7.11.25

UTS Psikologi Inovasi - November 2025

 Pemikiran Kang Dedi Mulyadi dalam Menangani Remaja ‘Unik’ Melalui Skema Persepsi Paul A. Bell


Fenomena remaja dengan perilaku menyimpang seperti merokok, membolos sekolah, berkelahi, hingga terlibat kenakalan sosial merupakan masalah yang tidak asing di masyarakat Indonesia. Biasanya, masyarakat dan pemangku kebijakan merespons dengan pola yang telah lama menjadi kebiasaan, seperti memasukkan anak-anak tersebut ke pesantren atau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) jika perilakunya telah masuk kategori kriminal. Namun, pendekatan berbeda ditunjukkan oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM). Ia menggagas program pelatihan berbasis kedisiplinan di barak militer untuk remaja yang ‘unik’ ini. Tindakan ini menuai perhatian luas karena dianggap tidak biasa, tetapi secara mengejutkan justru memperoleh dukungan dari para orang tua dan menghasilkan perubahan perilaku positif. Untuk memahami cara berpikir KDM secara psikologis, skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995) dapat digunakan sebagai alat analisis.

Skema persepsi menurut Bell menjelaskan proses bagaimana seseorang menerima stimulus, memilih informasi tertentu, memberikan makna, hingga menghasilkan respons. Proses ini terdiri dari empat tahap utama yaitu (1) stimulus atau objek yang diterima oleh indera, (2) seleksi informasi dan perhatian, (3) interpretasi atau pemberian makna terhadap informasi tersebut, serta (4) respons atau reaksi berdasarkan makna yang telah dibentuk. Empat tahapan ini membantu menjelaskan mengapa seseorang dapat memberikan respons yang berbeda terhadap situasi yang sama, karena setiap individu memiliki latar belakang nilai, pengalaman, dan tujuan yang memengaruhi persepsinya.

Pada tahap pertama, stimulus yang diterima KDM sama seperti yang dialami masyarakat lainnya, yaitu perilaku remaja yang dianggap menyimpang. Mereka merokok, membolos sekolah, melanggar aturan, bahkan berpotensi terlibat tindakan kriminal ringan. Kebanyakan masyarakat melihat perilaku ini sebagai ancaman moral dan sosial. Namun, perbedaan muncul pada tahap seleksi dan perhatian dalam skema persepsi. Sementara masyarakat umum cenderung memusatkan perhatian pada aspek negatif dan perilaku menyusahkannya, KDM memilih untuk memfokuskan perhatian pada potensi perubahan anak-anak tersebut. Ia tidak hanya melihat kenakalannya, tetapi juga melihat adanya peluang untuk membentuk kembali perilaku mereka apabila diberikan lingkungan dan pembiasaan yang tepat.

Tahap berikutnya adalah interpretasi, yaitu proses pemberian makna. Di sinilah letak perbedaan paling signifikan dalam cara berpikir KDM. Banyak orang menganggap anak-anak nakal sebagai produk kegagalan moral atau kurang dididik agama, sehingga solusinya adalah memasukkan ke pesantren agar dibina secara spiritual. Ada juga yang melihat mereka sebagai pelanggar hukum sehingga pantas dimasukkan ke Lapas Anak. KDM justru menginterpretasikan kenakalan sebagai gejala dari kurangnya struktur, kedisiplinan, dan lingkungan yang membentuk karakter. Ia percaya bahwa perilaku buruk bukan sepenuhnya berasal dari niat jahat anak, melainkan karena mereka tidak memiliki sistem hidup yang tertata seperti kapan harus tidur, bangun, belajar, menghormati orang lain, atau bertanggung jawab atas diri sendiri. Maka, solusi baginya bukan sekadar hukuman, tetapi mengedukasi kembali melalui repetisi kebiasaan positif dalam lingkungan yang terkendali.

Interpretasi ini kemudian menghasilkan respons yang unik. KDM menciptakan program barak militer sebagai bentuk pembentukan karakter. Di dalam barak, para remaja diwajibkan bangun pagi, berdoa, berolahraga, belajar, disiplin waktu, bertanggung jawab, dan hidup sederhana. Pola ini seperti mereset ulang terhadap kebiasaan lama mereka. Meskipun tampak keras, pendekatan ini bukan hukuman, tetapi bentuk kasih sayang tegas yang bertujuan membentuk kemandirian dan kesadaran diri. Selain itu, KDM meminta orang tua menandatangani surat persetujuan bermeterai sebagai bentuk legitimasi sosial dan etis, agar program ini tidak dipandang sebagai pemaksaan sepihak.

Tahapan terakhir dalam skema persepsi adalah penguatan atau evaluasi. Setelah beberapa bulan menjalani pelatihan, banyak remaja ini mengalami perubahan perilaku signifikan. Mereka mulai merencanakan masa depan, menunjukkan sikap sopan, dan mampu mengendalikan diri. Perubahan konkret ini memperkuat persepsi KDM bahwa pendekatan berbasis kedisiplinan struktural lebih efektif dibanding hanya mengandalkan metode konvensional. Pengalaman ini juga memperkuat keyakinan masyarakat, terutama orang tua, bahwa cara KDM bukanlah bentuk kekerasan psikologis, tetapi strategi inovatif untuk menyelamatkan masa depan anak-anak mereka.

Melalui analisis ini, terlihat bahwa skema persepsi membantu menjelaskan mengapa KDM bertindak berbeda dari pemimpin lainnya. Perbedaannya tidak terletak pada objek yang diamati, tetapi pada bagaimana ia memilih fokus, menafsirkan makna, dan menentukan respons. KDM melihat kenakalan bukan sebagai masalah yang harus dijauhi atau dihukum semata, melainkan sebagai peluang untuk membangun manusia yang lebih tangguh melalui lingkungan yang tepat. Dengan demikian, pendekatan KDM sejalan dengan prinsip psikologi inovasi, yaitu mengubah perilaku bukan hanya dengan ceramah atau ancaman, tetapi dengan menghadirkan pengalaman baru yang membentuk cara berpikir dan bertindak.

Daftar Pustaka

Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2025, 29 April). KDM: Program Barak Militer Bentuk Karakter dan Kembalikan Jati Diri Remaja Bermasalah. https://www.jabarprov.go.id/berita/kdm-program-barak-militer-bentuk-karakter-dan-kembalikan-jati-diri-remaja-bermasalah-18699

Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.

https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI 

UJIAN TENGAH SEMESTER - November 2025

 

PERGURUAN TINGGI : Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

FAKULTAS                   : Psikologi

MATA KULIAH              : Psikologi Inovasi

PENGAMPU                 : DR. Arundati Shinta, M. A

HARI / TANGGAL         : Kamis 6 November 2025, pukul 18.00 WIB.

NAMA                            : Tri Widanarto

NIM                                : 23310410032

KELAS                           : Kelas Karyawan SJ


0 komentar:

Posting Komentar