Fenomena
remaja dengan perilaku menyimpang seperti merokok, membolos sekolah, berkelahi,
hingga terlibat kenakalan sosial merupakan masalah yang tidak asing di
masyarakat Indonesia. Biasanya, masyarakat dan pemangku kebijakan merespons
dengan pola yang telah lama menjadi kebiasaan, seperti memasukkan anak-anak
tersebut ke pesantren atau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) jika
perilakunya telah masuk kategori kriminal. Namun, pendekatan berbeda
ditunjukkan oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM). Ia menggagas
program pelatihan berbasis kedisiplinan di barak militer untuk remaja yang
‘unik’ ini. Tindakan ini menuai perhatian luas karena dianggap tidak biasa,
tetapi secara mengejutkan justru memperoleh dukungan dari para orang tua dan
menghasilkan perubahan perilaku positif. Untuk memahami cara berpikir KDM
secara psikologis, skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam
Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995) dapat digunakan sebagai alat analisis.
Skema
persepsi menurut Bell menjelaskan proses bagaimana seseorang menerima stimulus,
memilih informasi tertentu, memberikan makna, hingga menghasilkan respons.
Proses ini terdiri dari empat tahap utama yaitu (1) stimulus atau objek yang
diterima oleh indera, (2) seleksi informasi dan perhatian, (3) interpretasi
atau pemberian makna terhadap informasi tersebut, serta (4) respons atau reaksi
berdasarkan makna yang telah dibentuk. Empat tahapan ini membantu menjelaskan
mengapa seseorang dapat memberikan respons yang berbeda terhadap situasi yang
sama, karena setiap individu memiliki latar belakang nilai, pengalaman, dan
tujuan yang memengaruhi persepsinya.
Pada tahap pertama, stimulus yang diterima KDM sama seperti yang dialami masyarakat lainnya, yaitu perilaku remaja yang dianggap menyimpang. Mereka merokok, membolos sekolah, melanggar aturan, bahkan berpotensi terlibat tindakan kriminal ringan. Kebanyakan masyarakat melihat perilaku ini sebagai ancaman moral dan sosial. Namun, perbedaan muncul pada tahap seleksi dan perhatian dalam skema persepsi. Sementara masyarakat umum cenderung memusatkan perhatian pada aspek negatif dan perilaku menyusahkannya, KDM memilih untuk memfokuskan perhatian pada potensi perubahan anak-anak tersebut. Ia tidak hanya melihat kenakalannya, tetapi juga melihat adanya peluang untuk membentuk kembali perilaku mereka apabila diberikan lingkungan dan pembiasaan yang tepat.
Tahap
berikutnya adalah interpretasi, yaitu proses pemberian makna. Di sinilah letak
perbedaan paling signifikan dalam cara berpikir KDM. Banyak orang menganggap
anak-anak nakal sebagai produk kegagalan moral atau kurang dididik agama,
sehingga solusinya adalah memasukkan ke pesantren agar dibina secara spiritual.
Ada juga yang melihat mereka sebagai pelanggar hukum sehingga pantas dimasukkan
ke Lapas Anak. KDM justru menginterpretasikan kenakalan sebagai gejala dari
kurangnya struktur, kedisiplinan, dan lingkungan yang membentuk karakter. Ia
percaya bahwa perilaku buruk bukan sepenuhnya berasal dari niat jahat anak,
melainkan karena mereka tidak memiliki sistem hidup yang tertata seperti kapan
harus tidur, bangun, belajar, menghormati orang lain, atau bertanggung jawab
atas diri sendiri. Maka, solusi baginya bukan sekadar hukuman, tetapi
mengedukasi kembali melalui repetisi kebiasaan positif dalam lingkungan yang
terkendali.
Interpretasi
ini kemudian menghasilkan respons yang unik. KDM menciptakan program barak
militer sebagai bentuk pembentukan karakter. Di dalam barak, para remaja
diwajibkan bangun pagi, berdoa, berolahraga, belajar, disiplin waktu,
bertanggung jawab, dan hidup sederhana. Pola ini seperti mereset ulang terhadap
kebiasaan lama mereka. Meskipun tampak keras, pendekatan ini bukan hukuman,
tetapi bentuk kasih sayang tegas yang bertujuan membentuk kemandirian dan
kesadaran diri. Selain itu, KDM meminta orang tua menandatangani surat
persetujuan bermeterai sebagai bentuk legitimasi sosial dan etis, agar program
ini tidak dipandang sebagai pemaksaan sepihak.
Tahapan
terakhir dalam skema persepsi adalah penguatan atau evaluasi. Setelah beberapa
bulan menjalani pelatihan, banyak remaja ini mengalami perubahan perilaku
signifikan. Mereka mulai merencanakan masa depan, menunjukkan sikap sopan, dan
mampu mengendalikan diri. Perubahan konkret ini memperkuat persepsi KDM bahwa
pendekatan berbasis kedisiplinan struktural lebih efektif dibanding hanya
mengandalkan metode konvensional. Pengalaman ini juga memperkuat keyakinan
masyarakat, terutama orang tua, bahwa cara KDM bukanlah bentuk kekerasan
psikologis, tetapi strategi inovatif untuk menyelamatkan masa depan anak-anak
mereka.
Melalui
analisis ini, terlihat bahwa skema persepsi membantu menjelaskan mengapa KDM
bertindak berbeda dari pemimpin lainnya. Perbedaannya tidak terletak pada objek
yang diamati, tetapi pada bagaimana ia memilih fokus, menafsirkan makna, dan
menentukan respons. KDM melihat kenakalan bukan sebagai masalah yang harus
dijauhi atau dihukum semata, melainkan sebagai peluang untuk membangun manusia
yang lebih tangguh melalui lingkungan yang tepat. Dengan demikian, pendekatan
KDM sejalan dengan prinsip psikologi inovasi, yaitu mengubah perilaku bukan
hanya dengan ceramah atau ancaman, tetapi dengan menghadirkan pengalaman baru
yang membentuk cara berpikir dan bertindak.
Daftar Pustaka
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2025, 29 April). KDM:
Program Barak Militer Bentuk Karakter dan Kembalikan Jati Diri Remaja
Bermasalah. https://www.jabarprov.go.id/berita/kdm-program-barak-militer-bentuk-karakter-dan-kembalikan-jati-diri-remaja-bermasalah-18699
Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib,
A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal
Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.
https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo
& Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI
UJIAN TENGAH SEMESTER - November 2025
PERGURUAN
TINGGI : Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
FAKULTAS :
Psikologi
MATA KULIAH :
Psikologi Inovasi
PENGAMPU :
DR. Arundati Shinta, M. A
HARI /
TANGGAL : Kamis 6 November 2025, pukul 18.00 WIB.
NAMA :
Tri Widanarto
NIM :
23310410032
KELAS :
Kelas
Karyawan SJ

0 komentar:
Posting Komentar