang sakit.
Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan
batang tubuh, Sigmund Freud, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai
struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur
jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing
sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan
keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa
seseorang. Ketiga sistem ini meliputi: Id, Ego, dan Superego (Yustinus Semiun: 2006).
Sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut:
v
Id
Dalam
bahasa Latin berarti ‘sesuatu’. Id berfungsi sebagai gudang tempat
penyimpanan semua insting, ini sudah ada sejak lahir dan dengan demikian-secara
ilmu perkembangan-id merupakan yang tertua dalam struktur psikologi.
Id yang merupakan gudang penyimpanan bagi semua insting , memuat segala
sesuatu yang diwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Dalam prinsip
dasarnya, id merupakan struktur biologis bawaan yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan melalui pemenuhan kebutuhan yang serta merta. Sebagai
bentuk penyaluran awal energi psikis, id mewujudkan tujuan peredaannya melalui
prinsip kenikmatan, prinsip ini menyatakan tujuan pokok operasi mental adalah
pencapaian kenikmatan melalui pemenuhan kebutuhan. Energi ini akan membawa
individu merasa bebas tampa kekangan apa pun dan tidak bisa membedakan antara
khayalan dan kenyataan. Pemikiran yang tidak bisa membedakan anatara khayalan
dan kenyataan ini disebut sebagia pemikiran proses primer. Misalnya,
Anda bisa saja meredakan rasa lapar untuk sementara waktu dengan melamu dan
membayangkan makanan kegemaran Anda. Meskipun tindakan ini hanya memuaskan
keinginan Anda untuk sementara waktu, namun hal ini terbukti efektif bisa
mengurangi ketegangan sehingga tidak menguasai pikiran Anda (Neil J.
Salkin: 2009).
Sigmund
Freud mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang
terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut,
sedangkan bagian terbesar dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di
dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar juga tidak tampak (bagi
diri mereka sendiri), dalam arti tidak disadari oleh yang bersangkutan. Meski
demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan, karena
mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi (integrated personality) seseorang. Dalam pandangan Freud, apa
yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki
untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan
“ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Dengan pandangan
seperti itu, Freud telah melakukan sebuah revolusi terhadap pandangan tentang
manusia. Karena, psikologi sebelumnya hanya menyelidiki hal-hal yang disadari
saja. Segala perilaku yang di luar kesadaran manusia
dianggap bukan wilayah kajian psikologi (Yustinus Semiun: 2006).
Freud
menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id
merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id
meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja
atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis
manusia (Sumadi Suryabrata: 2005). Oleh karena itu, Freud
memilih istilah “id” (atau bahasa aslinya “Es”) yang merupakan kata ganti orang
neutrum atau netral. Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah
terdiri dari Id saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi yang baru lahir,
hidup psikisnya seratus persen sama identik dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa
struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun
demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih
lanjut. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia pusat
insting (hawa nafsu, istilah dalam agama). Ada dua insting dominan, yakni: (1)
Libido-instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk
kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; (2) Thanatos-instink destruktif dan
agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (eros), yang dalam konsep
Freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang
mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri (narcisisme). Bila yang pertama adalah
instink kehidupan, yang kedua merupakan instink kematian. Semua motif manusia
adalah gabungan antara eros dan thanatos (Koeswara: 1991).
Pada
mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan apa
yang disukai. la dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” (the pleasure principle). Pada Id tidak dikenal urutan waktu (timeless). Hukum-hukum logika dan etika
sosial tidak berlaku untuknya. Dalam mimpi seringkali kita melihat hal-hal yang
sama sekali tidak logis. Atau pada anak kecil, kita bisa melihat bahwa perilaku
mereka sangat dikuasai berbagai keinginan. Untuk memuaskan keinginan tersebut,
mereka tak mau ambil pusing tentang masuk akal-tidaknya keinginan tersebut.
Selain itu, juga tidak peduli apakah pemenuhan keinginan itu akan berbenturan
dengan norma-norma yang berlaku. Yang penting baginya adalah keinginannya
terpenuhi dan ia memperoleh kepuasan (Ledford J Bischof: 1970).
Demikianlah
gambaran selintas tentang Id. Bagaimana pun keadaannya Id tetap menjadi bahan
baku kehidupan psikis seseorang. Id merupakan reservoar energi psikis yang
menggerakkan Ego dan Superego. Energi psikis dalam Id dapat meningkat karena
adanya rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu. Apabila energi
psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak
menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena
itu, segeralah id mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak
enak yang dialaminya. Jadi, yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah
menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan. Untuk
menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id mempunyai dua cara,
yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya
bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke dua adalah proses
primer, seperti misalnya ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan
makanan; orang yang haus terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti
itu adalah upaya-upaya yang dilakukan id untuk mereduksi ketegangan akibat meningkatnya
energi psikis dalam dirinya. Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat
memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan
membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan
membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego (Ledford J Bischof: 1970).
membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego (Ledford J Bischof: 1970).
v
Ego
ego
terbentuk sebagain hasil interaksi antara organisme dan akibat terus
berlangsungnya pengurangan ketegangan yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhan
tertentu. Teori Freud yang menyatakan ego mulai berkembang karena
ketidakmampuan id untuk memenuhi sendiri kebutuhan individu, adap[un cara yang
digunakan masing-masing organisme untuk menjalankan masing-masing ego dalam
rangka memenuhi kebutuhannya disebut sebagai identifikasi (identification)
(Neil J. Salkin:
2009).
Meski
id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem
yang kedua, ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia
luar. Ego merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan
rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan
hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi yang
normal). Ketika id mendesak Anda untuk menampar orang yang telah menyakiti
Anda, ego segera mengingatkan jika itu Anda lakukan, Anda akan diseret ke
kantor polisi karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti desakan id,
Anda akan konyol. Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang
timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia
kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan untuk menghilangkan ketegangan yang
ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus dapat membedakan antara
khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok
antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara
ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada
di dunia luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan id, ego berpegang
pada prinsip kenyataan (reality principle)
dan berhubungan dengan proses sekunder (Jalli: 2008).
Tujuan
prinsip realitas adalah mencari objek yang tepat sesuai dengan kenyataan untuk
mereduksi ketegangan yang timbul di dalam diri. Proses sekunder ini adalah
proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses sekunder, Ego merumuskan
sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan suatu tindakan
untuk mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak. Aktivitas Ego ini
bisa sadar, pra sadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar adalah
disadari. Contoh aktivitas Ego yang disadari antara lain: persepsi lahiriah
(saya melihat teman saya tertawa di ruang itu); persepsi batiniah (saya merasa
sedih) dan berbagai ragam proses intelektual. Aktivitas pra sadar dapat
dicontohkan fungsi ingatan (saya mengingat kembali nama teman yang tadinya
telah saya lupakan). Sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk
mekanisme pertahanan diri (defence
mechanisme), misalnya orang yang selalu menampilkan perangai temperamental
untuk menutupi ketidakpercayaan dirinya; ketidakmampuannya atau untuk menutupi
berbagai kesalahannya. Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk
pemikiran-pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan
mengungkapkan diri melalui bahasa. Di sini, the
pleasure principle dari Id diganti dengan the reality principle. Sebagai misal, ketika seseorang merasa
lapar. Rasa lapar ini bersumber dari dorongan Id untuk fungsi menjaga
kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan yang dibutuhkan nyata atau
sekadar angan-angan. Baginya, ia butuh makanan untuk memuaskan diri dari
dorongan rasa lapar tersebut. Pada saat yang bersangkutan hendak memuaskan diri
dengan mencari makanan, Ego mengambil peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan
tentang makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari
makanan yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara untuk mendapatkan
makanan tersebut. Menurut Freud, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas
pribadi dan menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga
berperan memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik dengan
keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga mengontrol apa
yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi
Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis
(Siti Rahayu: 2006).
Meskipun
ego tidak menggunakan prinsip kenikmatan seperti pada id, tetapi ego
mendapatkan kenikmatan (redanya ketegangan atau hilangnya rasa sakit) melalui
prinsip realitas. Realitas-realitas eksternal yang tergambar dalam nalar dan
pikiran dan bukan dalam emosi. Selain pertimbangan realitas terhadap
lingkungan, ego menjalankan fungsi penting lainnya seperti pengatur
proses-proses mental, atau terkadang menjadi penenga antara id dan superego,
atau bisa sebagai pengendali level dan
arah energi yang tersalur ke dunia luar. Dalam pengaruh yang lebih spesifik,
indrawi lebih banyak mempengaruhi ego dari pada id dan superego(Neil J. Salkin: 2009).
v
Superego
Superego
adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Freud. Sistem
kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan
Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego. la selalu bersikap kritis terhadap
aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego (Siti Rahayu: 2006).
Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia mempunyai susunan psikologis
lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat dengan id.
Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta memperlakukannya sebagai
objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi Ego sama penting mempunyai
hubungan baik dengan Superego sebagaimana halnya dengan Id. Ketidak cocokan
antara ego dan superego mempunyai konsekuensi besar bagi psikis. Seperti
dikemukakan di atas, Superego merupakan sistem kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego dapat berupa self observation, kritik diri, larangan
dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Superego terbentuk melalui
internalisasi (proses memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai dan norma yang
represif yang dialami seseorang sepanjang perkembangan kontak sosialnya dengan
dunia luar, terutama di masa kanak-kanak. Nilai dan norma yang semula “asing”
bagi seseorang, lambat laun diterima dan dianggapnya sebagai sesuatu yang
berasal dari dalam dirinya. Larangan, perintah, anjuran, cita-cita, dan
sebagainya yang berasal dari luar (misalnya orangtua dan guru) diterima
sepenuhnya oleh seseorang, yang lambat laun dihayati sebagai miliknya. Larangan
“Engkau tidak boleh berbohong” Engkau harus menghormati orang yang lebih tua”
dari orangtuanya menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku harus menghormati
orang yang lebih tua”. Dengan demikian, Superego berdasarkan nilai dan
norma-norma yang berlaku di dunia eksternal, kemudian melalui proses
internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut menjadi acuan bagi perilaku yang
bersangkutan. Superego merupakan dasar moral dari hati nurani. Aktivitas
superego terlihat dari konflik yang terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari
emosi-emosi, seperti rasa bersalah, rasa menyesal, juga seperti sikap observasi
diri, dan kritik kepada diri sendiri (Koeswara, E: 1991).
Konflik
antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya
emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam
batas yang wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang
hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk
hidup normal (Koeswara, E: 1991).
Ketiga
komponen diatas berkembang melalui tahap-tahap perkembangan psikoseksual. Freud
menggunakan istilah seksual untuk segala tindakan dan fikiran yang memberi
kenikmatan atau kepuasan, istilah psikoseksual digunakan untuk menunjukkan
bahwa proses perkembangan psikologis ditandai dengan adanya libido (energi
seksual) yang dipusatkan pada daerah-daerah tubuh tertentu yang berbeda-beda.
Freud yakin bahwa perkembangan manusia melewati lima tahap perkembangan
psikoseksual dan bahwa setiap perkembangan tersebut individu mengalami pada
satu bagian tubuh lebih dari pada bagian tubuh yang lain (Masrun; 1977).
Tahap-tahap
Perkembangan Psikoseksual Freud
Tahap
|
Usia/
Tahun
|
Ciri-ciri
Perkembangan
|
Oral
|
0-1
|
Bayi merasakan kenikmatan pada daerah mulut. Mengunyah,
menggigit, dan mengisap adalah sumber utama kenikmatan.
|
Anal
|
1-3
|
Kenikmatan terbesar anak terdapat di sekitar daerah
lubang anus. Rangsangan pada daerah anus ini berkaitan erat dengan kegiatan
buang air besar.
|
Phalic
|
3-6
|
Kenikmatan berfokus pada alat kelamin, ketika anak
menemukan bahwa manipulasi diri dapat memberikan kenikmatan. Anak melalui menaruh perhatian pada
perbedaan-perbedaan anatomik antara laki-laki dan perempuan, terhadap
asal-usul bayi dan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seks.
|
Latency
|
6-12
|
Anak menekan semua minat terhadap seks dan
mengembangkan keterampilan sosial dan Intelektual. Kegiatan ini menyalurkan
banyak energi anak ke dalam bidang-bidang yang aman
secara emosional dan menolong anak melupakan konflik pada tahap phalic yang sangat menekan.
|
Genital
|
12-Dewasa
|
Dorongan-dorongan seks yang ada pada masaphalic kembali
berkembang, setelah berada dalam keadaan tenang selama masa latency. Kematangan
fisiologis ketika anak memasuki masa remaja, mempengaruhi timbulnya
daerah-daerah erogen pada alat kelamin sebagai sumber kenikmatan.
|
Sumber:
Diadaptasi dari Zigler & Stevenson (1998)
dalam (Masrun; 1977).
Freud
menggunakan istilah “erogenous zones”
(daerah kenikmatan seksual) untuk menunjukkan tiga bagian tubuh-mulut, dubur,
dan alat kelamin sebagai daerah yang mengalami kenikmatan khusus yang sangat
kuat dan yang memberikan kualitas pada setiap tahap perkembangan. Pada setiap
tahap perkembangan, anak merasakan kenikmatan tertentu pada daerah tersebut,
dan selalu berusaha mencari objek atau pun melakukan kegiatan yang dapat
memuaskan. Tetapi pada saat yang sama muncul konflik dengan tuntutan-tuntutan
realitas yang harus diatasi (Berry, Ruth: 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Gabbard, G.O, 2004, Long Term
Psychodynamic Psychotherapy a Basic Text, London, American
University Press.
Sabur, Alex,
2003, Psikologi Umum, Bandung, Pustaka
Setia.
Rahayu, Siti, 2006, Psikologi
Perkembangan dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta, UGM
Press.
Alwisol, 2005, Psikologi
Kepribadian,
Malang, Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang.
Semiun, Yustinus, 2006, Teori
Kepribadian & Terapi Psikoanalitik Freud,
Yogyakarta,
Kanisius.
Sumadi
Suryabrata, 2005, Psikologi
Kepribadian,
Jakarta, CV.
Rajawali.
Koeswara, E, 1991, Teori-teori Kepribadian, Bandung, Eresco.
Bischof, Ledford
J,
1970, Interprening
Personality Theories, Harper and Row Publisher, 2nd
Edition, New York.
Jaali, H, 2008, Psikologi
Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta.
Rahayu, Siti, dkk. 2006, Psikologi Perkembangan dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta, UGM
Press
Koeswara, E, 1991,
Teori-teori Kepribadian, Bandung, PT. Eresco.
Masrun, 1977, Aliran-aliran Psikologi,
Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Berry, Ruth, 2001, Freud: Seri
Siapa Dia, Jakarta,
Erlangga.
Boeree,
C.G, 2005, Sejarah
Psikolog, Dari Masa
Kelahiran Sampai Masa Modern (Alih Bahasa: Abdul Qodir
Shaleh), Yogyakarta, Primasophie.
Boeree,
C. G, 1997, Personality
Theories, Melacak
Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia, (Alih
bahasa, Inyiak Ridwan Muzir), Yogyakarta, Primasonhie.
Koeswara,
E, 1991, Teori-teori Kepribadian, Bandung, Eresco.
Supratik, 1993, Teori-teori Psikodinamik
(Klinis), Yogyakarta, Kanisius.
Alwisol, 2005, Psikologi Kepribadia, Malang, Penerbit Universitas
Muhammadyah Malang.
Payne,
Malcolm, 2005, Modern Social Work Theory, Edisi
Ketiga, New York, Palgrave Macmillan.
Rahayu, Siti,
dkk, 2006, Psikologi Perkembangan
dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta,
UGM Press.
Bimo Walgito,
2010, pengantar psikologi umum, Andi,
Yogyakarta.
Neil J. Salkin,
2009, Teori-Teori Perkembangan Manusia, Bandung, Nusa
Media.
Calvin s. Hall
dan Garden Lindzey, 1993, Teori-Teori
Psikodinasmika (klinis),Yogyakarta, Kanisius
0 komentar:
Posting Komentar