MANUSIA DAN SELEKSI
ALAM
Ana Istiqomah
(16.310.410.1126)
Psikologi Umum II
Manusia diciptakan lengkap dengan segala
kekurangan dan kelebihannya. Kehidupan tak pernah lepas dari ujian. Dan ujian
memberikan manusia sebuah kualitas tersendiri ketika berhasil melewatinya.
Seperti kata Socrates, “hidup yang tidak teruji adalah hidup tanpa makna”.
Setiap manusia memiliki kepribadian
sendiri-sendiri. Namun, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang cenderung
sama. Sedangkan dunia, memberi manusia peluang yang bebas untuk dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Dan tentu saja, dengan banyaknya manusia yang hidup,
kecerdasan dan kekuatan manusia memiliki andil besar dalam mempertahankan
kehidupannya. Ada yang terpenuhi, ada yang tidak. Seperti sebuah antitesis, ada
menang, maka ada kalah.
Sepanjang eksistensi kita hingga hari
ini, kita tentu pernah melihat –atau minimal tahu- dengan “orang dengan
gangguan jiwa”. Atau, bila dalam masyarakat awam biasanya menyebutnya orang
gila. Kita hidup berdampingan dengan mereka, dan beruntung, jumlah kita lebih
dominan.
Kembali pada topik awal, manusia dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tak selalu semuanya terpenuhi. Ada
rintangan-rintangan yang perlu dihadapi, baik dari lingkungan maupun diri
sendiri. Ketika lingkungan tak mendukung, individu masih akan tetap bertahan,
salah satunya dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri. Namun, terlalu
sering menggunakannya pun juga tak baik untuk kesehatan mental individu.
Kamis lalu, pada tanggal 13 April 2017,
saya melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit jiwa, tepatnya RSJ Grhasia,
Yogyakarta. Rumah sakit itu memberikan 2 entitas pelayanan yaitu rawat inap dan
rawat jalan, dengan berbagai jenis pelayanan. Dalam ranah psikologi sendiri RSJ
Grhasia memberikan berbagai layanan antara lain, pasien di poli psikologi, psikometri,
rujukan psikiater, jiwa rawat inap, anak di klinik tumbuh kembang, visum, geriatri
dan napza.
Dari kunjungan tersebut, saya banyak
memperoleh pengalaman baru, diantaranya bertemu secara langsung dan berinteraksi
dengan pasien waham, schizophrenia, melihat perilaku pasien gangguan halusinasi
dan sebagainya. Ternyata mereka tak semenyeramkan dalam bayangan saya. Di sana
saya melihat, pasien yang suka dengan musik. Dia dengan leluasa mengekspresikan
kesenangannya dengan berjoget di depan televisi.
Saya berpikir, inilah kuasa Tuhan, dan
inilah seleksi alam. Tak ada perasaan menghakimi karena kebodohan atau
ketidakkuatan mental mereka. Saya percaya bahwa itu adalah bagian mereka. Hanya
saja, saya kembali bertanya-tanya, stressor macam apa yang telah membuat mereka
seperti itu? Dan apakah ego mereka tidak tersinggung dengan keberadaan mereka
di sana? Apakah mereka memiliki harga diri atau tidak?
Dari kunjungan dan observasi tersebut,
tak ada perilaku mulia yang akan saya lakukan untuk mereka. Saya hanya akan
memperbaiki diri saya sendiri dan cara mengelola stressor –memang egois, dan
itu manusiawi. Setidaknya, hal itu dapat mencegah bertambahnya ODGJ bukan?
Dalam diri manusia terdapat
kebutuhan-kebutuhan neurotis, dan Karen Horney meringkasnya menjadi 10 bentuk
kebutuhan. Dan saya menyadari, bahwa dari kesepuluh kebutuhan tersebut, semua
merupakan kebutuhan primer manusia. Hanya saja, jika kebutuhan itu diinginkan
terlalu banyak sehingga seseorang menjadi tidak realistis lagi, maka akan
menimbulkan halusiansi, ilusi, atau bahkan delusi. Ini bukan hal yang baik. Jadi,
dengan kata lain, setiap individu memiliki potensi mengalami gangguan jiwa.
Persepsi-diri yang baik menjadi salah
satu hal penting yang perlu diperhatikan. Karena dengan mengenal diri kita,
kita akan tahu apa-apa yang perlu atau tidak untuk mendapat perhatian kita. Sehingga
kita dapat mengatur kehidupan kita dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar