NAMA : MUHAMMAD ANAS RUSDIANTO
NIM. : 23310410036
KELAS : KARYAWAN/SP
UTS PSIKOLOGI INOVASI
Pendekatan Disiplin ala Kang Dedi Mulyadi: Analisis Berdasarkan Teori Persepsi Paul A. Bell dkk.
Belakangan ini, perhatian publik Indonesia tertuju pada sosok Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang dikenal lewat pendekatan tidak biasa dalam menangani kenakalan remaja. Di tengah meningkatnya kasus anak muda yang gemar membolos, merokok, berkelahi, dan bertindak seenaknya, KDM hadir dengan metode yang berbeda dari kebanyakan. Ia “memaksa” anak-anak yang berperilaku nakal untuk mengikuti pembinaan di barak militer selama beberapa bulan. Sekilas cara ini tampak keras, namun hasilnya menunjukkan perubahan positif: para remaja menjadi lebih disiplin, sopan, dan mampu menata kembali cita-citanya.
Untuk memahami logika di balik kebijakan tersebut, dapat digunakan kerangka teori persepsi menurut Paul A. Bell dan rekan-rekannya (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995). Menurut teori ini, persepsi merupakan proses seseorang dalam menerima dan memberi makna terhadap stimulus dari lingkungannya, kemudian diolah menjadi dasar perilaku. Proses persepsi mencakup lima tahap utama: stimulus, seleksi, organisasi, interpretasi, dan respon. Melalui tahapan inilah seseorang menafsirkan realitas sosial dan menentukan tindakan yang akan diambil.
Pada tahap pertama, yaitu stimulus, KDM menerima rangsangan sosial berupa fenomena banyaknya remaja yang kehilangan arah hidup. Ia mengamati gejala sosial seperti rendahnya kedisiplinan, lemahnya kontrol diri, serta menurunnya nilai-nilai tanggung jawab di kalangan generasi muda. Situasi tersebut menjadi pemicu munculnya rasa tanggung jawab moral dalam dirinya sebagai pemimpin daerah untuk mencari solusi yang nyata.
Tahap kedua, seleksi, menggambarkan proses penyaringan informasi yang relevan dari berbagai fenomena yang terjadi. KDM menilai bahwa inti permasalahan bukan semata-mata pada perilaku “nakal” remaja, melainkan pada ketiadaan pembentukan karakter sejak dini. Oleh karena itu, ia menolak pendekatan yang sekadar menghukum dan lebih menekankan pada pembiasaan perilaku positif melalui lingkungan yang penuh aturan dan kedisiplinan.
Tahap berikutnya adalah organisasi, di mana individu mengelompokkan dan menyusun pemahaman berdasarkan persepsinya. Dalam hal ini, KDM menggabungkan nilai-nilai seperti tanggung jawab, disiplin, doa, dan kerja keras ke dalam sistem pembinaan yang menyerupai kehidupan militer. Ia memandang bahwa kehidupan barak dengan jadwal yang ketat merupakan media yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai tersebut. Lingkungan yang terstruktur inilah yang menjadi wadah untuk menumbuhkan kebiasaan baru yang positif.
Selanjutnya, pada tahap interpretasi, KDM menafsirkan fenomena remaja nakal bukan sebagai bentuk kejahatan, melainkan sebagai tanda bahwa mereka memerlukan bimbingan dan arahan. Ia memandang bahwa setiap anak memiliki potensi baik yang bisa muncul bila berada dalam lingkungan yang mendukung. Dengan demikian, keberadaan barak militer bukan dimaksudkan untuk menghukum, melainkan sebagai sarana terapi perilaku dan pembentukan karakter. Di sana para remaja dilatih menghargai waktu, membangun rutinitas, dan memperkuat nilai spiritual.
Tahap kelima, yaitu respon, merupakan bentuk tindakan nyata dari hasil interpretasi tersebut. KDM mengambil langkah konkret dengan menyelenggarakan program pembinaan di barak militer bagi anak-anak yang dianggap bermasalah, dengan persetujuan tertulis dari orang tua. Dalam barak, anak-anak belajar menjalani kehidupan yang disiplin: bangun pagi, berolahraga, belajar, beribadah, dan tidur tepat waktu. Melalui rutinitas tersebut, mereka secara perlahan mengubah perilaku dan pola pikir menuju arah yang lebih positif.
Dalam teori perilaku, dijelaskan bahwa persepsi menjadi fondasi dari munculnya tindakan, dan tindakan yang diulang secara terus-menerus akan membentuk kebiasaan. Prinsip inilah yang tampak pada kebijakan KDM. Ia berupaya mengubah persepsi remaja terhadap kehidupan—dari yang bebas tanpa tanggung jawab menjadi kehidupan yang teratur dan bermakna. Setelah melalui proses latihan dan pembiasaan di barak, perilaku disiplin yang awalnya dipaksakan perlahan berubah menjadi kebiasaan yang terbentuk secara internal.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, pendekatan KDM tampak lebih inovatif. Misalnya, Gubernur DKI Jakarta menggunakan model pesantren untuk menanamkan nilai-nilai spiritual, sementara Gubernur Jawa Tengah menempuh jalur hukum melalui lembaga pemasyarakatan khusus remaja. Kedua cara tersebut baik, namun metode KDM memiliki keunikan karena menitikberatkan pada transformasi karakter melalui pengalaman langsung dalam lingkungan yang ketat dan terarah.

0 komentar:
Posting Komentar