MENUJU
KEMENANGAN GEMILANG
Dalam Menghadapi Perubahan
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Irwanto
NIM.
163104101125
Program
Studi Psikologi
Secara
bahasa, halal bi halal adalah kata majemuk dalam bahasa Arab dan berarti halal
dengan halal atau sama-sama halal. Tapi kata majemuk ini tidak dikenal dalam
kamus-kamus bahasa Arab maupun pemakaian masyarakat Arab sehari-hari. Masyarakat
Arab di Mekah dan Madinah justru biasa mendengar para jamaah haji Indonesia
dengan keterbatasan kemampuan bahasa Arab mereka bertanya halal? Saat
bertransaksi di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan. Mereka menanyakan apakah
penjual sepakat dengan tawaran harga yang mereka berikan, sehingga barang
menjadi halal untuk mereka. Jika sepakat, penjual akan balik mengatakan
“halal”. Atau saat ada makanan atau minuman yang dihidangkan di tempat umum,
para jama’ah haji biasanya bertanya “halal?” untuk memastikan bahwa
makanan/minuman tersebut gratis dan halal untuk mereka. Kata majemuk ini
tampaknya memang made in Indonesia, produk asli negeri ini. Kata halal bi halal
justru diserap Bahasa Indonesia dan diartikan sebagai “hal maaf-memaafkan
setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat
(auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sejumlah orang dan merupakan suatu
kebiasaan khas Indonesia”.
Penulis menyebutkan bahwa halal bi halal adalah suatu
tradisi berkumpul sekelompok orang Islam di Indonesia dalam suatu tempat
tertentu untuk saling bersalaman sebagai ungkapan saling memaafkan agar yang
haram menjadi halal. Umumnya, kegiatan ini diselenggarakan setelah melakukan
shalat Idul Fithri. Kadang-kadang, acara halal bi halal juga dilakukan di
hari-hari setelah Idul Fithri dalam bentuk pengajian, ramah tamah atau makan
bersama.
Dalam kesempatan Bapak
Ir. Bambang Irjanto, MBA, selaku Rektor Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta memberikan sambutan yang mengatakan bahwa tidak ada yang kekal di
muka bumi ini, kecuali perubahan. Pernah mendengar pepatah seperti itu? Ya,
perubahan akan selalu ada di muka bumi ini. Mulai dari hal kecil yang simpel
sampai hal-hal besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak pasti akan selalu
megalami perubahan. Sehingga bisa dibilang bahwa sebuah perubahan adalah
kekal adanya. Zaman ini berbeda dengan zaman itu, yaitu masa yang dulu
dilalui oleh orang tua kita, bangsa Indonesia kini juga berbeda dengan
Indonesia kala Sukarno dan Suharto memimpin dahulu, bahkan sampai perkara yang
paling kecil dan sederhana pun ikut berevolusi mengikuti pergerakan langkah
zaman.
Kalau demikian adanya, maka tidak ada satu orang pun di
belahan bumi ini yang mampu terhindar dari perubahan. Kalau begitu apakah hidup
ini untuk sebuah perubahan?Ini bukan teori evolusinya Darwin yang terkenal itu,
tapi evolusi yang dimaksud disini adalah suatu keadaan yang disertai dengan
rentetan peristiwa yang melekat dan dialami oleh setiap individu. Kata
"perubahan" itu sendiri, karna tidak bisa dipungkiri bahwa ada
perubahan yang dinilai banyak orang sebagai sesuatu yang positif, namun ada
juga perubahan yang menurut sebagian orang dinilai sebagai hal yang negatif. Memahami
sebuah proses bukan lah hal yang mudah, karena perkara ini terkait dengan
inter-aksi banyak hal, sehingga tidak mudah menyimpulkan suatu proses.
Misalnya, Mengapa dan bagaimana Susilo Bambang Yodoyono (SBY) bisa menjadi
Presiden RI? Bagaimana menyimpulkan proses yang dijalani dan dialami oleh
Presiden SBY? Sekali lagi ini bukan hal yang mudah. Kalau bagi sebagian orang
itu bisa terjadi karna sudah menjadi takdirnya menjadi Presiden. Satu sisi
ungkapan itu tidak keliru, namun perkataan itu tidak memiliki penjelasan ilmiah
yang bisa membuka fikiran banyak orang mengenai cara dan proses untuk menjadi
Presiden.
Bagi siapa saja yang mengagumi karena seninya Iwan Fals,
sang musisi fenomenal itu, tentu tau bahwa ada potongan baid dalam lagunya yang
berbunyi "yang penting adalah prosesnya". Kalau dilihat dengan kaca
mata takdir tentu menjadi tidak menarik untuk membahas makna proses, tapi kalau
"proses" dipahami dengan beragam ilmu pengetahuan, maka rasanya akan
berbeda dan lebih memberi nilai plus bagi banyak orang. Kalau
"proses" itu terjadi karna banyaknya inter-aksi dengan beragam hal,
maka sebenarnya proses itu bisa disederhanakan. Contoh, Sebelum SBY menjadi
Presiden, beliau berprofesi sebagai militer, padahal kalau dilihat secara
ilmiah, puncak pencapaian seorang militer bukan Presiden, tapi mengapa beliau
bisa menjadi Presiden? Ini artinya ada pengrucutan interaksi yang bisa
menghasilkan suatu kesimpulan yang jelas tentang subuah proses.
“Bukan yang paling kuat yang bisa bertahan hidup, bukan juga
yang paling pintar. Yang paling bisa bertahan hidup adalah yang paling bisa
beradaptasi dengan perubahan” (Charles Darwin).
0 komentar:
Posting Komentar