TEORI RASIONALISME
DAN EMPIRISME
I R W A N T O
NIM. 163104101125
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
PENDAHULUAN
Tahapan
sejarah pemikiran filsafat abad modern menurut versi barat dibagi menjadi tiga
periode, yaitu:
1.
Ancient atau zaman kuno; suatu zaman
ketika manusia memiliki keerdasan yang murni. Meskipun diawali oleh berbagai
mitos, pada zaman in filsafat dilahirkan dengan penuh kemurnian batin para
filosof yang kemudian sebagai fondasi perkembangan filsfat pada abad-abad selanjutnya.
Pada zaman inilah kemajuan berpikir manusia mulai menampakan diri, bahkan
kemerdekaan berpikir tidak lagi terkekang, tidak ada kekuatan dengan atas nama
siapapun yang mampu melumpuhkan pencaharian kebenaran filosofis pada zaman ini.
2.
Mediaval atau perteangahan, yakni zaman
ketika alam pikian dikungkung dan didominasi oleh kekuatan dan kekuasaan
gereja. Pada zaman ini, kebebasan filsafat benar-benar diabatasi, yang
mengakibatkan ilmu pengetahuan terkebiri dan filsafat pun jatuh bangun dari
hasrat radikalisasi pemikirannya.
3.
Zaman modern, yakni zaman sesudah abad
pertengahan berakhir hingga sekarang yang berbeda jauh dengan zaman-zaman
sebelumnya. Kebebasan berpikir bukan hanya menjadi hak setiap orang, bahkan
menjadi ideologi kaum intelektual. Objek pemikiran telah melintasi batas
kemujudan intelektual sebagai akibat kekuatan dan kekuasaan gereja. Agama yang
“suci” pada zaman ini hanyalah objek pemikiran filsafat yang kebenarannya tidak
henti-hentinya diperdebatkan.
Zaman modern
sebagai zaman yang datang setelah sekian lama dinantikan semua manusia yang
memiliki peradaban yang tinggi.Setelah beberapa ilmuwan dan filosof terkekang
oleh kekuatan politik yang bergerak dengan mengatasnamakan agama, Tuhan, atau
para dewa.Pada zaman ini, perbudakan diluluh lantahkan oleh kesadaran manusia
terhadap jati dirinya.Harga diri manusia bangkit dengan menjulangnya komunikasi
global dan perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak terdeteksi sebelumnya.Dunia
telah benar-benar “sebesar dau kelor”.Zaman modern sebagai zaman yang tepat
untuk menuangkan dengan bebas segala pemikirannya. (Saebani, 2016, p. 245)
Di zaman moder tersebut lahir diantaranya pemikiran
Rasionlisme dan Empirisme.Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan
bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperolehpengetahuan.
Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Sedangkan empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan
megecilkan peranan akal. Dalam perkembanganya keduaa aliran tersebut melahirkan
tokoh-tokoh dari Rasionalisme dan Empirisme yang memiliki pertentangan satu
sama lain.
PEMBAHASAN
A.
Tokoh-TokohRasionalisme
1.
Plato
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM dan
meninggal di sana pada tahun 347 SM dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga
aristokrasi yang turun temurun memegang peranan penting dalam politik Athena.
Sejak muda, ia bercita-cita ingin menjadi pejabat Negara. Akan tetapi
perkembangan politik pada masanya tidak memberi
kesempatan kepadanya untuk mengikuti jalan hidup yang diinginkan itu.
Nama asalnya adalah Aristokles, guru senamnya kemudian memberi nama Plato. Ia
memperoleh nama baru itu karena bahunya yang lebar. Tubuh plato benar-benar
ideal, iapun tergolong pemuda yang cerdas.Sejak berumur 20 tahun, Plato
mengikuti pelajaran Socrates.Socrates digambarkan sebagai juru bahasa isi hati
rakyat di Athena yang tertindas karena kekuasaan yang silih berganti. Kekuasaan
demokrasi meluap menjadi anarki dan sewenang-wenang digantikan oleh kekuasaan
seorang tiran dan oligarki, yang akhirnya membawa Athena lenyap kebawah
kekuasaan asing. (Saebani, 2016,
pp. 190-191)
Pemikiran Rasionalisme menurut Plato secara tajam
membedakan dua macam pengetahuan yaitu pengetahuan indrawi dan pengetahuan
kejiwaan (ideal). Bagi plato pengetahuan indrawi tidak dapat disebut
pengetahuan sejati karena indra menangkap kesan sementara yang terus berubah,
dan alam indrawi merupakan alam semu, bayangan semata dari dunia ide. (filsafat
ilmu lanjutan). Plato percaya bahwa dunia fana ini merupakan bayangan dari apa
yang terdapat di dalam alam ide yang abadi. Oleh karena merupakan bayangan,
maka dunia fana yang kemudian diamati melalui indra selalu berubah. Oleh karena
itu pengetahuan yang dihasilkan oleh indra bersifat dangkal. Untuk menembus
kenyataan dan sampai pada kebenaran, manusia harus melepaskan diri dari
tangkapan indra, melampauinya dankedalam ide yang bersifat umum dan merupakan
kebenaran melalui akalnya. (Listyansari,
2013, p. 168)
Ide-ide hanya dapat dikenal rasio: (misalnya ide
segitiga, manusia). Ide segi tiga hanya ada satu, sedangkan dengan indra saya
bisa melihat hal dengan bentuk segi tiga. Ide segi tiga serta semua ide yang
lain adalah sempurna dan kekal/tak berubah.Dunia ide merupakan objek bagi rasio
kita. Lebih-lebih dunia jasmani yang dengan cara tak sempurna meniru saja dunia
ide yang sempurna sama sekali. Sebab itu filsuf sedapat mungkin melepaskan diri
dari dunia jasmani agar sanggup memandang dunia ideal yang sempurna. (Salam, 2000, p. 43)
2.
Descrates
Descrates yang diberi gelar Bapak Filsafat Modern
pada mulanya ingin mencari titik tolak yang pasti bagi kebenaran.Pada masa
hidupnya titik tolak kebenaran adalah iman. Descrates ingin mencari titik tolak
yang lebih pasti bagi kebenaran, maka ia memperkenalkan suatu metode yang kemudian dikenal sebagai
‘metode keraguan’. (Listyansari,
2013, p. 168)Descartes
adalah salah seorang rasionalis terkemuka dan pendiri renaisans (kebangkitan
kembali) filsafat di Eropa.Dia memulai filsafatnya dengan keraguan yang menyapu
dan membadai.Dia beralasan bahwa karena gagasan-gagasan yang bertentangan, maka
gagasan itu rentan terhadap kesalahan. Persepsi indra juga sering menipu;
karena itu ia pun harus diabaikan, dengan dua pertimbangan ini, gelombang
keraguan pun mengamuk, menumbangkan dunia material dan spiritual sekaligus,
karena jalan kea rah kedua dunia ini adalah melalui gagasan dan persepsi indra. (Ash-Shadr, 2014, p. 137)
Keraguan descrates tidaklah bermaksud membiarkan
orang terus berada dalam keraguan, tetapi lebih tepat dikatakan lewat keraguan
sebagai metode, saya sampai pada kebenaran.Selanjutnya, Descrates berkeyakinan
bahwa segenap ilmu harus di dasarkan atas kepastian yang tidak dapat lagi
diragukan kebenaranya yang secara langsung dilihat oleh akal.(Listyansari, 2013, p. 169). Prinsip Descrates “Aku
berpikir maka aku ada” membuat pikiran lebih pasti dari pada materi, dan
pikiran saya lebih pasti dari pada pikiran-pikiran orang lain. Semua filsafat
yang diturunkan dari Descartes cenderung pada subjektivitisme dan cenderung
untuk menganggap materi sebagai sesuatu hanya bisa diketahui dengan cara menarik
kesimpulan dari apa yang diketahui pikiran. (Russel, 2016, p. 740)
Setelah menerima sisi subjektif, dia lalu
membuktikan realitas objektif. Jadi dia menyusun pemikiran manusia dalam tiga
kelompok:
a.
Gagasan-gagasan intingtif atau alami. Ini adalah
gagasan-gagasan manusia alami yang muncul dengan banyak bukti dan sangat jelas,
seperti gagasan tentang tuhan, gerak peluasan dan jiwa.
b.
Gagasan-gagasan samar yang terjadi dalam pikiran
tentang peristiwa gerakan-gerakan yang datang pada indra dari ketiadaan.
c.
Berbagai gagasan yang dikontruksikan dan disusun
manusia dari gagasan-gagasan mereka yang lain (Ash-Shadr, 2014, p. 138)
Metode pebuktidan Descartes dikritik Al-Syaikh
Al-Ra’is, ibnu sina karena tidak layak bagi eksistensi pemikir manusia itu
sendiri.Manusia tidak dapat membuktikan eksistensinya melalui pemikirannya.
Karena, jika dengan mengatakan “aku berpikir, maka aku ada”, dia hendak
membuktikan eksistensinya dengan cara pemikiran spesifiknya saja, maka sejak
dini dia telah membuktikan eksistensi spesifik dirinya dan mengakui
eksistensinya dalam frase paling pertama. Jika dia hendak membuat pemikiran
absolut sebagai bukti eksistensinya dia salah, karena pemikiran absolut
menegaskan eksistensi pemikir absolut bukan pemikir spesifik. (Ash-Shadr, 2014)
3.
De Spinoza
Sppinoza dilahirkan pada tahun1632 dan meninggal
dunia pada tahun 1677 M. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan
diri dari agama Yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza.Ia
hidup dipinggiran kota Amsterdam. Spinoza mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran tentang sesuatu,
sebagaimana pertanyaan, apa subtansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa
benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga
dilakukan sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi
matematis, yang dimulai dengan meletakan definisi, aksioma, proposisi kemudian
barulah membuat pembuktian (penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau
proposisi.(Saebani, 2016, p. 259)
De Spinoza memiliki cara berpikir yang sama dengan
Rene Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan
keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tumbuh, yang
eksistensinya berbarengan. (Saebani, 2016,
p. 259).
Perbedaan Descartes dengan De Spinoza terletak pada pemahaman subtansi, menurut
De Spinoza bahwa subtansi itu merupakan sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri
atau sesuatu yang tidak membutuhkan aspek lain untuk membentuk dirinya menjadi
ada. Jadi subtansi itu berdiri sendiri dan membentuk dirinya sendiri.Oleh
karena itu dalam tatanan ada, subtansi itu disebut sebagai yang pertama dan
asali.Dari sini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam pandangan Spinoza,
hanya ada subtansi, dan subtansi itu adalah “Dia yang Tak Terhingga” atau
“Allah”. (Murtiningsih,
2014, p. 98)
4.
Leibniz
Seorang filosof jerman, matematikawan, fisikawan,
dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintah, menjadi atase, pembantu pejabat
tinggi Negara pusat. Dialah Gottfried Eilhelm von Leibniz yang dilahirkan pada
tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. Metafisikanya adalah ide tentang
subtansi yang dikembangkan dalam konsep monad.(Saebani, 2016, p. 259)
Metafisika Leibniz sama-sama memusatkan perhatian
pada subtansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini, mekanisme dan keseluruhannya
bergantung kepada sebab sementara subtansi menurut Leibniz ialah prinsip akal
yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan, “sesuatu harus
mempunyai alasan”, Bahkan, Tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap yang
diciptikan-Nya. Kita lihat bahwa hanya ada satu substansi, sedangkan Leibniz
berpendapapat bahwa substansi itu banyak.Ia menyebut subtansi-subtansi itu monad
berbeda satu dari yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan
satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah pencipta monad-monad itu. (Saebani, 2016, p. 260).
B.
Tokoh-Tokoh Empirisme
1. Aristoteles
Aristoteles diahirkan dikota Stagira, Macedonia pada
tahun 348 SM. Ayahnya adalah seorang ahli fisika kenamaan. Pada umur tujuh
belas tahun, ia pergi ke Athena dan belajar di Akademi Plato. (Murtiningsih, 2014, p. 55). Ia belajar di Akademi selama
hampir dua puluh tahun, hingga wafatnya plato tahun 384-7 SM. Sebagai filsuf dalam banyak hal
Aristoteles jauh berbeda dengan pendahulunya. Dialah filsuf pertama yang
menulis seperti seorang professor: risalah-risalhnya sistematis, telaahnya
dipilah-pilah menjadi sejumlah bagian, ia pun seorang guru professional dan
bukan semacam nabi yang menerima ilham. (Russel, 2016, p. 219)
Menurut Aristoteles ilmu didapat dari hasil kegiatan
manusia yang mengamati kenyataan yang banyak dan berubah, kemudian secara bertahap
sampai pada kebenaran yang bersifat “universal”. (Listyansari, 2013, p. 170).
2. John
Locke
ia adalah filsfu inggris yang banyak memperlajari
agama Kristen. Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafisika.Ia menerima keraguan
sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang
digunakan oleh Descartes. Ia juga menolak metoda deduktif Descartes dan
menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman menjadi induksi. Bahkan
Locke menolak juga akal.Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan
cara penarikan dengan metode induksi. Menurut Jhon Locke pengetahuan datang
dari pengalaman.Ini berarrti tidak ada yang dapat dijadikan ide untuk konsep
tentang sesuatu yang berada dibelakang pengalaman, tidak ada ide yang
diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato.Argument yang disampaikahn John
Locke tentang innate (bawaan) adalah dari jalan masuknya pengetahuan
kita mengetahui innate (bawaan) itu tidak ada.Sebenarnya kenyataan telah
cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui
daya-daya alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan.Ia mengatakan bahwa apa yang
di anggap subtansi ialah pengertian tentang objek itu yang dibentuk oleh jiwa
berdasarkan masukan dari indra. (Ihsan, 2010)
John locke
membagi pengetahuan dalam beberapa jenis:
a.
Pegetahuan intuitif (al-ma’rifah al widaniyyah) ini adalah
pengetahuan yang dapat diperoleh tanpa perlu mengakui sesuatu yang lain.
Contohnya pengetahuan kita bahwa satu adalah setengah dari dua.
b.
Pengetahuan reflektif (al-ma’rifah
al-ta’amuliyyah): jenis pengetahuan ini dapat terjadi tanpa bantuan
informasi sebelumnya. Contohnya sudut-sudut sebuah segitiga sama dengan dua
sudut siku-siku.
c.
Pengetahuan yang berasal dari pengetahuan
empiris tentang objek yang diketahui. (Ash-Shadr, 2014).
3.
Francis Bacon
Franscis Bacon
adalah seorang filsuf, negarawan dan penulis inggris.Ia juga dikenal sebagai
pendukung Revolusi Sains. Ia termasuk tokoh terkemuka dalam filsafat alam dan
metodologi ilmiah dalam periode transisi antara era Renaissance degan era awal
modern. Sebagai seorang ahli hukum, anggota perlemen sekaligus penasihat ratu,
ia menulis banyak pertanyaan dalam bidang hukum, kenegaraan, dan agama sebagai
mana dalam politik kontemporer. (Murtiningsih,
2014, p. 77)
Menurut Francis
Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang
melalui persentuhan idnrawi dengan dunia fakta.Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan yang sejati.Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon
selanjutnya: Kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari
dogma-dogma diambil kesimpulan, itu tidak benar, haruslah kita sekarang
memperhatikan yang konkret mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan. (Ihsan, 2010, p. 164)
4.
Thomas Hobbes
Ia seorang ahli
pikir inggris lahir di Malmesbury. Pada 15 tahun ia pergi ke Oxford untuk
,belajar logika Skolastik dan fisika, yang ternyata gagal, karena ia tidak
berminat sebab gurunya beraliran Aristotelian. (Achmadi, 2001). Hobbes hidup saat kondisi
negaranya sedang kacau balau karena perang saudara.Ia pernah mengalami masa
genting di Inggris yang digelimangi oleh kecemaasan dan ketakutan, serta
kepentingan-kepentingan pribadi yang menonjol. Ia sangat menginginkan negaranya
stabil dan itulah yang membuatnya tertarik dengan duinia politik. (Murtiningsih, 2014, p. 84)
Sumbangan yang
besar sebagai ahli pikir adalah suatu sistem materialistis yang besar, termasuk
juga perikehidupan organis dan rohaniah. Dalam bidang kenegaraan ia
mengemukakan teori Kontak Sosial.Pendapatnya bahwa ilmu filsafat adalah suatu
ilmu pengetahuan yang sifatnya umum.Karena filsafar adalah suatu ilmu
pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala-gejala yang diperoleh
dari sebabnya. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari
sebab-sebabnya . (Achmadi, 2001,
p. 112)
Sebagaimana
umumnya penganut empirisme, Hobbes beranggapan bahwa pengalaman merupakan
permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu
penggambungan data-data indrawi yang sama dengan cara berlain-lainan. Tentang
dunia dan manusia, ia dapat dikatakan sebagai penganut materialistis. (Saebani, 2016, p. 268)
5.
George Barkeley
Barkeley yang
lahir di Irlandia ini menjadi uskup Anglikan di Cloyne (Irlandia).Sebagai
penganut empirisme, Barkeley mencanangkan teori yang dinamakan immaterialisme
atas dasar prinsip-prisnsip empirisme. Jika Locke masih menerima
subatansi-subtansi diluar kita, Barkeley berpendapat bahwa sama sekali tidak
ada subtansi-subtansi materill, yang ada hanyalah pengalaman dalam roh saja.
Sebagaiamana dalam bioskop, gambar-gambar film pada layar putih dilihat penonton
sebagai benda-benda yang real dan hidup.Ia juga mengakui adanya Allah, sebab
Allah-lah yang merupakan asal usul ide-ide yang saya lihat. (Saebani, 2016, p. 273)
Inti dari
pandangan filsafat Barkeley adalah
tentang pengenalan. Menurut Barkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan
antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati. Pengamatan justru terjadi
karena hubungan pengamatan antara pengamatan indra yang satu dengan pengamatan
indra lainya. Contohnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan
karena ada hubungan antara indra penglihatan dan peraba. Indra penglihatan
hanya mampu menunjukan warna meja, sedangkan bentuk meja dapat diketahui dengan
indra peraba.(Murtiningsih, 2014, p. 106)
6.
David Hume
David Hume
lahir pada 26 April 1711 di Edinburgh, skotlandia, dengan nama asli David Home.
Pada tahun 1734, ia kemudian mengubah namanya menjadi David Hume karena di
Inggris kesulitan menyebutkan “Home”. Dalam masalah pendidikan, Hume mendapatan
pendidikan yang sangat baik.Dengan harta warisan yang ditinggalkan ayahnya,
Hume mendaftar di Universitas Edinburgh untuk belajar sastra klasik. Akan
tetapi, Hume tidak puas dengan pendidikan yang ia terima, sehingga ia lalu
memutuskan untuk keluar dari univeritas
dan memilih pergi ke Prancis serta menjadi seorang filsuf besar. (Murtiningsih, 2014, p. 112)
Menurut para
penulis sejarah filsafat, empirisme berpuncak pada David Hume sebab ia
menggunakan prinsip-prinsip empiristis dengan cara yang radikal, terutama
pengertian substansi dan kausalitas (hubungan sebab akibat) yang
menjadi objek kritiknya. Ia tidak menerimaa substansi, sebab yang dialami ialah
kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu terdapat bersama-sama
(misalnya:putih, licin, berat dan sebagainya). Akan tetapi, atas dasar
pengalaman tidak dapat disimpulkan bahwa di belakang ciri-ciri itu masih ada
suatu subtansi tetap (misalnya: sehelai kertas yang mempunyai ciri-ciri tadi).
Sebagai seorang empiris, Hume tampak lebih konsekuen daripada Barkeley (Saebani, 2016, p. 274).
7.
Herbert Spencer
Herbert Spencer
lahi di Derby pada 27 April 1820 dan meninggal di Brington pada 8 Desember
1903.Ia adalah seorang filsuf inggris dan pemikir teori liberal klasik
terkemuka. Meskipun kebanyakan karya yang ia tulis berisi tentang teori politik
dan dan menekankan kepada keuntungan dan kemurahan hati, ia lebih dikenal
sebagai bapak Darwinisme sosial. Spencer merupakan anak tunggal dari seorang
guru sekolah. Karena kesehatannya kurang mengizinkan, ia hanya dididik dirumah.
Latar belakang inilah yang membuat semua karyanya bercorak independen. (Murtiningsih, 2014, p. 158)
Empirismenya
terlihat jelas dalam filsafatnya tentang the great unknowable. Menurut
spanceer , kita hanya dapat mengalami fenomena-fenomena atau gejala-gejala.
Memang benar di belakang gejala-gejala itu ada suatu dasar absolut, tapi yang
absolut itu tidak dapa dikenal.Secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkut
relasi-relasi antara gejala-gejala.Di belakang gejala-gejala ada sesuatu yang
disebut oleh Spencer disebut yang tidak diketahui (the great unknowable).Maka
menurut Spencer metafisika menjadi tak mungkin. (Saebani, 2016, p. 274)
PENUTUP
Simpulan
Tokoh Rasionalisme:
·
Menurut Plato pengetahuan indrawi tidak dapat
disebut pengetahuan sejati karena indra menangkap kesan sementara yang terus
berubah, dan alam indrawi merupakan alam semu, bayangan semata dari dunia ide.
·
Menurt Descrates “Aku berpikir maka aku ada”
membuat pikiran lebih pasti dari pada materi, dan pikiran saya lebih pasti dari
pada pikiran-pikiran orang lain.
·
Menurur De Spinoza Pemikiran adalah jiwa,
sedangkan keluasan adalah tumbuh, yang eksistensinya berbarengan
·
Menurut Leibniz ialah prinsip akal yang
mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan, “sesuatu harus mempunyai
alasan”
Tokoh Empirisme
·
Menurut Aristoteles ilmu didapat dari hasil
kegiatan manusia yang mengamati kenyataan yang banyak dan berubah, kemudian
secara bertahap sampai pada kebenaran yang bersifat “universal”
·
Menurut Jhon Locke pengetahuan datang dari
pengalaman
·
Menurut Francis Bakon bahwa pengetahuan yang
sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan idnrawi
dengan dunia fakta.
·
Menurut Hobbes bahwa pengalaman merupakan
permulaan segala pengenalan.
·
Menurut Barkeley, pengamatan terjadi bukan
karena hubungan antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati
·
Menutur David Hume ia tidak menerimaa substansi,
sebab yang dialami ialah kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu
terdapat bersama-sama
·
Menurut spanceer , kita hanya dapat mengalami
fenomena-fenomena atau gejala-gejala
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, A. (2001). Filsafat Umum. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Ash-Shadr, M. B. (2014). Falsafatuna Pandangan
terhadaoa Pelbagai Aliran Filsafat Dunia. Bandung: Mizan.
Ihsan, A. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta:
Rineka Cipta.
Listyansari, S. A. (2013). Filsafat Ilmu Lanjutan.
Jakarta: Kencana.
Murtiningsih, W. (2014). Para Filsuf dari Plato
sampai Ibnu Bajjah. Jogjakarta: IRCiSoD.
Russel, B. (2016). Sejarah Filsafat Barat.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Saebani, A. A. (2016). Filsafat Umum Dari
Metodelogi Sampai Teofilosofi. Bandung: CV Pustaka Setia.
Salam, B. (2000). Sejarah Filsafat Ilmu dan
Teknologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar