REVIEW: MANUSIA KREATIF MENURUT TEORI
HUMANISTIK
(TEORI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW)
Dosen:
Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi, MA.
TUGAS 1.
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN 2
IRWANTO
NIM. 163104101125
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UMUM
UNIVERSITAS PROKLAMASI
45 YOGYAKARTA
Abstrak
Hasil review ini membahas
mengenai manusia sebagai makhluk kreatif. Dibekali akal dan jiwa yang
memampukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya ke arah yang lebih baik dan
benar, demikialah yang dipaparkan dalam paham humanistik. Manusia akan terus
berkembang dan memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara sesuai dengan potensi
yang dimiliki. Potensi-potensi ini menumbuhkan motivasi/dorongan untuk kreatif
memenuhi kebutuhannya. Terdapat manusia yang tidak kreatif, tidak tertarik
menemukan cara yang memungkinan kebutuhannya terpenuhi. Manusia yang tidak
kreatif hidup dengan motivasi rendah dan masalah hidup yang kompleks.
Kreatifitaslah yang dapat menguak diri manusia sehingga mampu bertahan dengan
baik melalui potensi-potensi yang di milikinya. Sumber dari kreatifitas manusia
berasal dari dalam diri manusia dan dari luar diri manusia. Dari dalam manusia,
kreatifitas membentuk perbuatan-perbuatan yang dilatar belakangi oleh kebutuhan
dasar hidup manusia. Sedangkan sumber dari luar datang dari alam semesta
terutama pencipta diri manusia, Allah SWT. Tidak salah mengatakan manusia tidak
berubah jika ia tidak memulainya dari dirinya sendiri sehingga manusia sendiri
harus mengupayakannya. Upaya-upaya ini tidak akan pernah terpenuhi jika Allah
tidak menghendaki kebaikan bagi manusia. Sehingga manusia harus tetap
mengupayakan kreatifitasnya melejit dalam potensi-potensinya untuk meraih
eksistensi dalam hidupnya dan menyadari segalanya tergantung pada kehendak
Allah SWT. Allah-lah yang menjadi sumber motivasi manusia untuk hidup, merancang
berbagai kebutuhan dasarnya, menggunakan kreatifitas terbaiknya, guna menjadi
insan paripurna.
Kata
kunci: Manusia, Kebutuhan Dasar, Kreatifitas.
PENDAHULUAN
Kebutuhan
manusia merupakan dasar pemikiran dari teori humanis. Pelopor teori humanistik
adalah Abraham Maslow yang terkenal dengan teori hakikat kebutuhan manusia.
Kemunculan dari teori Maslow banyak mengkritisi teori Freudian. Bagi Freudian,
manusia dipahami melalui kesalahan-kesalahan yang dilakukannya, atau sudut
pandang negatif. Sedangkan Maslow, mencoba lenilik manusia dari potensi baik
yang melekat dalam diri manusia sejak lahir. Teori humanis
menekankan pada lima unsur kebutuhan hidup manusia: kebutuhan fisiologis, rasa
aman, cinta, penghargaan dan mengaktualisasikan diri. Lima kebutuhan ini merupakan
rumusan Khirarki kebutuhan, Maslow. Melihat kembali potensi yang dimiliki
manusia, kebutuhan apapun akan selalu terpenuhi dengan syarat kreatifitas
membentuk manusia.
Hirarki
kebutuhan tertinggi merupakan kebutuhan manusia untuk mengaktualisasikan
dirinya. Orang yang teraktualisasikan dirinya biasanya berjalan ke arah
kematangan hidup. Proses aktualisasi diri adalah perkembangan atau penemuan
jati diri dan mekarnya potensi ada atau terpendam. Meskipun kesehatan psikologi
tidak mendukung, individu masih bisa mencapai kematangan dan aktualisasi diri.
Sejumlah tokoh yang sangat terkenal
ternyata tidak sehat secara psikologis, seperti
Byron, Van Gogh dan Wagner. Orang yang mampu mengaktualisasikan diri
mampu berfikir objektif, melihat hidup apa adanya sesuai keinginan mereka,
tidak bersikap emosional, mereka tidak akan membiarkan hasrat-hasrat dalam
dirinya menyesatkan pemikirannya sendiri. Mereka mampu menganalisis secara
tepat ketika menilai orang lain.
Dalam
pemikiran Maslow, kreatifitas jauh lebih berkembang dan bermanfaat bagi orang
lain ketika ia sampai pada aktualisasi dirinya. Problematika hidupnya tidak
begitu banyak, nilai kepercayaan, kebaikan dan keindahan melebur menjadi satu
kesatuan. Pertentangan antara kebaikan dan keburukan tidak begitu menjadi
masalah besar, mereka lebih cenderung tertarik dengan sikap yang luhur.
Seseorang yang teraktualisasi dirinnya memiliki apa yang disebut Maslow sebagai
“kemerdekaan psikologis”. Mental yang
dimilikinya melebihi yang lain, ia mampu mengambil keputusan-keputusan sendiri
meskipun melawan pendapat khalayak ramai.
Munculnya
kreatifitas pada level aktualisasi diri ini melejit karena tidak terhalang lagi
oleh masalah pemenuhan kebutuhan lain. Lebih santai dan bebas dalam
menginterpretasikan ide-idenya, imajinasinya. Manusia memang akan mampu
berkreatifitas disetiap tinggkat pemenuhan kebutuhannya, namun dalam tingkatan
mencapai eksistensi diri, kreatifitas tersebut keluar dengan ide-ide segar yang
tidak terikat oleh raa takut atau kebutuhan-kebutuhan diri sendiri. Ini terjadi
pada Leo Nardo Davinci, ketika menuangkan ide-ide jeniusnya yang kemudian
menggemparkan dunia.
Teori
humanis merupakan teori yang dipelopori oleh Abraham Maslow. Ia berusaha
mengkritisi pemikiran Freudian yang memandang manusia dari segi kesalahan dan
kelemahannya. Maslow mencoba mengangkat derajat manusia sebagai makhluk yang
diciptakan dengan banyak kelebihan. Maslow banyak mempertanyakan bagaimana
orang-orang hebat dan terkenal melakukan hal yang luar biasa, bagi dia manusia
memiliki motivasi untuk menjalankan hidupnya sebagai manusia. Konsep Maslow tentang
manusia sama sekali tidak mengesampingkan kemungkinan terjadinya perbedaan-perbedaan
genetik yang dibawa sejak lahir, namun konsepsi itu sekaligus mengakui adanya
kemampuan-kemampuan yang bersifat umum pada seluruh spesies. Kemampuan
kemampuan yang hebat ini yetdapat pada manusia tetapi sukar di ukur. Kita tidak
pernah bisa mengukur seberapa pandai seseorang dalam kondisi yang serba baik,
kita hanya dapat mengukur dalam kondisi-kondisi yang yang ada. Manusia memiliki
kemampuan untuk bersikap kreatif, spontan, penuh perhatian pada orang lain,
penuh rasa ingin tahu, kemampuan berkembang secara terus menerus, kemampuan
mencintai dan dicintai serta semua ciri lain yang terdapat pada orang-orang
yang mengaktualisasikan dirinya.
Psikologi humanistik merupakan
suatu aliran psikologi yang di plopori oleh Abraham H. Maslow yang disebut
sebagai kekuatan ke tiga, dimana sebelumnya telah muncul psikoanalisis oleh
Sigmun Preud dan Behaviorisme oleh
Watson dan Skiner. Psikologi humanistik telah menjadi kekuatan terbesar karena
memandang manusia sebagai eksistensi yang utuh dan humanis. Eksistensialisme mempengaruhi teori
motivasi Abraham H. Maslow secara implisit. Kemudian pengaruhnya secara ekplisit
pada tema aktualisasi diri dan kebebasan. Aktualisasi diri merupakan nilai
tertinggi dalam eksistensialisme dan begitu pula dalam teori motivasi Abraham
H. Maslow. Psikologi
humanistik menekankan pada kekuatan-kekuatan dan aspirasi positif manusia, pengalaman
sadar, kehendak bebas, pemenuhan potensi manusia, dan keyakinan pada hakikat manusia
sebagai suatu keseluruhan. Kita melihat bahwa tema-tema diatas cukup berbeda
dari tema-tema yang ada dalam behaviorisme dan psikoanalisis (Feist, 2016). Akar dari posisi
humanistik juga dapat ditemukan dalam psikoanalisis. Adler, Horney, dan para
teoris kepribadian lainnya sangat tidak setuju dengan pemikiran Preud bahwa
hidup kita ditentukan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar. Para penentang
psikoanalisis ini yakin bahwa kita adalah makhluk sadar yang memiliki
spontanitas dan kehendak bebas serta dipengaruhi oleh masa kini, masa depan, dan
juga masa lalu (Schultz,
2013).
Bagi
para psikolog Humanistik, psikologi behavioral adalah sebuah pendekatan steril
yang sempit dan artifisial terhadap hakikat manusia. Mereka yakin bahwa
memfokuskan pada sesuatu yang kasatmata dapat melenyapkan sifat kemanusiaan (dahumanisasi). Ia mereduksi manusia ke
status yang hanya sekedar
organisme
dan mesin. Mereka memperdebatkan pandangan bahwa untuk merespon
kejadian-kejadian stimulus manusia itu lebih kompleks dari pada tikus-tikus
atau robot-robot laboratorium dan tidak dapat diobjekkan, dikuantifikasi,
ataupun direduksi menjadi unit-unit S-R (stimulus-respon) (Feist, 2016).
Behaviorisme
bukanlah satu-satunya target para psikolog
humanistik, mereka juga menentang tendensi-tendensi deterministik dalam
psikoanalisis Freudian dan caranya dalam meminimalkan peran kesadaran. Dan
mereka mengkritik pengikut Freudian karena hanya mengkaji orang-orang yang
mengalami neurotik dan psikotik.Apabila para psikolog berkonsentrasi hanya pada
disfungsi mental, bagaimana mereka dapat mempelajari suatu mengenai kesehatan
emosional dan kualitas-kualitas positif manusia lainnya? Dengan mengabaikan
kesenangan, kepuasan, kegembiraan, kebaikan dan kemurahan hati misalnya, dan
lebih memilih untuk mengurusi sisi gelap kepribadian manusia, psikologi telah
mengabaikan kekuatan-kekuatan dan kelebihan-kelebihan unik manusia. Sehingga untuk merespon
batasan-batasan yang dipersepsikan oleh behaviorisme dan psikoanalisis, para
psikolog humanistik mengembangkan apa yang mereka harap akan menjadi kekuatan
ke tiga dalam psikologi. Sebagai sebuah study yang serius mengenai aspek-aspek
hakikat manusia yang terabaikan, psikologi humanistik paling baik diekspresikan
oleh karya-karya Abraham Harol Maslow dan Carl Rogers (Schultz, 2013).
Humanisme lebih memfokuskan diri
pada sisi perkembangan manusia. Pendekatan ini melihat bagaimana manusia
membangun dirinya untuk hal-hal yang lebih positif. Abraham H. Maslow
berpendapat bahawa manusia adalah makhluk bebas, makhluk yang rasional, makhluk
yang harus dipandang secara menyeluruh, makhluk yang berubah, dan makhluk yang
tidak dapat diketahui sepenuhnya (Feist, 2016).
Dalam
hal ini akan dibahas pandangan
Abraham H. Maslow tentang Motivasi dan hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan akan cinta dan keberadaan,
kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Adapun teori
kepribadian maslow di buat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi.
yaitu, keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu bagian atau fungsi,
termotivasi. Pertama,
Maslow mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi Kedua, motivasi
biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal yaitu bahwa tingkah laku
manusia dapat muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Asumsi ketiga adalah bahwa
orang- orang berulang kali termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan. Artinya ketika
sebuah kebutuhan terpenuhi, biasanaya kebutuhan tersebut berkurang kekuatan
untuk memotivasinya dan digantikan oleh kebutuhan lain. Asumsi lainya adalah
bahwa semua orang di manapun termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama. Asumsi
terakhir adalah bahwa kebutuhan-kebutuhan dapat dibentuk menjadi sebuah hirarki
(Feist, 2016).
Kemudian
Abraham H. Maslow berpendapat bahwa susunan hirarki kebutuhan tersebut
merupakan organisasi yang mendasari motivasi manusia. Kebutuhan hirarki yang
diungkapkan Maslow beranggapan bahwa kebutuhandilevel rendah yang harus
terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum
kebutuhan-kebutuhan di level tinggi
menjadi hal yang memotivasi.Lima kebutuhan yang membentuk hirarki ini disebut
kebutuhan konatif yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter
yang mendorong atau memotivasi. Dan itulah kebutuhan yang sering disebut oleh
Abraham H. Maslow sebagai kebutuhan dasar yang harus terpenuhi (Feist, 2016).
1.
Kebutuahn Fisiologis
Kebutuhan yang paling mendasar
dari setiap manusia adalah kebutuhan fisiologis yang termasuk didalamnya adalah
makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh, dan lain sebagainya.
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang mempunyai kekuatan atau pengaruh
paling besar dari semua kebutuhan. Orang yang terus-menerus merasa lapar akan
termotivasi untuk makan hingga tidak termotivasi untuk mencari teman atau
memperoleh harga diri. Dan selama kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka motivai
utama adalah untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan (Feist, 2016). Abraham H.
Maslow mengatakan bahwa hal yang cukup benar apabila manusia hidup hanya dengan
roti saja yaitu ketika ada roti.
Kebutuhan
fisologis berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan lainya setidaknya dalam dua hal
penting. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang dapat
terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Berbeda yang kedua dari kebutuhan
fisiologis adalah kemampuannya untuk muncul kembali. Setelah orang-orang selsai
makan, mereka lama kelamaaan menjadi lapar lagi; mereka terus mengisi ulang
pasokan makan dan air; akan tetapi kebutuhan kebutuhan di level lainnya tidak
muncul kembali lagi secara trus menerus(Feist,2016).
2. Kebutuhan
akan Keamanan
Ketika
manusia telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi
dengan kebutuhan akan keamanan, yang termasuk di dalamnya adalah keamanan
fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan
yang mengancam, seperti perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan,
bahaya, kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan akan hukum, ketentraman, dan
keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan (Maslow,1970). Kebutuahan akan
keamanan berbeda dengan kebutuhan fisiologis dalam hal ketidakmungkinan
kebutuhan akan keamanan untuk terpenuhi secara berlebihan. Manusia tidak akan
pernah benar-benar terlindung dari meteor, kebakaran, banjir, atau peristiwa
berbahaya lainnya (Feist, 2016).
Sebagian
besar orang-orang dewasa yang sehat dapat memenuhi kebutuhan akan keamanan
mereka setiap waktu hingga menjadikan kebutuhan ini cenderung tidak penting.
Akan tetapi anak-anak lebih sering termotivasi oleh kebutuhan akan rasa aman
karena mereka hidup dengan ketakutan akan gelap, binatang, orang asing, dan
hukuman dari orang tua. Selain itu, sebagian orang dewasa merasa cenderung
tidak aman karena ketakutan tidak masuk akal dari masa kecil terbawa hingga
masa dewasa dan menyebabkan mereka bertindak seolah mereka takut akan hukuman
dari orang tua. Mereka menghabiskan banyak energi daripada energi yang
dibutuhkan orang yang sehat untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman dan ketika
mereaka tidak berhasil memenuhi kebutuhan rasa aman terebut, mereka akan mengalami
apa yang disebut Maslow sebagai kecemasan dasar.
3. Kebutuhan
akan Cinta dan Keberadaan
Setelah manusia
memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka akan termotivasi oleh
kebutuhan akan cinta dan keberadaan, seperti keinginan untuk berteman, keinginan
untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah
keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyrakat, atau negara. Cinta dan
keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan
manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta (Maslow, 1970). Manusia yang kebutuhan
akan cinta dan keberadaan cukup terpenuhi sejak maa kecil tidak menjadi panik
ketika cintanya ditolak. Orang semacam ini memiliki kepercayaan diri bahwa
mereka akan diterima oleh orang-orang yang penting bagi mereka, jadi ketika
orang lain menolak mereka, mereka tidak merasa hancur (Feist, 2016).
Kelompok orang kedua
adalah kelompok yang terdiri dari orang-orang yang tidak pernah merasakan cinta
dan keberadaan, dan oleh karena itu mereka menjadi tidak mampu memberikan
cinta. Mereka jarang atau bahkan tidak pernah dipeluk ataupun disentuh ataupun
mendapatkan pernyataan cinta dalam bentuk apapun. Namun Abraham Maslow percaya
bahawa orang-orang semacam ini lama-kelamaan akan belajar untuk tidak
mengutamakan cinta dan terbiasa dengan ketidakhadiran cinta (Feist, 2016). Katagori ketiga adalah
orang-orang yang menerima cinta dan keberadaan hanya dalam jumlah sedikit. Oleh
karena itu dia hanya menerima sedikir cinta dan keberadaan, maka mereka akan
sangat termotivasi untuk mencari cinta dan keberadaan itu sendiri. Dengan kata
lain, orang yang menerima sedikit cinta mempunyai kebutuhan akan kasing sayang
dan penerimaan yang lebih besar daripada orang yang menerima cinta dalam jumlah
cukup atau yang tidak menerima cinta sama sekali (Abraham H. Maslow) (Feist, 2016).
4. Kebutuhan
akan Penghargaan
Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta
dan keberadaan, mereka bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan, yang
mencakup penghormatan dir, kemampuan, dan pengetahuan yang tentunya orang lain
akan menghargai tinggi. Maslow 1970
mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan hingga
reputasi diri. Reputasi adalah persefsi
akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari
sudut pandang orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan peribadi
seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri
disadari oleh lebih dari sekedar reputasi maupun gengsi. Harga diri
menggambarkan “keinginan untuk memperoleh
kekuatan, pencapaian atau keberhasilan, kecukupan, penguasaan dan kemampuan,
kepercayaan diri di hadapan dunia, serta kemandirian dan kebebasan”. Dengan
kata lain, harga diri didasari oleh
kemampuan nyata dan bukan hanya didasari oleh opini dari orang lain. Setelah
orang memenuhi kebutuhan mereka akan penghargaan, mereka siap untuk mengejar
aktualisasi diri yang merupakan kebutuhan tertinggi yang diungkapkan Malow (Feist, 2016).
5. Kebutuhan
akan Aktualisasi Diri
Ketika kebutuhan dilevel rendah terpenuhi, orang
secara otomati beranjak ke level berikutnya, akan tetapi, setelah kebutuhan
akan penghargaan terpenuhi, orang tidak selalu bergerak menuju level
aktualisasi diri. Awalnya Maslow (1970) berasumsi bahwa kebutuhan akan
aktualisasi diri muncul jika kebutuhan akan penghargaan telah terpenuhi (Feist, 2016). Kebutuhan aktualisasi
diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan keinginan
untuk menjadi sekreatif mungkin orang-orang yang telah mencapai level
aktualisasi diri menjadi orang seutuhnya, memenuhi kebutuhan kebutuhan yang
orang lain hanya melihat sekilas atau mungkin tidak pernah melihat sama sekali (Feist, 2016). Orang-orang yang
mengaktualisasikan diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika
mereka dimaki, ditolak, dan diremehkan orang lain. Dengan kata lain mereka
tidak bergantung pada pemenuhan kebutuhan cinta maupun kebutuhan akan
penghargaan. Mereka menjadi mandiri sejak kebutuhan level rendah yang memberi
mereka kehidupan (Feist, 2016).
Adapun kriteria orang yang mengaktualisasi diri,
pertama; mereka bebas dari psikopatologi atau penyakit psikologis, kedua;
orang-orang mengaktualisasi diri ini telah menjalani hirarki kebutuhan, dan
yang ketiga; mengenai kriteria aktualisasi diri yang diungkapkan Maslow adalah
bahwa orang-orang tersebut menjunjung nilai B. Orang-orang yang mengaktualisasi
diri dalam daftarnya merasa nyaman dengan dan bahkan menuntut kejujuran,
keindahan, keadilan, kesederhanaan, dan
kejenakaan. Dan kriteria terakhir untuk mencapai aktualisasi diri adalah
menggunakan seluruh bakat, kemampuan, potensi, dan lainnya (Maslow, 1970)
artinya individu-individu yang mengaktualisai diri dalam daftarnya memenuhi
kebutuhan mereka untuk tumbuh, berkembang, dan semakin menjadi apa yang mereka
bisa.
Dengan melihat pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
akan dapat disimpulkan sejauhmana kualitas kepribadian seseorang
berkembang. Semakin tinggi hirarti kebutuhan seseorang terpuaskan, maka
seseorang akan semakin dapat mencapai derajat individualitas atau kemandirian,
kematangan jiwa dan berjiwa sehat, dan begitu sebalknya (Hayim, 2002). Selain lima
kebutuhan konatif diatas, maslow mengidentifikasi tiga katagori kebutuhan lainya
yaitu estetika, kognitif, dan neurotik. Terpenuhinya kebutuhan estetiaka, dan
kognitif sejalan dengan tercapainya kesehatan psikologis, jika kedua kenutuhan
ini tidak terpenuhi maka akan berakibat pada munculnya hal-hal patologis atau
yang tidak bisa dikontrol. Tetapi kebutuhan neurotik mengarah pada munculnya
hal-hal patologis, baik jika ini terpenuhi maupun tidak terpenuhi (Feist, 2016).
1. Kebutuhan
Estetika
Kebutuahn estetika
(esthetic needs) berbeda dengan kebutuhan
konatif. Tidak bersifat universal, akan tetapi, setidaknya beberapa orang
disetiap kultur sepertinya termotivasi oleh kebutuhan akan keindahan dan
pengalaman yang menyenangkan secara estetis (Maslow.1970). orang-orang dengan kebutuhan etetika yang kuat
mengiginkan lingkungan yang indah dn teratur dan ketika kebutuhan ini tidak
terpenuhi, mereka merasa sakit sama halnya seperti orang-orang yang tidak
terpenuhi kebututhan-kebutuhan konatifnya. Orang-orang lebih menyukai sesuatu
yang indah daripada sesuatu jelek dan mereka bahkan bisa mengalami sakit fisik
maupun psikologis jika dipaksa untuk tinggal di lingkungan yang kotor dan tidak
teratur (Maslow, 1970) (Feist, 2016).
2. KebutuhanKognitif
Sebagian besar orang mempunyai keinginan untuk
mengetahui, untuk memecahkan misteri, untuk memahami, dan untuk menjadi
penasaran. Maslow (1970) menyebut keinginan-keinginan ini sebagai kebutuhan
kognitif. Ketika kebutuhan kognitif ini tidak terpenuhi, semua kebutuhan
hirarki Malow terancam tidak bisa terpenuhi pula. Karena pengetahuan merupakan
kebutuhan yang sngat penting untuk memenuhi kelima kebutuhan konatif tersebut (Feist, 2016). Maslow percaya bahwa
orang-orang sehat mempunyai keinginan untuk mengetahui lebih besar, untuk
berteori, untuk membuktikan hipotesis, untuk menyelesaikan misteri, atau untuk
mencari hal bagaimana suatu hal berfungsi hanya karena penasaran ingin tahu.
Akan tetapi orang yan tidak dapat memenuhi kebutuhan kognitif mereka, yang
terus menerus berbohong, yang rasa penasarannya terhambat, atau yang trlah
menolak informasi-informasi yang masuk ke dirinya, dapat terjangkit penyakit
yang berupa sikap skeptis, kecewa, dan sinis (Feist, 2016).
3. Kebutuhan
Neurotik
Setelah terpenuhinya
kebutuhan konatif, etetika, dan kognitif merupakan dasar bagi tercapainya kesehatan
fisik dan psikologis seseorang. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan mengarah
pada penyakit. Tetapi kebutuhan neorotik (neurotic needs) hanya berpengaruh
pada kegagalan berkembang dan penyakit (Maslow 1970) (Feist, 2016). Jika dibutuhkan maka
kebutuhan neurotik menjadi tidak produktif. Kebutuhan-kebutuhan ini memupuk
gaya hidup yang tidak sehat dam tidak adanya keinginan untuk berusaha
memperoleh aktualisasi diri. Kebutuhan neuritik biasanya bersifat reaktif, yaitu
kebutuhan ini berperan sebagai konpensasi atas kebutuhan-kebutuhan yang dasar
yang tidak terpenuhi. Serupa dengan hal ini, seseoramg yang neurotik dapat
menjalin hubungan yang erat dengan orang lain, tetapi hubungan tersebut bisa
merupakan hubungan yang neurotik dan bisa saling bergantung yang mengarah pada
hubungan yang patologis atau ber,asalah daripada cinta yang tulus (Feist, 2016).
KESIMPULAN
Kreatifitas
adalah kemampuan manusia mengembangkan potensi dalam dirinya untuk meraih
kehidupan yang lebih berkualita. Kreatif sendiri merupakan cara
mengaktualisasikan keinginan dari emosi dalam diri yang terpendam untuk
memenuhi kebutuhan hidup melalui potensi-potensinya. kreatifitas itu didorong
oleh seorang yang kreatif dari luar/lingkungan sosial, kemudian individu akan
menggunakan caranya sendiri untuk direfleksikan dalam bentuk tindakan sehingga
dapat menggambarkan emosional dan keinginan terpendam/mewujudkan keinginan.
Teori humanis
menekankan pada lima unsur kebutuhan hidup manusia: kebutuhan fisiologis, rasa
aman, cinta, penghargaan dan mengaktualisasikan diri. Lima kebutuhan ini
merupakan rumusan hirarki kebutuhan Maslow. Melihat kembali potensi yang
dimiliki manusia, kebutuhan apapun akan selalu terpenuhi dengan syarat mampu
menggunakan kreatifitasnya dengan baik dan maksimal. Adapun sumber
kreatifitas berasal dari dalam diri manusia sendiri, ada pula yang berasal dari
luar diri manusia. Sumber dari dalam diri manusia kreatifitas merupakan
dorongan keinginan yang kuat, dapat berupa motivasi hidup. Sedang dari luar
diri manusia, sumber kreatifitas itu lebih mempengaruhi manusia tampa terikat
oleh tempat dan waktu, berbentuk nyata. Kreatifitas dari luar bersifat
objektif, sedangkan kreatifitas dari dalam diri individu adalah bersifat
subjektif. Psikologi
humanistik mengingatkan kita akan pentingnya pengalaman manusia sebagai
individu dan aspek-aspek penting dalam pengalaman manusia, seperti diri (self), pengalaman puncak (peak experince), dan spiritualitas (spirituality) yang diabaikan oleh
pendekatan-pendekatan psikologi lainnya. Psikologi humanistik menyediakan model
konseling yang sederhana, mudah dimengerti, dan efektif. Artinya, lebih banyak
lagi orang yang dapat mengakses bantuan psikologi dari pada jika tidak ada
psikologi humanistik. Barangkali yang terpenting adalah psikologi humanistiklah
satu-satunya di antara pendekatan-pendekatan utama dalam psikologi yang
menekankan sisi-sisi positif dari sifat dasar manusia dan mengambil sikap yang
sepenuhnya positif terhadap kemanusiaan.
Pendekatan
humanistik telah menghasilkan teori dan gagasan yang sangat sukar diuji dengan
penelitian ilmiah, bahkan sampai pada taraf yang lebih luas dari pada
pendekatan psikodinamika.
Karena
pokok permasalahan dalam psikologi humanistik adalah pengalaman pribadi
manusia, maka ada masalah logis dalam hal penerapan teori-teori yang berasal
dari satu individu kepada individu yang lain. Contohnya, kita tidak bisa
menganggap dua orang yang menceritakan suatu pengalaman puncak atau pengalaman
spiritual, memiliki pengalaman yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. (2011). Pendidikan
Humanistik (Konsep, teori, dan Aplikasi Praktis dalam Dunia Pendidikan). (Yogyakarta:
Ar Ruzz Media.
Boeree, C. (2010).
Personality Theories, diterjemakan:
Inyiak Ridwan M. Yogyakarta: Prismasopie.
Dean, K. (2001). History
Bilogi And Sosio-Curtural: The Psychology Of Creativity, University of California, Amerika
Serikat, Vol. 66 No. 8.
Duene, S. (2013). Sejarah
Psikologi Modern. Bandung: Nusa Media.
Frank,
G. (1987). Mazhab
Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow,
Penerjemah, A. Supratiya, Yogyakarta: Kartasius.
Graham, H. (2005). Psikologi
Humanistik Dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Sejarah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jarvis, M. (2009). Teori-teori
Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran
Manusia.
Bandung: Nusamedi.
Jess,
G. (2016). Teori Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.
Kyle, A. (2014). Behind The Mirror : Reflective Listening and its
Tain in the Work of Carl Rogers. Routledge Taylor and Francis Group :
The Humanistic Psychologist, Vol 42. No. 14
Montuori,
A. (2003). Jurnal Psikologi Humanistik:The
Creator And Maker, Vol. 10,
No. 11.
Muhammad,
H. (2012). Dialog antara Tasawuf dan Psikologi; Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Taufik.
(2012). Empati
Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Vlad, G. (2008). Paradigma dalam Studi Kreativitas:
Memperkenalkan Perspektif Psikologi Budaya, Ide-Ide Baru dalam Perspektif Psikologi, Elsevier,
Vol. 28, No.145.
0 komentar:
Posting Komentar