7.11.25

Psikologi Inovasi Essai 8 - Ujian Tengah Semester Kelas A

 Ujian Tengah Semester

Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta M.A.



Tsalitsah Nadia Qunaita


25310420003

Kelas A

Gubernur Jawa Barat, kang Dedi Mulyadi melakukan pendekatan pada remaja yang ’bermasalah’ untuk  mendisiplinkan mereka dengan metode, program pendidikan karakter bebasis militer. Berbeda dengan cara yang biasa dilakukan, hanya mengandalkan pesantren, kang Dedi mneggunakan cara yang unik, yaitu menempatkan mereka di barak militer selama 2 minggu hingga satu bulan untuk mengikuti pelatihan kedisiplinan, mental, tanggung jawab juga moral. Cara yang di lakukan kang Dedi tidak hanya viral di media sosial beberapa waktu belakangan ini tapi juga, mendapat banyak dukungan dari masyarakat, terkhusus para orang tua.

Program ini tidak bisa di salah artikan, program ini bukan untuk hukuman bagi mereka yang berprilaku ’unik’, tetapi ini adalah tempat untuk mereka kembali pada jalannya dengan cara yang tegas tapi terdidik. Program ini juga tidak serta merta asal membawa para remaja tanpa persetujuan, karena program ini pastinya sudah mendapat izin dari banyak pihak. Manfaatnya dapat dilihat dari perubahan perilaku mereka menjadi lebih positif setelah pulang dari barak.

Hubungan metode kang Dedi dengan kebiasaan Paul A. Bell dan kawan kawan, persepsi adalah tahap awal pembentukan perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap individu mempersepsikan stimulus dari lingkungan dimana mereka berada yang berdampak pada bagaimana respon mereka jika perilaku itu diulang. Kebiasaan terbentuk dari perilaku yang diulang, sehingga tercipta skema tetap yang mempengaruhi perilaku selanjutnya.

Menurut Paul A.Bell pembentukan kebiasaan ini melibatkan proses lingkaran kebebasan, yang terdiri dari isyarat lingkungan, rutinitas, dan juga hadiah/reward. Di barak militer lingkunga yang terstuktur menjadi isyarat yang membangun kebiasaaan disiplin, mereka diajarkan itu berulang kali, dan akhirnya menjadi sutau kebiasaan baik secara otomatis.

Sarwono sendiri mengatakan dan menekankan aspek sikap sosial dan juga perilaku yang tumbuh dari dalam kelompok atau pergaulan, jika pergaulan tersebut positif dan adanya dukungan sosial yang memadai maka itu akan sangat menentukan keberhasilan perubahan kebiasaan diri, pendekan yang kang Dedu berikan disini berupaya untuk mengubah lingkungan sosial para peserta di barak militer, dengan memberikan pengawasan, pembinaan, juga dukungan dari suatu kelompok untuk mengubah pola hidup menjadi pola hidup yang lebih disiplin.

Dalam situasi ini, anak anak yang berada di barak militer dianggap ’nakal’ oleh orang orang di sekitarnya, persepsi ini muncul karena stigma negatif yang melekat pada mereka, namun kang Dedi sendiri memaksa pada anak anak untuk mengubah cara pandang mereka pada diri mereka sendiri, dengan cara mengikuti baral militer untuk mendapat pengalaman baru, mereka juga akan dibiasakan pada kedisiplinan yang ketat, latihan fisik, ibadah tepat waktu, dan banyak kegiatan positif lainnya. Cara pandang mereka yang baru ini nantinya akan terbentuk jika mereka merasakan manfaat dari kegiatan kegiatan tersebut.

Surat persetujuan dari orang tua yang bermaterai adalah kunci psikologis dalam membangun sang anak untuk memandang bagaimana barak militer ini. Dengan surat tersebut mereka akan merasa didukung keluarga terutama orang tua dan mereka akan melihat proses ini sebagai seusuatu yang nyata perubahan bukan hukuman. Satu-satunya jalur yang tersisa bagi remaja untuk mengatasi stres dan meraih Efek Lanjutan berupa kenyamanan (bebas dari stres) adalah melalui Coping Behavior yang sukses, yang kemudian mengarah pada Adaptasi (Patimah et al., 2024).

Sisi positifnya adalah kegiatan ini dapat meningkatkan disiplin dan karakter positif mereka. Kegiatan ini membentuk rutinitas disiplin yang kuat dan meningkatkan tanggung jawab sosial remaja melalui lingkungan terstruktur seperti barak militer yang menjadi isyarat dan konteks pembentukan kebiasaan baru secara efektif. Namun dilihat dari sisi psikologis nya, pendekatan militeristik yang terlalu ketat berpotensi menimbulkan risiko trauma psikologis, stagnasi perkembangan identitas diri, dan rasa ketidakberdayaan karena keterbatasan ruang ekspresi. Jika pembinaan tidak diseimbangkan dengan pendekatan humanistik dan dukungan psikososial, remaja bisa mengalami penurunan kemampuan mengambil keputusan dan keberanian berpendapat. Efek positif yang dicapai di barak militer juga cenderung bersifat sementara dan rentan kemunduran saat remaja kembali ke lingkungan lama tanpa pendampingan lanjutan.

Solusi dari pendekatan KDM adalah memanfaatkan skema persepsi dan psikologi inovasi dengan cara intervensi yang terstruktur dan berkelanjutan. Dengan memasuki lingkungan yang mampu menstimulasi persepsi baru, remaja dibentuk ulang persepsi dan perilakunya sehingga mampu menginternalisasi kebiasaan positif. Dengan perspektif ini, KDM tidak hanya mengoreksi perilaku anak "unik" secara permukaan, tetapi membangun fondasi psikologis internal yang kuat untuk mencegah kekambuhan. Jalan pikir KDM sesuai dengan model persepsi Paul A. Bell yang efektif untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik melalui coping, adaptasi, dan pembentukan kebiasaan baru.

 

Daftar pustaka 

Patimah, A. S., Shinta, A., & Al Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

            

0 komentar:

Posting Komentar