SEKATENAN DI
YOGYAKARTA
I R W A N T O
NIM. 163104101125
FAKULTAS PSIKOLOGI, UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Jogjakarta dan Surakarta merupakan dua Kota yang masih
memiliki nuansa Jawa kental. Kedua
Kota ini dikenal masih melestarikan budaya warisan leluhur hingga sekarang,
salah satunya adalah Sekaten dan Grebeg Maulud. Sekaten berasal dari kata sekati,
yaitu nama dari dua perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama
Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran
Nabi Muhammad SAW. Ada pula yang
menyebutkan Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang berarti suka hati atau
senang hati. Hal ini didasarkan bahwa
pada saat menyambut perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam
suasana bersuka hati.
Sekaten sendiri adalah acara peringatan kelahiran Nabi
Muhammad SAW yang diadakan setahun sekali setiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud
(Rabiul Awal tahun Hijriah), yang diadakan di Alun-alun utara Surakarta dan
Yogyakarta.Biasanya terdapat pasar malam dalam perayaan Sekaten. Pasar malam ini berlangsung selama
perayaan Sekaten, bahkan berminggu-minggu sebelumnya. Di dalam pasar malam, ada banyak jenis permainan seperti, komedi
putar, odong-odong, serta banyak penjual makanan yang menjajakan
kuliner-kuliner khas dari Kota ini.
Puncak dari acara sekaten ini adalah Grebeg Maulud. Keraton
Yogyakarta dan Surakarta setiap tahun mengadakan upacara grebeg sebanyak 3
kali, yaitu Grebeg Syawal pada saat hari raya Idul Fitri, Grebeg besar pada
saat hari raya Idul Adha, dan Grebeg Maulud atau sering disebut dengan Grebeg
Sekaten pada peringatan Maulid Nabi Muhammad setiap tanggal 12 Rabiul Awal
dalam kalender Islam. Grebeg adalah
upacara adat berupa sedekah yang dilakukan pihak kraton kepada masyarakat
berupa gunungan.Gunungan tersebut berisi hasil bumi seperti kacang-kacangan,
buah, berbagai macam sayuran yang disusun melingkar.Grebeg Maulud ditandai
dengan dikeluarkannya gunungan makanan dari dalam kompleks keraton dan dibawa
menuju Masjid Agung Keraton.Gunungan tersebut biasanya menjadi rebutan warga.
Setiap orang akan bersaing sebanyak-banyaknya untuk
mendapatkan hasil-hasil bumi yang berada di dalam gunungan. Sebelum
diperebutkan, gunungan didoakan terlebih dahulu di dalam keraton agar menjadi
berkah. Masyarakat mempercayai jika
hasil bumi yang berasal dari gunungan ini dibawa pulang dan ditanam di sawah
atau ladang akan menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan
malapetaka.
Upacara
Sekaten adalah sebuah upacara ritual di Kraton Yogyakarta yang dilaksanakan
setiap tahun. Upacara ini dilaksanakan selama
tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan
tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam. Upacara Sekaten diselenggarakan untuk memperingati hari
kelahiran (Mulud) Nabi Muhammad SAW. Tujuan lain dari penyelenggaraan upacara
ini adalah untuk sarana penyebaran agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai asal
mula nama Sekaten, yaitu:
- Kata sekaten berasal dari kata sekati, yaitu nama dari dua perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
- Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang berarti suka hati atau senang hati. Hal ini didasarkan bahwa pada saat menyambut perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam suasana bersuka hati.
- Pendapat lain mengatakan bahwa sekaten berasal dari kata syahadatain, yang maksudnya dua kalimat syahadat yang diucapkan ketika seseorang hendak memeluk agama Islam. Pendapat ini didasari bahwa pada jaman dahulu upacara sekaten diselenggarakan untuk menyebarkan agama Islam.
Bentuk-bentuk ritus yang ditampilkan
dalam acara sekaten adalah sebagai berikut:
- Persiapan fisik dan non fisik petugas upacara.
- Pengeluaran gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati yang terdiri dari dua perangkat, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dari persemayamannya.
- Pemukulan gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Sekati, di dalam Kraton Yogyakarta, tepatnya di bangsal Ponconiti tratag barat dan timur.
- Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan pada saat pemukulan gamelan, baik untuk pengunjung maupun untuk para pemukul gamelan.
- Pemindahan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari kraton ke Masjid Besar.
- Pemukulan gamelan Kanjeng Kyai Sekati di Masjid Besar.
- Kehadiran Sri Sultan ke Masjid Besar untuk mengikuti upacara peringatan hari besar Mulud Nabi Muhammad SAW.
- Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan untuk para pemukul gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
- Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan di antara saka guru (tiang utama) Masjid Besar.
- Pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW.
- Penyematan bunga kanthil (cempaka) pada daun telinga kanan Sri Sultan pada saat pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW sampai pada asrokal (semacam bacaan berjanji).
- Kembalinya Sri Sultan dari Masjid Besar ke kraton.
- Kembalinya gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari Masjid Besar ke persemayamannya di dalam kraton.
Urutan
atau tata cara ritual dalam penyelenggaraan upacara Sekaten terdiri dari 5
tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan, tahap
gamelan sekaten dipindahkan ke halaman masjid besar, tahap Sri Sultan hadir di
Masjid Besar, dan tahap kondur gongsa. Seluruh tahapan ini berlangsung selama
tujuh hari.
1. Tahap Persiapan
Tahap
pertama adalah tahap persiapan. Ada
2 jenis persiapan, yaitu persiapan fisik dan persiapan non fisik. Persiapan fisik berwujud benda-benda
dan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upacara,
sedangkan persiapan non fisik berwujud sikap dan perbuatan yang harus dilakukan
sebelum pelaksanaan upacara.
Untuk persiapan non fisik, para abdi
dalem yang akan terlibat dalam upacara harus mempersiapkan diri, terutama
mental mereka untuk mengemban tugas yang dianggap sakral tersebut. Para abdi
dalem yang bertugas menabuh gamelan sekaten harus menyucikan diri dengan berpuasa
dan siram jamas (mandi keramas). Gamelan pusaka adalah benda pusaka kraton, sehingga dalam
memperlakukannya harus dengan penghormatan yang khusus. Untuk persiapan yang berwujud fisik,
benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang perlu diperlukan dalam
penyelenggaraan upacara adalah sebagai berikut.
- Gamelan Sekaten, yaitu gamelan pusaka bernama Kanjeng Kyai Sekati.
- Perbendaharaan lagu-lagu atau gending-gending khusus yang tidak pernah dibunyikan pada acara lain. Konon, lagu-lagu tersebut merupakan ciptaan Walisanga pada jaman Kerajaan Demak. Lagu-lagu tersebut adalah Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet nem, Muru putih, Orang-orang pathet nem, Ngajatun pathet nem, Bayem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, Srundheng Gosong pelog pathet barang.
- Sejumlah kepingan uang logam untuk disebarkan dalam upacara udhik-udhik.
- Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW yang akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam.
- Sejumlah bunga kanthil (cempaka) yang akan disematkan pada daun telinga kanan Sri Sultan dan para pengiringnya pada saat menghadiri pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW.
- Busana seragam yang masih baru dan sejumlah samir khusus untuk dipakai oleh para niaga yang bertugas menabuh gamelan.
2. Tahap Gamelan Sekaten Mulai
Dibunyikan
Tahap
kedua adalah tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan. Gamelan sekaten akan
dibunyikan di dalam kraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti yang berada di
halaman Kemandhungan atau Keben, yaitu di tratag bagian timur dan tratag bagian
barat. Pada pukul 16.00 WIB gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai
Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditata di
tratag bagian timur, sedangkan Kanjeng Kyai Nagawilaga ditata di tratag bagian
barat.
Selepas
waktu shalat Isya dan setelah semua persiapan selesai, para abdi dalem yang
bertugas di Bangsal Ponconiti memberi laporan pada Sri Sultan bahwa upacara
siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan
melalui abdi dalem yang diutus, gamelan sekaten mulai dibunyikan. Gamelan sekaten dibunyikan mulai
dari pukul 19.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.Penabuhan gamelan dilakukan
berselang-seling dari kanjeng Kyai Guntur Madu disusul Kanjeng Kyai Nagawilaga
dengan urutan gending yang sudah ditentukan.
Pada
pukul 20.00 WIB, Sri Sultan atau utusannya diiringi para pangeran, kerabat, dan
para bupati datang ke tempat gamelan dibunyikan untuk menyebarkan
udhik-udhik.Menurut kepercayaan masyarakat, kepingan uang logam udhik-udhik
dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi siapa saja
yang berhasil mendapatkannya. Awalnya udhik-udhik disebarkan di Bangsal
Ponconiti tratag timur, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu,
kemudian ke Bangsal Ponconiti tratag barat, ke arah para penabuh gamelan
Kanjeng Kyai Nagawilaga, selanjutnya disebarkan ke arah pengunjung.
Pada
saat Sri Sultan atau utusannya menyebar udhik-udhik, para pemukul gamelan tidak
berani mengambil, melainkan terus melanjutkan tugasnya untuk memukul gamelan. Setelah gending yang dibunyikannya
berakhir, barulah mereka berani memunguti udhik-udhik yang jatuh di dekatnya. Saat Sri Sultan atau yang mewakili
datang mendekat, bunyi gamelan yang didekati dibuat lembut dengan dipukul tidak
teerlalu keras, sampai sultan mendekati tempat tersebut. Dimulainya penabuhan gamelan pusaka
Kanjeng Kyai Sekati merupakan pertanda dimulainya upacara sekaten.
3. Tahap Gamelan Sekaten Dipindahkan
ke Halaman Masjid Besar
Tahap
selanjutnya adalah tahap gamelan sekaten dipindahkan ke halaman Masjid
Besar.Pada pukul 23.00 WIB, bunyi gamelan sudah berhenti. Bersamaan dengan itu,
datanglah para prajurit yang akan bertugas mengawal iring-iringan gamelan dari
kraton menuju halaman Masjid Besar, serta para abdi dalem KHP Wahono Sarta
Kriya yang akan bertugas mengusung gamelan.
Pada
pukul 24.00 WIB, gamelan Kanjeng Kyai Sekati dipindahkan dari kraton ke halaman
Masjid Besar. Pemindahan gamelan dikawal oleh dua
pasukan prajurit kraton, yaitu Prajurit Mantrijero dan Prajurit Ketanggung.
Urut-urutan iring-iringan diawali petugas pengawal kepolisian, diikuti para
panji abdi dalem prajurit, disambung abdi dalem sipat bupati keprajan utusan
pemerintah Kota Yogyakarta, disambung abdi dalem prajurit ngurung-urung
(melindungi di samping kiri dan kanan) jalannya iring-iringan gamelan, diikuti
oleh orang-orang yang semula berkerumun di halaman Kemandhungan. Di Masjid Besar, gamelan sekaten
dibunyikan selama 7 hari 7 malam, kecuali pada hari Kamis malam atau Malam
Jumat hingga sehabis shalat Jumat. Setiap hari gamelan sekaten dibunyikan
sebanyak tiga kali, yaitu pagi (pukul 08.00 – 11.00 WIB), siang (pukul 14.00 –
17.00 WIB), dan malam (pukul 20.00 – 23.00 WIB). Cara membunyikannya adalah
bergantian dari Kanjeng Kyai Guntur Madu kemudian Kanjeng Kyai Nagawilaga,
dengan gending yang sama.
4. Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid
Besar
Pada
malam ketujuh, tanggal 11 Rabiulawal malam di Masjid Besar diselenggarakan
pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dan penyebaran udhik-udhik oleh
sultan.Kehadiran sultan dari kraton menuju Masjid Besar dengan mengendarai
kendaraan, diiringi oleh para pangeran dan kerabat. Di pintu gerbang Masjid
Besar, sultan disambut Sri Paduka Paku Alam, Kanjeng Raden Pengulu, walikota
Yogyakarta, dan para Abdi Dalem Sipat Bupati beserta para tamu undangan.
Sesampainya di halaman Masjid Besar, sultan menuju ke Pagongan selatan untuk
menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu,
kemudian menuju ke Pagongan utara untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh
gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga. Selanjutnya sultan melanjutkan perjalanan
menuju masjid.
Sesampainya
di depan Mihrab, Sri Sultan dan Kyai Pengulu berdiri di depan pengimamam
menghadap ke arah timur. Seorang abdi dalem punokawan kaji menyerahkan pada
sultan sebuah bokor berisi udhik-udhik untuk disebar di antara saka guru Masjid
Besar serta ke arah kerabat, para abdi dalem, beserta para hadirin.Setelah itu,
sultan keluar dari masjid lalu duduk di serambi masjid dengan beralaskan kain
putih. Setelah semuanya siap, sultan
mengucapkan salam, lalu memberi isyarat pada Kanjeng Raden Pengulu untuk
memulai membacakan riwayat Nabi Muhammad SAW. Pada saat pembacaan Mulud Nabi
Muhammad SAW sampai pada asrokal (peristiwa kelahiran nabi), Sri Sultan beserta
para pengiringnya menerima persembahan bunga cempaka dari Kyai
Pengulu.Pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW selesai kira-kira pukul 24.00
WIB. Bacaan diakhiri dengan doa oleh Kanjeng Raden Pengulu. Setelah doa, sultan
mengucapkan salam lalu kembali ke kraton.
5. Tahap Kondur Gongso
Pada
tanggal 11 Rabiulawal, kira-kira pukul 24.00 WIB, setelah sultan meninggalkan
Masjid Besar, gamelan sekaten diboyong kembali ke kraton, yang disebut kondur
gongso. Sesampainya di kraton, gamelan langsung disemayamkan di tempatnya
semula.Dengan dipindahkannya gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati kembali ke
kraton, menandakan bahwa upacara sekaten telah selesai.
0 komentar:
Posting Komentar