Melinda Rahail
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Mempertahankan
keanekaragaman jenis tanaman pangan merupakan suatu hal yang sulit, apalagi
jenis pangan pokok tidak bisa dipukul rata untuk semua daerah di Indonesia karena
kondisi lahan yang berbeda.
“Indonesia
tidak bisa diberaskan semuanya, harus disesuaikan antara tanaman pangan dan
kondisi lahan” kata Direktur Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia M
Sembiringi, Senin (9/5), saat panen sorgum di Dusun Likotuden, Desa Kawaleo,
kecamatan Demon Pagong, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Turut hadir pula
Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung Pr, Asisten Deputi Pangan Kementrian
Koordinator Perekonomian Elias Payong Kerar, dan Direktur Yayasan Sosial
Ekonomi Larantuka (Yaspensel) Keuskupan Larantuka Romo Benyamin Daud Pr
Hal
ini terjadi pada 9 Mei 2016, di Flores Timur.
Mengingat
pasokan beras yang dikirim ke provinsi NTT dalam jumlah minim, hal ini bisa
membuat pemerintah NTT merasa khawatir. Namun, kenyataan sorgum (makanan khas
NTT) tumbuh di tengah terik dan susah air. Buktinya adalah adanya keberhasilan
penanaman sorgum di Flores Timur. Ada sekitar 200 ton sorgum dari 65 hektar
lahan tandus yang siap dipanen.
Dari
155 keluarga di Desa Kawelo, 62 keluarga menanam sorgum pada lahan 30 ha.
Panennya mencapai 60 ton. Warga tidak menggunakan pupuk kimia, hanya
mengandalkan unsur hara tanah. Mereka hanya tergantung pada air hujan.
Walaupun, jumlah hujan dua bulan setahun
Tanaman Sorgum |
Ketua
Aliansi Petani Lembor Benediktus Pambur, yang juga petani sorgum di Manggarai
Barat terus menanam sorgum pada lahan kering dan mengganggur, sekalipun 3 ha
sorgum telah dibongkar sebulan sebelum panen karena program mencetak sawah padi
yang telah disetujui pemilik lahan
setempat.
Sumber: Kompas,
10 Mei 2016
halaman
13
0 komentar:
Posting Komentar