Ringkasan
Artikel : Indonesia Belum Hitung Emisi
Antoni
Firdaus
Fakultas
Psikolgi
Setelah
Konferensi Perubahan Iklim 2015 di Paris, Perancis, yang berakhir akhir pekan
lalu, Indonesia bersiap menghitung emisi gas rumah kacanya secara lengkap.
Setiap kementerian diminta memberikan laporan rinci untuk diketahui emisi
nasional. "Harus dilakukan semua sektor yang terkait," kata Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam temu wartawan
bertema "Paris Agreement dan Implikasi terhadap Indonesia" di
Jakarta, Jumat (18/12). Turut hadir Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian
Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, Ketua Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan
Iklim Sarwono Kusumaatmadja, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian
LHK Nur Masripatin, dan Wimar Witoelar dari Yayasan Perspektif Baru.
Selain
KLHK, kementerian lain adalah Kementerian Pertanian yang diminta menghitung emisi
sektor pertanian dan penggunaan lahan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam
untuk emisi sektor energi, dan Kementerian Perhubungan untuk emisi sector transportasi.
Kemarin, Siti rapat dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman membahas kebutuhan investasi
2 juta hektar lahan untuk pertanian: penanaman jagung, tebu, dan peternakan sapi.
Mentan diminta membuat pengelolaan risiko dan mitigasi terkait perubahan iklim dari
aktivitas itu. "Misalnya, 350.000 hektar dari 2 juta hektar itu
direncanakan untuk peternakan sapi. Emisi CH4 (metana) dari kotoran sapi harus
dihitung," ujarnya. Indonesia, seperti 194 negara lain, wajib menurunkan
emisi nasional untuk memastikan kenaikan suhu Bumi di bawah 2 derajat celsius
dibandingkan emisi era Revolusi Industri
1850. Kenaikan suhu Bumi terkait emisi gas rumah kaca di atmosfer yang menjebak
pantulan sinar matahari: pemanasan global yang berujung perubahan iklim.
Target
Indonesia Dalam dokumen penurunan emisi nasional yang diniatkan (INDC) yang
diserahkan Indonesia sebelum konferensi, Indonesia memasang target penurunan
emisi 29-41 persen pada tahun 2030. Dalam konferensi di Paris didesakkan ada
satu standar penghitungan emisi di dunia (terukur, terlaporkan, dan
terverifikasi/MRV). Direktur Eksekutif Center for Climate Risk and Opportunity
Management in Southeast Asia and Pacific Institut Pertanian Bogor (CCROM-SEAP
IPB) Rizaldi Boer menambahkan, KLHK sedang membangun sistem daring yang memuat
aplikasi penghitungan emisi berdasar metodologi dari Panel Ahli Antarpemerintah
untuk Perubahan Iklim (IPCC). Nantinya, penanggung jawab kegiatan, baik di
pusat maupun daerah, tinggal memasukkan data aktivitas tanpa perlu menghitung
sendiri emisi dari aktivitas tersebut. Untuk itu, kata Rizaldi, tak perlu ada
lembaga baru untuk menyatukan data penurunan emisi berbagai sektor. Setiap
kementerian dan pemerintah daerah sudah punya pusat data statistik sehingga
pemerintah tinggal memperkuat lembaga-lembaga yang ada. Dari pusat-pusat data
statistik, data dikirimkan dan dijadikan satu di KLHK. Siti menargetkan, sistem
MRV yang padu secara nasional serta penghitungan emisi dari setiap sektor
selesai antara April dan Juni. Sebab, pemerintah mulai Mei harus menyiapkan
keikutsertaan dalam Konferensi Perubahan Iklim Ke-22 di Maroko tahun 2016.
Sumber:
Kompas, 19 Desember 2015, Hal. 13
0 komentar:
Posting Komentar